03

34.5K 2.5K 286
                                    


Peluh mulai bermunculan di dahi Bu Hastuti

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Peluh mulai bermunculan di dahi Bu Hastuti. Mesin pendingin ruangan yang rusak sejak kemarin belum juga kunjung diperbaiki, meskipun sudah dilaporkan ke bagian pemeliharaan lingkungan sekolah. Ruang Bimbingan Konseling semakin bertambah panas dan sesak dengan kehadiran tujuh siswa yang berdiri dengan kepala menunduk di hadapan Bu Hastuti.

Sudah hampir selama satu jam Bu Hastuti menceramahi ketujuh siswa di depannya. Beliau tidak habis pikir karena ketujuhnya tidak kunjung kapok membuat masalah di dalam sekolah. Meskipun begitu, bukan berarti perempuan paruh baya itu akan membiarkan mereka kembali ke kelas dengan mudah.

Bu Hastuti mengembuskan napas pelan sambil bergantian melihat dengan saksama kepada siswa-siswa di depannya.

"Itu," Bu Hastuti mengangkat tangan, menunjuk ke depan, ke arah pintu keluar ruang BK, "yang lapangan di sana bukan tempat untuk main bola," lanjutnya, menurunkan telunjuknya perlahan. Kedua tangannya kini bertumpu pada kedua sisi meja.

"Tapi kan biasa dipakai buat olahraga juga, Bu. Jadi, nggak masalah kan kalau kami pakai main bola?" tanya Zaky. Dia berbicara dengan kepala yang masih menunduk.

"Nggak masalah kalau memang sedang digunakan untuk mata pelajaran olahraga," tukas Bu Hastuti.

"Tapi kalau sore, sering dipake latihan anak-anak paskibra, Bu."

"Latihan paskibraka memangnya main bola?"

"Hah?" Zaky mengangkat kepalanya, menatap Bu Hastuti dengan raut bingung. "Maksudnya gimana, deh, Bu? Kok ibu nggak jelas gitu?"

"Kamu ngatain saya nggak jelas?" tanya Bu Hastuti, tiba-tiba menjadi sensi.

Keenam siswa yang lain tersenyum kecil, berusaha sekuat mungkin menahan tawa mendengarkan percakapan antara Zaky dan Bu Hastuti. Ghali yang berdiri persis di belakang Zaky menundukkan kepalanya dalam-dalam, mencoba menahan dirinya agar tidak kelepasan tertawa.

Sekitar satu setengah jam yang lalu, Ghali dan teman-temannya itu bermain bola di lapangan sekolah. Mereka memutuskan bermain sebentar setelah mata pelajaran olahraga berakhir. Sepuluh menit bermain bola, Arya menendang bola dengan penuh semangat. Bola tertendang tinggi, melayang keluar dari lapangan dan menerjang jendela laboratorium Biologi, memecahkan kacanya menjadi berkeping-keping. Terdengar teriakan histeris dari dalam laboratorium Biologi.

Ketujuh siswa itu terdiam, mematung di tengah lapangan, memandangi kerumunan siswa-siswi yang serentak keluar dari dalam laboratorium. Seketika berpuluh mata memandang ke para tersangka di lapangan. Beberapa guru berduyun-duyun datang, termasuk Bu Hastuti yang terkejut melihat serpihan kaca jendela laboratorium yang berceceran di lantai koridor. Bukan hanya itu, beberapa peralatan di laboratorium yang ada di dekat jendela juga ikut rusak. Bahkan ada satu siswa yang tangannya berdarah karena terkena pecahan kaca.

"Kalau diingat-ingat, kalian ini memang sering bikin keributan di sekolah, ya?" tanya Bu Hastuti dengan suara pelan, tapi tetap terdengar tegas.

Tak ada satu pun di antara tujuh siswa itu yang menjawab.

Our YearsWhere stories live. Discover now