Lidah Keano keluh, rasa nano-nano di lidahnya membuatnya tidak mood berbicara. Tiba-tiba mata Keano menangkap sosok wanita yang melengos pergi, sebelumnya wanita itu menatapnya sambil mengacungkan jari tengah padanya.

Raya pergi meninggalkan café itu dengan senyum lebar. Dia puas mengerjai pria itu, bagaimanapun caranya Keano harus berhenti mengunjungi cafenya lagi. Raya dalam tahap menempuh hidup baru, dia hampir berhasil melupakan Keano dan sekarang pria itu kembali lagi. Bagaimana Raya bisa seratus persen melupakan Keano jika sosok pria itu berkeliaran di hadapannya.

Tring...

Ponsel Raya berdering, ada telpon masuk dari Kanti. Raya mengangkat panggilan itu.

"Mbak Raya di mana? Pak Keano muntah, ngeluh sambil pegang perutnya, tiba-tiba gak sadarkan diri" kata Kanti dengan suara panik. Raya kaget dan segera meminggirkan mobilnya.

"Kamu serius?" tanya Raya memastikan. Kanti meyakinkan Raya dan berkata bahwa dia serius.

Raya segera balik kanan, dia belum terlalu jauh dari café. Dia semakin berkeringat, Raya menduga semua ini karena ulahnya. Kalau saja ide jahilnya itu tidak terbesit, Keano tidak akan jadi seperti sekarang. Walau dia membenci pria itu, Raya tetap khawatir karena semuanya adalah salahnya.

Setiba di café, Raya menuju ruangannya. Di sana ada Kanti dan Rita. Keano ditidurkan di atas kursi dengan mata terpejam. Dahi pria itu basah, entah basah karena keringat atau bukan. Raya tidak memikirkan apapun lagi, wanita itu sangat panik.

"Sudah telpon ambulans?" tanya Raya. Raya datang mendekat, dia menepuk-nepuk pipi Keano tetapi tidak ada tanggapan dari pria itu. Raya juga mengecek denyut nadi pria itu. Walau tidak memiliki basik kesehatan, Raya mencoba melakukan semampunya.

Kanti dan Rita cuma diam. Mereka menatap bosnya yang baru kali ini terlihat panik. Raya berjongkok di pingkir kursi dengan tangan yang memegang telapak tangan Keano. Raya khawatir, dia benar-benar takut. Sekali lagi, Raya mencoba apapun yang pernah ditontonnya di tv, terakhir kali Kanti mengatakan kalau Keano memegang perut sambil mengeluh kesakitan. Raya menekan perut pria itu, anehnya perut pria itu malah bergerak. Raya mulai berfirasat buruk. Dengan marah Raya mencubit perut pria itu.

"Bangun!! Jangan pura-pura lagi!" omel Raya. Benar saja, Keano membuka matanya. Raya melotot, dugaannya benar.

Kali ini Raya sangat kesal pada Keano. Pria itu menahan tangan Raya sambil mengaduh kesakitan. Kali ini tanpa ampun Raya mencubit perut Keano. Dia benar-benar terbodohi, bahkan Kanti dan Rita sudah kabur dari ruangan entah sejak kapan.

"Maaf deh, aku janji gak akan bikin kamu khawatir lagi" kata Keano. Raya membuang wajahnya, tahu dari mana dia sempat khawatir. Raya melepaskan cubitannya, tetapi tangan Keano malah menggenggam tangannya. Raya menghempaskan tangan pria itu kasar. Bukan Keano namanya kalau kalah begitu saja, pria itu lantas memegang lengan atas Raya.

"Kenapa kamu selalu hindari aku?" tanya Keano. Suaranya berbeda, dia sedang serius. Raya masih membuang muka, dia tidak ingin bertatapan dengan pria itu.

"Kabar kamu bagaimana?" tanya Keano lagi. Raya diam.

Dengan sabar Keano menunggu wanita itu buka mulut. Keano rindu wanita itu. Keano sangat sabar, bahkan Keano sendiri tidak percaya dia bisa sesabar ini hanya demi seorang wanita.

"Aku pura-pura sakit. Bukan karena keracunan makanan kamu kok. Aku sengaja agar bisa ketemu kamu" jelas Keano. Entah mengapa hal ini membuat Raya menatapnya walau dengan tatapan tidak suka.

"Aku gak khawatir sama sekali. Mau kamu kejang-kejang di tengah jalan gak akan bikin aku khawatir" kata Raya sewot. Dia tidak mau dikira khawatir.

"Iya aku tahu. Kamu balik lagi karena rasa bersalah. Aku ngerti kamu" Raya menatap takjub, Keano benar-benar masih bisa membaca pikirannya sama seperti dulu.

"Aku gak berubahkan?"

Raya mendorong bahu pria itu. Kini Raya berdiri menyilangkan lengan di dada. Dia menatap Keano marah. Raya sudah mengumpulkan kata-kata yang tepat.

"Bisa gak kamu jangan begini lagi?"

Keano menaikkan bahunya. Raya tersenyum sinis. Pria itu mengajaknya bertengkar.

"Ken, aku sudah gak cinta kamu lagi. Aku lupain kamu. Sekarang aku sudah gak mau lagi berhubungan sama kamu. Bisa gak kamu pergi dari hidup aku?"

Raya bernafas lega berhasil mengeluarkan kata-kata itu. Akhirnya dia bisa menatap pria itu dan berbicara tanpa terbata-bata. Keano menatapnya datar, pria itu tidak menunjukkan wajah marah atau senyuman. Raya menunggu jawaban pria itu lama.

"Kamu gak nanya perasaan aku? Kamu pikir aku masih cinta kamu? Kamu pasti mikir kalau aku mau kembali ke hubungan kita semula?" kata Keano, pandangan mata pria itu lurus menembus mata Raya. Raya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa. Entah mengapa jantungnya berdetak tak berirama. Apakah dia dibuat malu? Atau perasaan lain yang membuatnya gelisah.

"Aku juga gak-" belum sempat Raya berbicara, Keano kembali berkata.

"Kamu benar Raya. Sekarang kamu bisa baca pikiran aku yaa?" kata Keano sambil tersenyum. Pria itu menyandarkan badannya di kursi sambil melipat kaki. Dia menatap Raya dalam sambil menahan tawa. Bagaimana bisa wanita yang berdiri di hadapannya ini berekspresi begitu lucu.

"Kalau diingat-ingat kayaknya kita belum putus deh. Kamu belum pernah bilang kata putus ke aku" kata Keano seolah sedang mengingat masa lalu.

Raya menatap pria itu geram. Raya heran pria itu tidak terganggu dengan pertengkaran mereka. Keano bertindak seolah tidak ada yang terjadi.

"Keano, kita sudah putus" kata Raya menekankan kata putus.

Keano malah tersenyum melihat wajah wanita itu. Dia senang setiap kali mendengar Raya menyebut namanya.

"Oke, aku ikut kamu. Kita sudah putus" kata Keano pada akhirnya.

"Kalau begitu... mau balikan gak?"

Mengapa Harus JumpaWhere stories live. Discover now