07/10/2018 - RENANG

208 25 6
                                    

Gue itu suka renang meskipun hanya dua gaya yang gue kuasai. Yang pertama adalah gaya katak, dan yang kedua adalah gaya batu (loncat tinggi-tinggi terus diam terus tenggelam sampai ke dasar kolam). Sebenernya ada satu lagi, gaya kupu-kupu. Tapi, masih bentuk kepompong. Jadi kalau nyemplung ke kolam, keluar-keluar tinggal cangkak doang.

Gue kalau renang juga sering lupa waktu. Datang ke kolam terus langsung ke kasir, nanya jam. Haha. Bukan, maksud gue lupa waktu tuh suka kelamaan sampe harus diusir. Nih, gue tuh biasanya berangkat ke kolam jam 5 sore dan pulang-pulang jam setengah 8 malam. Gue suka aja malam-malam dalam air sambil lihat langit yang gelap dan berbintang. Terus, pas nyelam dalam kolam, sensasi cahaya lampu yang bersinar di dalam air kolam tuh stunning banget. Mungkin itu yang dirasakan ikan hias dalam akuarium yang dikasih lampu neon.

Hampir setiap renang gue selalu ditemenin dua cewek kakak beradik yang mana adalah sepupu gue, Anggi dan Alen (rumah mereka hanya dua jengkal dari rumah). Nanti kalau hari minggu, baru deh pasukan brothers gue juga ikut mandi massal, jadi mereka numpang mandi doang di kolam renang. Meski begitu, di keluarga kerajaan wong kito galo ini, yang bisa renang cuma gue sama Alen. Anggi dan Nofal yang berbadan paus hanya mampu terjun 'BOOOOOOM' abis itu selesai pertunjukkan. Bayu, Gery dan Anda (sepupu gue yang rumahnya Cuma lima langkah dari rumah) renang tapi enggak maju-maju, renang di tempat dengan napas kehabisan udah kayak renang dari Merak ke Bakaheuni.

Menurut gue, selain buat olah raga, renang juga berfungsi untuk melatih sistem pernapasan. Bukannya sok yes, tapi gue lumayan bisa tahan napas lama dalam air. Eh tapi pernah nih, gue, Alen, Anggi, Gery, Bayu, Nofal dan Anda lomba lama-lamaan tahan napas dalam air. Rekor terlama tuh sepupu gue yang otaknya rada ga beres, Anda, dia bisa dalam air 15 menit. Terus kita langsung bawa ke UGD rame-rame.

"Udah ah, mandi yuk!" ajak Anggi yang udah kedinginan.

Gue sama Alen ngikut minggir ke tepi kolam. Kita bertiga ke kamar mandi cewek dan berniat mandi dan salin di sana. Kalau salin di parkiran takut diamuk warga sekitar.

"Eh kak, bareng lo dong," kata Alen ngetok bilik kamar mandi yang gue tempatin. "Cuma numpang siram air panas doang," kata dia. Ada empat bilik kamar mandi di kolam umum ini, tiga untuk siram dan mandi, satunya khusus untuk WC. Tapi, bilik yang ditempatin Alen ternyata air panasnya lagi error.

"Masuk," kata gue yang masih berpakaian renang lengkap.

Kita berdua pun mandi dengan khidmat.

"Woy sampo mana? Bagi dong," gedor Anggi ke dinding bilik.

Mampus, gue lupa bawa sampo padahal udah diingetin kakak sepupu gue itu supaya bawa. Gue kebiasaan ngandelin Anggi sih masalah sampo, sabun dan sikat gigi. Masalahnya Anggi itu kalau ngomel bisa lama, dan gue terancam disumpah serapan sama itu paus wanita.

Gue bingung setengah mati, tapi gue enggak mau mati berdiri juga karena omelannya. Akhirnya, setelah memutar otak, gue melangkahkan kaki keluar bilik sebentar. Alen sih lagi fokus nggosok kaki, tangan dan ketek, jadi enggak ngeh pas gue tinggal keluar. Secepat kilat gue segera menyambar tas ransel Anggi dan Alen, di sana rupanya ada botol sampo mereka yang udah kosong.

"Nih," kata gue menyerahkan sebotol sampo lewat kolong pintu kamar mandi Anggi.

"Lama banget sih!" omel Anggi dari dalam.

"Ih, tadi gue nyari-nyari di ransel enggak ketemu."

"Lo juga pakai sampo Lorengan?" tanya Anggi.

"Iya," jawab gue.

"Eh, Liz. Ini sampo varian baru atau gimana? Wanginya beda kayak punya gue biasanya," tutur Anggi.

"Masa, sih?" tanya gue balik.

Gue pun kembali ke dalam bilik kamar mandi gue, Alen udah hampir selesai. "Kak bagi sampo dong!" teriak Alen ke kakak kandungnya di sebelah.

Gue tahan napas. Rada enggak tega. Anggi melempar botol sampo lewat atas, untung aja enggak kena kepala gue, tapi kepala Alen.

"Kampret! Kan lo bisa lewat bawah, oneng!" omel Alen.

"Ih kualat lo manggil kakak sendiri oneng!" balas Anggi gak kalah ngegas.

Emang ya, DNA manusia itu enggak bisa dibohongi. Bude gue yang mana ibunya Anggi dan Alen suka ngomel-ngomel, jangan kaget kalau bakat itu juga diwariskan ke kedua anak ceweknya ini.

Alen menatap gue dengan busa di kepala. "Rambut gue langsung keset. Enak!" serunya. "Lo gak sampoan, Kak? Sampoan aja dari" tanya Alen polos. Dia kelas 2 SMA. Cantik. Tapi seringnya bloon.

"Enggak," jawab gue. "Gue sekarang kalau sampoan malem suka masuk angin," tolak gue dengan kepala masih ngucur air.

"Liz lo harus sampoan peak. Ntar rambut lo tumbuh cumi-cumi, mau lo?!" sambung Anggi.

Alen mengangguk setuju. "Iya, Kak. Air kolam kan pasti ada kapolrinya."

"Kaporit!" koreksi gue. "Kapolri, lo kata polisi?"

Alen menyerahkan botol sampo itu. Dengan berat hati, gue pun keramas pakai sampo.

Selesai mandi, kita bertiga mematut diri di depan cermin segede gamblang di dalam toilet. Cahayanya bagus, membuat Anggi sama Alen foto ala-ala. Sementara gue masih sibuk membereskan baju-baju basah dan alat-alat mandi di dalam ransel.

"Kak, coba deh," kata Alen yang lagi cuci tangan. "Wangi buah banget kaya sampo tadi," katanya lagi yang menunjukkan tangannya ke idung Anggi setelah cuci tangan pakai hand soap di depan washtafel.

Anggi lantas mengangguk. Dia kemudian mencium tangan Alen dan rambut dia bergantian. "Liz," panggil Anggi.

"Liz ...."

Secepat kilat gue melesat keluar kamar mandi.

What A Girl ThinksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang