FMN - 15. Berkunjung

154 25 0
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍“Sial! pegel kaki gue.”

Yudha mendesah berat, melangkah gontai mendekati sofa ruang tamu. Tubuhnya yang masih lengkap dengan seragam dan sepatu terkulai lelah di atas benda empuk teesebut.

Ting nong ... Ting nong ...

“Mck, siapa coba yang bertamu maghrib-maghrib gini.” Dengan mulut yang masih menggerutu, Yudha membuka pintu ruang tamu.

“Ngapain, Dan? Bawa bubur segala.”

“Ini buat Ivy. Lo gak nyuruh gue masuk, Yud?” kekehan kecil keluar di akhir kalimatnya.

Memilih diam saja, Yudha berjalan menjauhi pintu. Mengambil tas yang tergeletak sembarangan di lantai. Ia putuskan untuk segera mand,. membiarkan sang tamu menemui orang yang dicarinya.

Rambut basah Yudha masih meneteskan air dengan bebas ke pundak. Seraya menggosokkan handuk kecil di kepala, kaki berbalut levis selututnya melangkah santai melewati pintu kamar Ivy.

Sesuatu telah menarik perhatiannya. Rasa penasaran membuat Yudha mengambil langkah mundur dan berhenti tepat di depan pintu kamar Ivy. Kedua telinganya menangkap jelas suara dari dalam kamar.

Diam-diam ia mengintip melalui celah pintu. Hanya sebetar, detik selanjutnya ia berlalu dari sana memilih pergi untuk menyambangi dapur lantaran perutnya sudah berbunyi minta segera diisi.

Dengan lahap pemuda berbalut kaos biru itu menghabiskan pasta dan teh yang juga masih hangat. Tiba-tiba, fokusnya beralih pada dua siluet yang baru saja melewati meja tempatnya makan.

“Ivy maaf aku gak bisa nemenin kamu lebih lama. Banyak tugas yang harus dikerjain. Jangan lupa dimakan  lbuburnya terus minum obat. Aku pulang, ya.”

Samar-samar Yudha bisa mendengar percakapan Ivy dengan Dana. Dirasa sudah selesai dengan urusan perutnya. Yudha meraih gelas teh, meminumnya sampai tandas.

“Yudha, lo udah sholat maghrib?”

Suara khas perempuan menghentikan langkahnya di tangga. Tanpa perlu membalikkan badan Yudha menjawab, “Urus urusan lo sendiri.” Ia kembali beranjak manaiki anak tangga.

“Tapi, itu memang kewajiban setiap umat muslim untuk saling mengingatkan dalam beribadah!” ujar Ivy agak berteriak karena Yudha terus memperpanjang jarak di antara mereka.

“Gue gak butuh ceramah dari lo.” Suara dentuman pintu mengakhiri kalimatnya.

Ya Tuhan, rasanya Yudha muak sekali dengan gadis sialan itu. Bahkan, Mamanya saja tidak secerewet dia. Dia memilih berbaring di kasur, merutuki Ivy dengan segala kekesalannya.

Merasa bosan dengan suasana kamar. Yudha beranjak menuju ruang keluarga, kebetulan PSnya ada di sana. Namun, ia memutar langkah menuju pintu karena bel dibunyikan kembali. Entah oleh siapa kali ini.

“Em ... Ivy ada?”

Orang ini lagi, batinnya menahan kesal.

Yudha mengagguk, mempersilahkan tamunya untuk duduk di sofa. Ia berniat memberi tahu gadis itu atas kedatangan seseorang di bawah. Tangan Yudha berhenti di udara. Mata coklat itu lagi-lagi mengintip si pemilik kamar. Sedangkan Ivy memutuskan untuk mengakhiri kegiatan membaca Al-quran.

Tadi, matanya tak sengaja menangkap sosok bayangan di balik pintu kamar. Ia segera melenggang menuju pintu. Sedikit terkejut dengan kehadiran Yudha di depan pintu kamarnya.

“Ada apa?” Kerudung kuningnya menyembul dari dalam kamar, membuat kaget Yudha.

Ah, sial... kenapa gue kayak penguntit gini sih?

Forget Me Notजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें