FMN - 37. Akhir dari Semua (?)

149 35 0
                                    

‍‍‍Berdiri di depan pintu apartemen Ivy, malam ini Yudha berniat menuntaskan semua pertanyaan di benaknya. Ia sangat beruntung bisa bertemu Ivy di bandara sore tadi. Berulang kali napas berat ia hembuskan sesaat sebelum bel pintu dipencet. Detik berikutnya pintu apartemen terbuka perlahan.

Napas Ivy tertahan Yudha dengan kemeja putih berduri di depan apartemennya. Tak menginginkan kedatangan orang itu. Ivy segera menutup pintu dengan seluruh tenaga yang ia punya. Melawan dorongan dari luar yang mencegah pintu tertutup. Merasa usahanya tak akan berhasil, dengan berat hati Ivy membuka pintu lebar-lebar.

“Aku ke sini mau meminta jawaban atas pertanyaanku tujuh tahun yang lalu. Maukah kamu menjadi istriku?”

Gadis itu terpaku mendengar kalimat Yudha. Maniknya menatap lekat pada cincin putih di dalam kotak beludru hitam yang Yudha sodorkan padanya. Tak tahan merasakan sesak pada mata akibat air mata yang memaksa berdesakan minta keluar, ia menundukan pandangan.

Menyadari ada yang aneh, Yudha menyusuri arah pandang manik Ivy. Tubuhnya dibuat meremang karena satu cincin yang sudah lebih dulu mengisi jari manis wanita yang dicintainya.

Hatinya hancur, sangat pedih hingga mulutnya seakan kaku hanya sekedar untuk berkata. Lagi-lagi harapannya menikahi Ivy hanya akan menjadi angan baginya. Saat Ivy menatapnya, pria itu mengunci pandangan Ivy penuh tanda tanya.

“Cincin ini pemberian Fandi, aku adalah calon istrinya,” jelas Ivy bergetar. Tangan kanannya memegang cincin di jari manis lainnya.

Ivy beringsut masuk dan menutup pintu apartemen dengan cepat. Cairan itu berjatuhan melewati pipinya. Isak tangis menggema di sana, tubuh berbalut piyama biru langit itu merosot bersender pada pintu.

Ingin sekali rasanya ia menjerit mengiyakan lamaran Yudha. Faktanya semua itu terasa semu. Sampai kapan pun, ia tak akan bersatu dengan Yudha.

“Maafkan aku Yudha,” lirih Ivy disela isak tangisnya.

***

Sudah satu bulan sejak Ivy menolak lamaran Yudha. Satu bulan ini pula Rachel menghadapi sikap acuhnya. Wajah tanpa ekspresi sangat akrab dengan pria itu.

Rachel mengira dengan Ivy menolak lamaran Yudha, maka kesempatan bagi Rachel mendapatkan pria itu semakin besar. Namun semua berbanding terbalik. Yudha malah kembali menjadi Yudha di masa lalu.

Yudha yang enggan berbicara, enggan bertemu dengannya, bahkan kerap menghinndarinya. Saat ini pria itu bahkan memperlakukannya lebih buruk dibanding saat SMA. Meski tak melontar kata menyakitkan seperti dulu, diam dan acuhnya Yudha lebih menyakitkan baginya.

Lagi, Rachel merasakan hubungannya dengan Yudha tak akan pernah berhasil.

Rachel tak bisa, bahkan gagal sebelum ia mencoba. Si tampan Yudha membangun kembali benteng kokoh dalam dirinya. Kesal dan frustasi bercampur jadi satu dalam dada model cantik itu.

Tangannya meremas kuat foto wanita berhijab yang sejak tadi di pandanginya. Hawa dingin malam hari menelusup hingga relung hatinya. Di atas sini ,dari balkon apartemennya, Rachel berteriak sekeras-kerasnya meluapkam segala emosi di dada.

“Aku harus melakukannya. Maafkan aku Yudha, mungkin hanya dengan cara ini kamu akan membuka hati untuk wanita lain, termasuk aku.” Ia menyeringai kecil sambil menatap kelap-kelip lampu kendaraan di sepnajang jalan raya.

.

Ivy memandang bahagia layar ponselnya. Pesan chat yang di kirim Fandi membuat dirinya tersipu. Sesekali satu tangannya memegang pipi yang mungkin merona.

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang