Lima

84.3K 9.3K 184
                                    

"Pulang, Ran." Sebuah suara menginterupsi kegiatan Rania yang sedang menulis sesuatu dalam map.

Sedangkan si pemilik nama, hanya mendengkus sebal. Tanpa ia mendongakkan kepala, ia tahu siapa yang menyuruhnya pulang. Rajendra, abang kesayangannya.

"Enggak! Selama wanita itu masih bergelayut manja. Aku ogah balik ke rumah." Untuk yang kesekian kalinya Rania menolak permintaan Rajendra agar ia mau pulang ke rumahnya.

"Sampai kapan kamu ngambek gak jelas kayak begini?"

"Sampai abang rujuk sama mbak El."

Jendra mengeram. Terkutuklah mantan istrinya itu. Jendra malas jika Rania sudah menyengol nama wanita pembunuh itu dalam obrolan mereka.

Dadanya kembang kempis, terasa begitu menyakitkan. Ada sejumput rasa penasaran, bagaimana kehidupannya sekarang pasca keluar dari penjara. Namun sesaat kemudian, kebencian terhadap wanita itu kembali timbul kepermukaan.

"Jangan pernah sebut nama wanita pembunuh itu," desis Jendra penuh penekanan.

Rania hanya memutar bola matanya. "Emangnya abang pikir Rania gak tahu? Kalo sebenarnya abang diam-diam mikirin mbak El?"

Jendra melotot tak percaya. Bagaimana adiknya ini bisa tahu.

"Sialan kamu, Ran."

"Ya, adik sialanmu ini tahu betul soal kamu, Bang."

Rania masih saja sibuk dengan pekerjaannya. Jendra sendiri sudah mulai jengah dengan sikap adiknya ini.

Harus seperti apa lagi ia membujuk, agar gadis berhijab ini mau pulang ke rumah.

Pembahasan soal mantan istrinya tidak akan pernah tuntas, sama halnya dengan perasaannya.

Jika dulu perasaan cintanya begitu mengebu-gebu, maka sekarang kebencian itulah yang mengakar di hatinya.

Ada satu keinginan ia ingin membalas kebencian itu, namun sisi baiknya selalu berhasil mengembalikan pikiran warasnya.

Hukuman penjara sepuluh tahun--yang seharusnya didapat Eliya--menurut Jendra tak setimpal dengan penderitaan yang sudah ditorehkan wanita masa lalunya. Jendra bahkan menceraikannya tanpa belas kasihan.

Bisikan kebencian itu menutup hatinya. Ia masih belum berpuas hati. Ingin rasanya ia membalaskan semua sakit hatinya juga keluarganya.

"Pulang lah, Bang. Kamu gak perlu bujuk aku."

"Di mana kamu tinggal?"

"Suatu tempat, di mana aku bisa menembus rasa bersalahku." lirih Rania yang kemudian mengembuskan napasnya.

Dering ponsel Rania membuyarkan lamunan Jendra, sekilas diliriknya layar ponsel Rania.

Ray
Calling ....

Ray? Ray siapa?

"Kenapa, Ray?"

"...."

"Iya, ntar dibeliin. Martabak manis gak pake mentega di atasnya, kan'?"

"...."

"Iya, iya ... sampai ketemu di rumah. Iya bentar lagi pulang kok. Dah, Sayang"

Jendra mendelik tak percaya, ada ucapan 'sayang' terselip dipercakapan mereka.

Sialan! Siapa Ray ini? Kenapa Rania manggil sayang ke dia?

Rania menutup teleponnya, kemudian menatap tajam ke arah kakaknya. "Apa?"

"Siapa Ray? Pacar kamu? jadi kamu tinggal serumah sama cowok?" tanya Jendra dengan nada dan tatapan menyelidik.

"Bukan urusan abang! Mau Rania tinggal sama siapa, gak ada hubungannya sama abang." Rania mulai merapikan barang-barang yang berserakan di atas mejanya, kemudian mengambil tasnya dan melenggang pergi meninggalkan Jendra yang masih kebingungan dengan sosok Ray-Ray itu.

Mantan Suami - Tamat  (HAPUS SEBAGIAN) Where stories live. Discover now