Dua Puluh Enam (revisi)

Start from the beginning
                                    

"Jendra, sakit!" Eliya kembali mengadu. Bukannya melepas, Rajendra malah menarik paksa Eliya menuju mobilnya yang terparkir. Tanpa peduli langkah Eliya yang terseok-seok mengimbangi langkah lebar Rajendra.

Kelamaan. Pikir Rajendra maka ia memilih memanggul Eliya dan membawanya cepat-cepat sebelum karyawan lainnya memergoki aksi nekatnya.

"Jendra! Kamu gila! Turunin aku. Aku bukan karung! Aku bisa jalan sendiri!" pekik Eliya setengah berteriak.

Dengan kasar Rajendra memasukkan tubuh Eliya duduk di kursi penumpang, tergesa ia mengambil tali sabuk penggaman dan akan memakaikannya.

"Aku bisa sendiri!" Geram Eliya mengambil sabuk pengaman dari tangan Rajendra, dan memakainya.

Memutar cepat, Rajendra memasuki mobilnya dan membawa Eliya pergi.

Sempat Eliya melihat buket bunga mawar yang diberikan Halim terongok begitu saja di lantai. Beberapa kelopaknya terlepas dan berserakan, hingga tanpa ampun roda mobil Rajendra melindasnya tanpa ampun. Membuat Eliya meringis dalam hati. Menyayangkan kerusakan yang tanpa sengaja ia lakukan. Padahal ia teramat ingin menyimpan bunga tersebut.

"Maafin El, Mas Halim." Batin Eliya menatap nanar keluar kaca mobil.

Jika pemberiannya saja tak bisa ia jaga, bagaimana dengan hatinya kelak.

◎※◎※◎※◎

"Kamu gila, Jen!" Sembur Eliya begitu mereka turun dari mobil.

Gila aja! Rajendra menculiknya dan membawa mereka ke pantai ancol.

"Maumu apa sih, Jen!?" teriak Eliya yang sedari tadi menahan kedongkolan karena ulah mantan suaminya, sesaat setelah menginjakan kaki di atas pasir putih. "Nyeret aku, dan membawaku kesini. Apa sebenernya maumu?"

Rajendra sendiri memilih diam, mencopoti sepatu dan kaus kakinya juga menggulung celana bahannya. Menanggalkan jas mahalnya, lalu menekuk lengan kemejanya sesiku.

Eliya tak habis pikir, apa sebenernya yang Rajendra lakukan. Hatinya masih dongkol. Dari pada ia meluapkan kemarahan. Eliya memilih duduk di samping jas dan sepatu pantofel milik Rajendra.

Sementara pria eksekutif itu menyongsong gulungan ombak yang menyapu pasir.

Ia perlu mendinginkan kepalanya. Meski ia tahu berurusan dengan Rajendra selalu bisa menghabiskan stok kesabarannya.

Lagipula, masih ada sisa ketakutan dalam dirinya saat berdekatan dengan lelaki itu.

Bayang-bayang pemaksaan tersebut, terkadang masih menyusup halus dipikirannya. Takut jika Rajendra kembali menyentuhnya dengan paksa.

Siapa yang akan percaya, jika Eliya menceritakan bahwa seorang Rajendra Kusuma Negara telah memperkosanya.

Hell yeah!

Dia kacung dan Jendra adalah atasannya. Stigma masyarakat lebih menonjolkan siapa Rajendra daripada dirinya.

Si miskin dan si kaya.

Dibelahan bumi bagian mana, yang percaya bahwa si miskin akan menang melawan si kaya?

Mendengus sebal, Eliya memandang lurus ke arah deburan ombak yang menghantam bibir pantai. Menggulung pasir dan membawanya kekedalaman laut, lalu membawanya kembali setelah pasir itu bersih dari sampah dan sebagainya.

Andai ingatan menyakitkan itu bisa bersih setelah tersapu ombak, Eliya akan mengambil langkah tersebut.

Ingatan yang hanya membawa kesakitan tanpa ada obat untuk menyembuhkan luka secara cepat.

Gulungan ombak seakan memanggil kesadaran Eliya, seolah menginginkan dirinya memasuki laut dan menghapus semua ingatan yang menyakitkan.

