S A T U

110K 6.4K 231
                                    


"MARYANN RAQUEL!!"

Sesosok tubuh mencelat dari atas empuknya kasur karena panggilan bernada kesal itu. Dengan mata sepat karena menahan kantuk, pemilik tubuh itu merangkak di atas lutut untuk membuka pintu, dan bertanya dengan suara serak, "Kenapa Bu? Gempa? Tsunami?"

"Gempa! Gempa!" Omelan itu datang bersama jeweran, "Kamu ini ya! Kamu pikir sekarang jam berapa? Anak kuliah macam apa yang bangunnya jam sebelas siang, hah?"

"Hari ini kelasnya sore, Bu," Si gadis merengek sambil memegangi telinga, "Lepasin dulu ini jewerannya, sakit."

"Nilai hancur-hancuran, IPK menggenaskan, pulang selalu larut malam dan kamar berantakan! Kamu ini mau jadi apa sebenarnya, hah?" Si Ibu mengomel sambil sambil berjalan menuju ranjang untuk membenahi pakaian yang terhampar di sana-sini.

"Mau jadi penyanyi," Jawab Raquel percaya diri, "Kalau nggak bisa jadi penyanyi, jadi orang kaya juga nggak papa."

Berusaha mengabaikan ucapan tak masuk akal itu, sang Ibu bertanya, "Kalau minat kamu sedemikian besarnya di dunia musik, kenapa kuliah di Jurusan Pertanian?"

"Untuk mengurangi angka kelulusan Sarjana Ekonomi," Raquel cengengesan ketika mengungkapkan alasannya, "Udah banyak yang jadi Sarjana Ekonomi, Bu. Aku nggak mau ikut-ikutan."

"Astaga," Sang Ibu mengusap dada karena tak tahu lagi harus berkata apa, "Kamu ini ya. Udahlah, mending kamu mandi dan makan, daripada Ibu tambah sakit kepala mendengar omongan nggak masuk akal kamu itu."

"Kok Ibu masih di rumah jam segini? Nggak kerja?"

"Pulang sebentar karena ada yang ketinggalan."

"Oh," Raquel membulatkan mulut lantas meminta, "Nanti malam masak ikan panggang ya Bu?"

"Memangnya kamu makan di rumah?"

"Ho-oh," Gadis itu mengangguk, "Jadwal manggung lagi kosong."

"Kamu tahu kan, kalau Ibu kamu nggak senang melihat kamu keluyuran setiap malam?"

"Ibu juga tahu kan, kalau aku bisa menjaga diri?" Kemudian Raquel tersenyum untuk meminta pengertian, "Itu kenapa Ibu nggak pernah melarang aku nongkrong dengan anak-anak OB-SITAS. Iya kan?"

Pada akhirnya Sang Ibu hanya bisa menghela napas dan berkata, "Kamu anak perempuan, karena itu jaga diri baik-baik."

"Pasti, Bu!"

Tanpa diminta pun Raquel sudah bersumpah untuk tidak mengecewakan Ibunya, karena ia percaya, kalau menyakiti orang yang berharga untuk dirinya sendiri adalah luka terbesar yang tak termaafkan.

*

RAQUEL – JessJessica

*

"Rachel?"

"Raquel," Raquel menghela napas karena bosan mengalami kejadian serupa untuk sekian kalinya. Dengan malas ia mulai mengeja namanya, "R A Q U E L."

"Oh," Sambil mengetik sang kasir kembali bertanya, "Dipanggil Quel?"

Kening Raquel berkerut, namun ia tetap menjawab, "Raquel. Qel."

"Jadi beda dengan nama aslinya dong?"

Karena senewen, Raquel mengeluarkan ponsel dan mengetikkan GEORGE besar-besar di sana. Gadis itu kemudian mengulurkan ponselnya ke wajah sang kasir dan bertanya, "Sering dengar nama ini kan? Menurut Mbak cara bacanya gimana?"

"Jorge?" Sang kasir bertanya tak yakin.

"Jorge, Josh, dan bahkan Jerzy," Kemudian Raquel menjentikkan jarinya, "Ngerti kan maksud saya? Nggak ada bahasa baku untuk sebuah nama, dan nggak ada aturan yang mengharuskan saya menggunakan nama panggilan yang sama dengan orang lain, yang kebetulan memiliki nama sama dengan saya. Lagipula, yang punya nama saya, kok Mbak yang repot sih?" Cerocos gadis itu kesal, "Mau bikin kartu diskon aja ribet banget. Tahu begini tadi nggak usah pakai diskon, 20% pun!"

