D U A P U L U H T U J U H

25.2K 4.6K 315
                                    

Raquel sudah selesai mandi ketika mendengar suara kendaraan berhenti di depan rumah. Kebingungan karena yakin melihat kendaraan ibunya terparkir di teras yang menandakan wanita itu sudah pulang sejak tadi, gadis itu mengintip melalui horden yang disibakkan hanya untuk mendapati kendaraan perak milik Felix yang baru saja tiba. Pria yang biasanya menggunakan jasa supir untuk bepergian itu kali ini menyetir sendiri, dan sedang berjalan ke kursi penumpang untuk membukakan pintu bagi Vania terlihat lelah dan mengantuk.

"Habis dari mana?" ekspresi curiga bercampur cemburu yang terpasang di wajah Raquel sekarang, persis seperti milik seorang ayah protektif yang mendapati anak gadisnya diantar pulang pemuda tampan.

"Kantor," jawaban Vania tidak terdengar bersahabat, "Memangnya dari mana lagi?"

"Jalan-jalan, makan-makan, belanja-belanja," Raquel sungguh penuh prasangka, "Kencan."

"Bukannya kamu yang kencan dengan Abram?"

"Ya tapi kan nggak diajak belanja-belanja," Raquel membalas sengit, "Pasti Ibu habis belanja. Iya kan?" kemudian gadis itu menambahkan dengan nada sakit hati, "Kalau lagi senang-senang aja, lupa udah punya anak."

Vania mendengus tanda kehabisan kesabaran dengan sikap drama Raquel, kemudian berjalan masuk ke rumah setelah menggerutu kepada Felix, "Urusin tuh anak kamu."

"Sekarang aku jadi anak Ayah?" protes Raquel tak terima dengan kenyataan kalau dirinya telah dicampakkan, "Setelah Ibu menghabiskan uang Ayah untuk kepentingan Ibu sendiri, lalu aku jadi anak Ayah?"

"Oh astaga Maryann Raquel Wibowo!!" Vania menjerit histeris dari dalam rumah, "Kalau Ibu memang pergi belanja, lalu mana kantong belanjaannya? Apa kamu melihat tangan Ibu dipenuhi dengan kantong belanjaan? Apa yang ada di tangan Ayah kamu itu makanan untuk malam ini, karena Ibu kehabisan tenaga untuk memasak, dan kamu tidak becus dengan urusan dapur."

"Ibu lembur, Ann," Felix melingkarkan lengannya di pundak Raquel selagi mengajak gadis itu menyusul Vania ke dalam rumah, "Itu kenapa kami pulang larut."

"Lembur di mana?" tanya Raquel sambil memperhatikan Vania mengulurkan botol minuman yang diterima Felix dengan gumaman terima kasih.

"Ya?"

"Lembur di kantor atau lembur di hotel dengan Ayah?"

Pandangan Felix teralih pada Vania yang sedang membuka bungkusan makanan, "Apa Ann selalu bersikap menyebalkan seperti sekarang, tiap kali ingin dibelanjai?"

Shit! Ketahuan.

"Hanya kalau jumlah uang yang diinginkannya tidak masuk akal," rengut Vania sambil mencomot makanan untuk dimasukkan ke dalam mulut, "Ini kamu bawa apa sih? Enak. Ada tumis jamurnya."

"Ibu rakus!" Raquel mencela karena Vania berbicara dengan mulut penuh makanan.

"Ibu lapar," Vania membela diri, "Sejak tadi siang cuma makan roti dan segelas teh."

"Dibiasakan, Vania," Felix ikut mencela, "Dibiasakan seperti itu, supaya terkena maag."

"Ini udah dibiasakan," sahut Vania bengal, menjelaskan asal muasal sikap Raquel yang tak tahu aturan.

"Ibu memang begitu, Yah," Raquel menyambar karena merasa memiliki kesempatan untuk memperbaiki citra diri dengan menjelek-jelekkan ibunya, "Ngomel kalau aku telat makan, sendirinya males makan dan hampir setiap hari makan rujak. Padahal rujak nggak baik untuk kesehatan. Iya kan, Yah?"

"Jangan fitnah kamu," pipi Vania masih menggembung, namun ia tetap sanggup melotot, "Sejak kapan Ibu suka makan rujak?"

"Jangan dipikir aku nggak tahu kalau akhir bulan lalu Ibu nongkrong di penjual kelapa muda dengan Lukas," Raquel menyipitkan mata penuh tuduhan, "Pakai acara makan rujak sepiring berdua lagi. Ganjen!"

R A Q U E LDonde viven las historias. Descúbrelo ahora