Delapan

88.7K 9.3K 251
                                    

Typo bertebaran, harap maklum yes. Authornya langsung ngetik langsung publis. Tanpa edit naskah nih. Jadi ya ... gitu deh. Jangan sungkan kasih kritik saran dan yang lainnya.

______________
______________

Suara pintu tertutup, membuat Eliya melongokkan kepala melalui dinding pembatas antara dapur dan ruang tamu.

Di sana ada Rania sedang bersandar di atas sofa, yang Eliya tahu pasti merasa kelelahan. Ia tahu jarak yang ditempuh Rania dari rumahnya  ke rumah sakit, begitu juga dari rumah sakit ke rumah keluarga Kusuma Negara. Dan itu membutuhkan waktu yang cukup menguras tenaga.

Kebetulan, Eliya sedang membuat secangkir kopi. Dan cokelat hangat yang awalnya ia bikin untuk Rayya. Namun kemudian membawa ke depan dan meletakkannya di depan Rania. Harusnya sih cokelat panas, berhubung si pemilik aslinya sudah berangkat sekolah dan Eliya yang mengantarkannya. Jadilah cokelat panas itu berubah hangat.

"Mbak pikir kamu langsung berangkat kerja?" Eliya menyeruput kopi hitam.

Sudah jadi rutinitasnya, menyeruput kopi hitam setiap pagi hari.

"Enggak, Mbak. Pake baju begini mau berangkat kerja? Yang bener aja? Bisa-bisa turun pasaranku." Rania memperlihatkan sandal jepit merk swallow miliknya.

Eliya hanya tersenyum simpul, menanggapi gurauan Rania dan kembali menyesap cairan hitam pekat tersebut.

"Jadi ... semalem kamu cuma pake sandal?" Anggukkan kecil Rania mempertegasnya.

"Buru-buru, Mbak. Mana sempet keinget make sepatu. Untung-untungan masih inget make sendal jepit."

Iya, sih. Eliya tak menampik hal itu, jika dirinya berada diposisi Rania mungkin ia juga akan senasip dengan adik iparnya ini.

"Bang Jendra baik-baik aja, Mbak. Gak usah khawatir," tukas Rania yang bisa membaca kegelisahan Eliya, meskipun ia ta langsung mengutarakannya.

"Hmm ..." Eliya kembali menyesap kopinya.

"Aku mandi dulu, Mbak." Rania menyesap cokelat hangatnya yang hampir mendingin, lalu beranjak dari duduknya menuju kamarnya.

Eliya sendiri juga akan beranjak dari sofa, hingga ia mengurungkan niat karena ketukan pintu rumahnya.

Ini masih jam tujuh pagi. Siapa yang bertamu sepagi ini. Seingat Eliya, dirinya tak pernah memberitahukan alamat rumahnya pada siapapun. Kecuali pihak HRD tempatnya berkerja.

"Assalamualaikum ..."

Ah, mungkin salah satu teman Rania.

"Wa'alaikumsalam..."

Seorang pria dengan setelan jas tengah berdiri membelakangi Eliya. Membuat pemilik rumah menjadi bertanya-tanya.

"Maaf, siapa, ya?"

Lelaki tegap itu memutar badannya dengan menampilkan senyum lebarnya. Barulah Eliya menyadari siapa tamunya.

"Mas Rahman!" pekik Eliya yang langsung memeluk lelaki dengan senyum tersungging.

Lelaki yang bernama Rahman itu hanya memeluk tubuh kurus Eliya dengan erat. Menyalurkan sejuta kerinduan yang sudah menumpuk.

"Mas kangen sama kamu, El." bisik Rahman yang masih memeluk erat Eliya.

Ada tatapan penuh kerinduan yang terpancar jelas di mata Rahman.

"Siapa, Mbak El?"

Pertanyaan Rania yang serupa seruan itu, mengintrupsi pelukan Eliya dan Rahman. Membuat keduanya kini menatap keberadaan Rania yang berada di belakang Eliya.

Mantan Suami - Tamat  (HAPUS SEBAGIAN) Where stories live. Discover now