Sang kasir jadi nyegir mendengar omelan pelanggannya. Dengan sopan ia mengulurkan kartu berwarna kuning kepada Raquel yang masih memasang wajah cemberut, "Ini kartunya, Mbak. Bisa digunakan tiap kali berbelanja di sini," Kemudian wanita itu menyerahkan kertas tagihan beserta penjelasan, "Dan ini bukti pembayaran sekaligus kupon diskon. Dengan kupon ini, Mbak bisa mendapat potongan lima puluh ribu untuk setiap barang bertanda khusus."

"Buat Mbak aja kuponnya," Sahut Raquel sambil menerima kartunya, "Saya udah selesai belanja."

Setelah mengucapkan terima kasih, Raquel menjinjing kantong belanjaannya menuju counter ice cream. Tidak menunggu terlalu lama sampai ia mendapatkan pesanannya, dan membawanya menuju kursi tersudut yang tak diduduki oleh siapapun. Gadis itu meletakkan baki pesanannya di atas meja, menghempaskan tubuh di kursi lantas merogoh saku untuk meraih ponselnya yang bergetar, "Raquel di sini."

"Qel?"

"Ya Mas Nduuuut?"

"Lagi di mana?"

"Mall. Kenapa?"

"Besok malam ada tawaran manggung. Bisa kan?"

"Loh? Kok tiba-tiba Mas? Kan belum latihan dan..,"

"Jam sembilan," Potong pria di seberang sana, "Lima lagu."

"Tapi...,"

"Jangan lupa latihan."

"Tapi Mas...,"

Panggilan yang diputuskan begitu saja, membuat Raquel hanya bisa menatap layar ponselnya dengan nelangsa. Tadi itu Mas Ryan, Senior dari Fakultas Ekonomi yang berada di UKM yang sama dengannya. Pria obesitas itu memiliki obsesi untuk menjadi manajer, dan demi mewujudkan cita-citanya, Ryan membentuk grup band yang terdiri dari lima orang mahasiswa yang tak pernah menyatakan kesediaannya untuk bergabung di dalam band tersebut.

Ketika pertama kali diberitahu kalau ia telah dipilih menjadi vokalis utama dari OB-SITAS Band –tentu saja nama tersebut terinspirasi dari berat badan Ryan-, Raquel menolak, berteriak, dan bahkan mencekik Ryan sebagai bentuk protesnya. Tapi Ryan mengatakan kalau mereka telah menjalin kontrak selama tiga bulan untuk mengisi live music di cafe kenalannya, dan Raquel yang tak memiliki uang untuk membayar penalti apabila mengingkari kontrak tersebut, tak memiliki pilihan lain selain naik ke atas panggung dengan kaki gemetar dan suara fals.

Cafe tersebut tak pernah melanjutkan kontrak dengan OB-SITAS Band, dan Raquel terkejut ketika menyadari kalau ia mulai menikmati kegiatannya bersama OB-SITAS Band. Pemikiran kalau band yang digawanginya hanya bertahan selama tiga bulan, membuatnya merasa malu karena tak pernah berusaha dengan bersungguh-sungguh, namun sekali lagi ia salah karena telah meremehkan obsesi Ryan. Entah bagaimana caranya Ryan selalu berhasil menggaet cafe lain sebagai panggung bagi OB-SITAS Band, dan masih terus seperti itu hingga sekarang.

Waktu terus berlalu dan kebersamaan mereka membuat Raquel menjadikan personil OB-SITAS Band dan Ryan sebagai keluarganya yang lain. Mereka telah melewati masa sulit dan bahagia bersama, yang membuat mereka semakin akrab satu sama lain. Tak jarang mereka bertengkar satu sama lain, saling memaki dan bahkan saling mengacungkan tinju. Namun kebersamaan dan kecintaan yang sama pada musik berhasil membuat mereka melewati semua masa itu, meskipun sampai sekarang Raquel masih sering merasa ingin memukul Ryan yang seenaknya mengubah dan atau menambah jadwal manggung mereka, seperti sekarang. Dan sepertinya perasaan itu bukan miliknya sendiri, karena ketika ia membuka obrolan grup mereka, ia melihat kemarahan yang sama dari personil OB-SITAS Band lainnya.

Ryan OB-SITAS : Nanti malam latihan di tempat biasa.

Ryan OB-SITAS : Jangan sampai ada yang terlambat.

Clement OB-SITAS : Fakyu!

Lukas OB-SITAS : (2)

Adriell OB-SITAS : (3)

Jethro OB-SITAS : (4)

Raquel OB-SITAS : Fakyu!

Ryan OB-SITAS : Itu baru semangat!

Oh, Raquel benar-benar akan membunuh pria bertubuh dan bermuka badak bernama Ryan secepatnya!!

**

R A Q U E LWhere stories live. Discover now