Menikmati sentuhan halus dan hangat secara bersamaan tatkala butiran pasir bertemu dengan telapak kakinya. Eliya seolah tersihir, akan kelembutannya juga pijatan yang memberikan sensasi menyenangkan.

Sensasi itu semakin menyenangkan saat deburan ombak menggulung lembut kakinya. Seakan alam berkonspirasi, Eliya kembali melangkah. Sihir laut menguasainya. Menghilangkan akalnya hanya agar ia bisa membersihkan ingatan-ingatan menyakitkan tersebut.

Telinganya tiba-tiba menuli, mengabaikan teriakan Rajendra yang memanggil namanya. Hingga sebuah lengan kekar melingkari pinggangnya, dan menariknya menjauh.

"Lepas! Lepaskan aku!" teriak Eliya begitu merasakan tarikan kuat di pinggangnya. Memberontak hebat dalam pelukan Rajendra, yang kembali menyeretnya ke daratan. Meski agak susah payah.

Beberapa kali genggaman Rajendra terlepas, dan terjungkal ke belakang. Pada akhirnya ia berhasil juga.

"El, sadar!" Rajendra membalikan tubuh Eliya yang melemas karena pemberontakan kecilnya.

"Lepas! Lepasin aku!" teriak Eliya kembali memberontak.

"El!"

"Pergi! Biarin aku sendiri." Eliya memukuli bahu Rajendra. "Apa maumu, berengsek? Bukankah kamu bilang untuk menjauh? Sudah aku lakukan. Lalu sekarang apa lagi? Belum puaskah kamu setelah aku dipenjara selama itu?" Amuk Eliya yang kali ini dengan berderai airmata. "Berapa kali aku harus bilang sama kamu. Bukan aku yang nikam papi. Bukan aku! Berapa lama kamu kenal sama aku?.

Apa setega itu aku nikam, Papi? Berapa kali aku harus bilang sama kamu, Jen? Tapi kamu bahkan nggak percaya sama aku." Rajendra diam membisu. Membiarkan Eliya berteriak dan memakinya.

Ada yang meremas jantung Rajendra secara tak kasat mata, begitu melihat airmata Eliya.

Sudut hatinya memang tak mempercayai bahwa mantan istrinya ini melakukan hal itu.

Tapi bukti-bukti menunjukkan bahwa Eliya tersangkanya. Mau tak mau ia percaya bahwa mantan istrinya ini adalah sang pelaku.

"Apa maumu, Jen? Katakan padaku. Pergi, Jen! Pergi! Biarin aku hidup berdua dengan anakku." Jerit Eliya memukuli dada Rajendra.

Alih-alih pergi. Rajendra menarik tubuh bergetar Eliya dalam pelukannya.

Ia tahu bahwa rasa itu masih tertinggal di sana. Berada dalam kegelapan dan menunggu sang pemilik hati menariknya dari sana.

Jika saja ia bisa memutar waktu, Rajendra ingin kembali ke masa itu. Di mana untuk pertama kalinya ia menatap Eliya penuh cinta dan memuja. Mengabaikan segala jenis kesakitan yang ia dapat, menganggap bahwa bersama adalah dunia mereka.

Sudut hatinya berontak. Ingin meninggalkan logika akan kebencian yang membelengu.

Sungguh godaan akan hidup berdua dengan Eliya seakan melambai-lambai ingin direngkuhnya. Mengabaikan semua kesakitan ini, memulai hal baru. Membangun kembali dunia mereka.

Melihat Eliya meraung, berteriak dan mengamuk seperti sekarang seakan menggedor hatinya.

Bahwa wanita ini masihlah pemilik hatinya.

Membiarkan Eliya menangis tergugu dipelukannya, untuk sekali saja ia ingin mengabaikan dunia sekitarnya.

Menepuk pelan punggung Eliya, dan mengecup puncak kepala Eliya yang tertutupi hijab. Rajendra ingin menjadi pria yang sama seperti pertama kali mereka jatuh cinta.

Menjadi Rajendranya Eliya.

●◎●◎●◎●◎

Rasanya emak kena kram otak.
Monggo dibaca. Semoga kalian suka.

Surabaya, 05/11/2018
-Dean Akhmad-

Mantan Suami - Tamat  (HAPUS SEBAGIAN) Where stories live. Discover now