T I G A P U L U H L I M A

23.8K 4.2K 261
                                    


"Padahal aku udah janji untuk mengurangi waktu bersama OB-SITAS band dan fokus kuliah, tapi tentu saja alam semesta memutuskan untuk mengajak bercanda dengan melakukan ini padaku," Raquel menghela napas lalu meneruskan ratapannya, "Kalau udah begini, aku harus gimana, Bram? Aku harus gimana?!"

"Ann, tolonglah," Abram membuang pandangan ke arah jendela, "Kalau senang, katakan senang. Percuma meratap, kalau aku bisa melihat cengiranmu."

Raquel jadi cengengesan, "Ini Evan Brahmanta, Bram. Evan Brahmanta! Mana mungkin aku meratap sungguhan karena OB-SITAS band mendapat kesempatan untuk jadi band pembuka di salah satu tour Evan Brahmanta."

"Ini memang kesempatan bagus untuk kalian," kali ini Abram setuju, "Hebat juga manajer pesut itu. Bisa melakukan lobi untuk tour sekelas milik Evan Brahmanta, pastilah dia memiliki banyak koneksi."

"Nooooooo," Raquel tak sengaja menirukan ekspresi Azryl ketika menyatakan ketidaksetujuan, "Evan Brahmanta mendengarkan musik kami, itu yang sebenarnya terjadi."

Sekarang Abram terlihat prihatin, "Kayaknya kamu mulai ngigau lagi."

"Sialan!" Raquel menghajar lengan pemuda tengil itu, "Kali ini aku tidak berkhayal. Evan pernah membagikan video dirinya sedang berolahraga sambil mendengarkan musik OB-SITAS band. Dandelion lagu favoritnya."

"Nyanyi, sayang."

"Kau bisa melihatnya sebagai harapan," tangan Raquel terulur untuk mengusap lengan Abram selagi berdendang, "Atau sekedar rumput liar, tapi percayalah, selamanya kau menjadi dandelionku."

"Kok nggak merdu?" kening Abram berkerut, "Pakai acara raba-raba segala lagi."

Raquel cekikikan, "Cuma kamu ini yang dengerin."

"Dasar."

Meraih ransel yang sedari tadi diletakkan di kursi penumpang, Raquel berpamitan, "Terima kasih sudah diantar pulang. Hati-hati di jalan."

"Aku akan menyapa Ibu kamu."

Raquel celingukan mencari kendaraan yang biasanya digunakan Vania, "Kayaknya Ibu belum pulang."

"Berarti rumah kamu sepi!" ekspresi Abram berubah jadi bersemangat.

"Iya. Kesempatan bagus untuk anu-anu nih!" Raquel ikut-ikutan semangat.

Abram tertawa lalu menarik dagu gadis itu untuk diberi kecupan, "Nanti malam ku telepon."

"Ya. I love you."

"I love you more."

"Nooooo. I love you much more."

Ekspresi Abram berubah jadi masam, "Selalu saja bercanda."

Seketika mata Raquel membulat, "Siapa yang bercanda, Bram? Aku memang sayang sama kamu."

Abram tak bisa tak tersentuh ketika Raquel berusaha membalas tatapannya meskipun terlihat malu dan rikuh. Melakukan konsultasi tak langsung mengubah gadis itu, karena kerusakaan yang terjadi sudah terlanjur dalam. Yang ada Raquel justru ketiduran, setelah menolak untuk bicara pada sang dokter, karena cemburu melihat wanita itu mengobrol akrab dengan ayahnya. Benar-benar haus akan kasih sayang dan perhatian.

Napas Abram tercekat karena kenyataan itu. Diulurkannya tangan untuk membelai pipi Raquel, pelan dan hati-hati, seakan gadis itu akan hancur karena satu sentuhan. Raquel sendiri langsung memejamkan mata, menikmati kehangatan yang diberikan Abram untuk mencairkan hati bekunya, lalu memiringkan wajah agar bisa mengecup telapak tangan pemuda itu.

R A Q U E LWhere stories live. Discover now