09

20.7K 1.6K 83
                                    


"Lo duluan yang masuk. Kan lo yang punya rumah, Na." Agatha mendorong punggung Ivana. Sudah lebih dari beberapa menit mereka bertiga berdiri di depan pintu rumah Ivana.

"Emang Mama-Papa lo ke mana, Na?" tanya Azrina pada Ivana yang sejak tadi gelisah membayangkan wajah kakaknya yang marah.

"Ke Bogor dari kemarin, katanya baru balik besok," jawab Ivana. "Gue takut nih sama kakak gue. Dia kalau marah tuh ngelebihin raja rimba," lanjut Ivana dengan mimik ngeri. Azrina dan Agatha tertawa kecil mendengar pernyataan Ivana.

"Lo takut sama Kak Kevin, tapi berani-beraninya ngambil kunci mobil tanpa seizin dia," tukas Agatha.

"Gue bawa mobil dia juga buat makan kue di toko nyokap lo, Tha." Ivana memberikan pembelaan.

Agatha melotot. "Gue pikir lo udah diizinin! Ih, mampus gue bakal ikutan kena omel kakak lo, nih,"

"Tenang aja, Tha. Lo gak bakal kena omel Kak Kevin," ujar Azrina sambil tersenyum kecil.

"Kakak gue tadi lagi tidur, dan gue ngendap-ngendap buat ngambil kuncinya di gantungan. Untung kali ini dia lupa sembunyiin," Ivana bercerita dengan wajah cemberut memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk menghadapi kemarahan kakaknya.

Setelah dari toko roti mamanya Agatha, mereka bertiga lalu pergi menonton film di bioskop, kemudian makan malam dan baru sampai di rumah Ivana pukul sepuluh malam. Agatha sudah meminta izin mamanya untuk menginap di rumah Ivana, sedangkan Azrina baru memberi kabar ayahnya ketika sudah dalam perjalanan ke rumah Ivana. Dia memberi alasan menginap karena sudah kemalaman.

Besok adalah hari libur dan karena itu mereka berniat untuk sekalian saja menginap. Selain itu, mereka juga ingin mengorek lebih jauh tentang pertemuan tadi siang dengan Ghali.

Ivana akhirnya memberanikan diri membunyikan bel rumah karena sudah semakin malam dan mereka pun sudah capek berdiri.

Saat pintu terbuka lebar, hal yang pertama Agatha lihat adalah wajah Kevin, kakaknya Ivana. Mata cowok itu terlihat menyipit memandang tepat ke arah Agatha—sepertinya baru bangun tidur.

"Hai, Kak," sapa Ivana pada kakaknya, berniat basa-basi. Orang lain yang baru pertama kali melihat mereka akan berpikir bahwa keduanya bukanlah saudara. Wajah Kevin yang lebih kebule-bulean tampak persis seperti papanya, sementara Ivana mewarisi ciri oriental dari mamanya.

"Enak banget lo pulang malem habis bawa mobil gue gak pake izin," sungut Kevin kepada Ivana yang berdiri di samping Agatha dengan was-was. Ivana hanya meringis, sudah menduga akan mendapat kemarahan sang kakak.

"Maafin Ivana, Kak. Gak lagi-lagi deh ngambil mobilnya tanpa izin," Ivana menyengir lebar, memohon kemurahan hati Kevin. Ivana berdiri semakin rapat ke Agatha, yang membuat Agatha mengernyit, berpikir kalau Ivana akan menyeretnya agar kena omelan Kevin juga.

Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Kevin hanya menghela napas pendek. Dengan raut wajah yang masih kesal, dia bergeser ke samping, memberikan jalan kepada adiknya untuk masuk ke dalam rumah.

Agatha terkekeh melihat Ivana yang langsung berlari ke dalam rumah, disusul Azrina yang berjalan cepat, kemudian Agatha di belakang mereka. Agatha tersenyum kecil, menundukkan kepalanya saat melewati Kevin yang hanya diam dan terus menatapnya.

Di dalam kamar Ivana, Agatha langsung mengempaskan tubuhnya di atas ranjang, di samping Azrina yang duduk di tepi tempat tidur sambil bermain ponsel.

"Kak Kevin suka sama lo, Tha," ujar Azrina tiba-tiba.

Agatha mengernyit, bingung kenapa tiba-tiba Azrina mengatakan hal itu kepadanya.

"Ih, jangan mau sama kakak gue, Tha," teriak Ivana dari dalam kamar mandi.

Our YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang