FMN - 8. Satu Sekolah

221 32 0
                                    

"Meski bebannya begitu berat, rencana baik akan selalu mendapat dukungan dari Allah."

-Forget Me Not-

•-•

Sudah seminggu Ivy tinggal di rumahnya. Seminggu ini pula Yudha harus beradu mulut dengan gadis kaku itu. Semua sudah Yudha lakukan agar dia angkat kaki dari rumah ini. Mulai dari sikap acuh dan cuek andalan Yudha. Sampai dengan perkataan kasar yang sengaja ia lontarkan, tapi semua sia-sia saja. Ivy benar-benar berkuping tebal. Mungkin sudah saatnya ia meminta bantuan ayahnya untk menyingkirkan gadis itu dari rumah ini. Yudha yang semula rebahan, kini berganti posisi menjadi duduk.

Lo, gak perlu minum-minuman itu kalo lo mengaku beragama islam.

Sebaiknya lo bangun lebih pagi agar bisa sholat shubuh.

"Sial!" Ia mengacak rambut seraya beranjak dari ruang keluarga. Perempuan itu, benar-benar mengacaukan kehidupannya.

Sementara di tempat lain, Ivy melangkah pelan. Dua tangannya menenteng banyak kantung belanjaan. Macet, panas, dan bising. Sungguh sangat menyebalkan. Gadis itu mengedarkan pandangan mencari halte terdekat. Meski belum hafal betul jalan di daerah ini, tapi ia cukup tau bus apa yang harus dinaiki untuk bisa sampai ke rumah itu.

"Duh, haus lagi."
Ia celingukan mencari penjual air mineral.

Tak jauh dari halte, maniknya mendapati seorang bocah kecil bersama termos es di tangan berjalan ke arahnya. Dengan wajah lelah, anak lelaki itu duduk di samping Ivy seraya mengibaskan tangan di wajah.

"Dek, jual minuman, ya?"

"Loh, Kak Ivy?"

Ivy membelakakan mata, ia sama terkejutnya. "Beni jualan minuman, toh?"

"Iya, Kak. Kok kakak bisa ada di sini?"

Ia tersenyum manis lantas menjawab, "Tadi kakak abis belanja. Rumah Beni di mana?"

Perlahan wajah itu menunduk murung. "Dari kecil Beni udah gak punya orang tua. Yang Beni punya cuma kakak Beni. Awalnya Beni tinggal di panti asuhan sama kakak Beni.

Pas itu Beni sama kakak pengen banget kerja buat dapet uang, tapi karena gak boleh kerja. Akhirnya, aku sama kakak kabur dari panti dan hidup mandiri. Kami berdua tidur di pos satpam."

Ivy sungguh menyesal sekali karena bertanya begitu.

"Beni makan sama kakak, yuk. Kakak laper nih, tapi gak ada temen."

Ke0sla bocah itumengangguk semangat, tersenyum riang. "Ayo kak."

Mereka mengayunkan kaki menuju penjual makanan di pinggir jalan. Ivy mengikuti saja langkah bocah kecil di depannya. Beni berhenti di dekat gerobak penjual bakso.

"Kak, makan baksonya Mang Ujang aja. Ini bakso yang paling enak di sini."

Ivy mengangguk saja. "Pak, baksonya dua mangkuk, ya," ujarnya lantas duduk di sampint Beni.

Hari itu mereka berdua semakin akrab. Beni banyak membicarakan kegiatannya setiap hari. Yang tidak bisa dibilang menyennagkan. Diusia sekecil ini dia sudah harus berpikir akan bagaimana caranya bisa mendslatkan uang untuk makan. Bahkan hidup Ivy tidaklah seberat Beni, itu pun terkadang dirinya saja masih suka mengeluh.

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang