08

19.3K 1.7K 67
                                    


___

"Ma, yang tadi itu siapa?" tanya Ghali begitu mereka sudah kembali berada di dalam mobil. Ghali perlahan menyalakan mesin mobil dan bersiap melajukannya keluar dari area parkir toko.

"Ya temennya Mama lah," jawab Amira sambil sibuk mencari perangkat tablet yang disimpannya di dalam tas.

Ghali menghela napas. "Maksud Ghali yang tadi Mama peluk," lanjut Ghali. Dan yang Mama panggil 'Sayang', batin Ghali menambahkan. "Akrab bener keliatannya."

"Cemburu Mama akrab sama anak orang?" goda Amira. Ghali mendecak menanggapi keisengan sang mama. Amira tertawa lalu mengacak-acak rambut Ghali. "Dia teman sekelas kamu, kan. Agatha," ujar Amira.

Ghali menoleh ke Amira. "Kok, Mama kenal?"

"Ya kenal lah, dia kan anaknya temen Mama tadi, Tante Helsa."

"Nama tokonya pakai nama anaknya, ya?"

"Ih, anak mama pinter banget, sih," goda Amira lagi.

Kali ini Ghali tidak menanggapi keisengan mamanya. Konsentrasinya sedang terbagi, antara mengemudikan mobil dengan memikirkan tentang Agatha. Ketika tadi membaca nama toko, dia memang langsung terbayang kepada Agatha. Dia sempat berpikir kalau itu hanya kebetulan, tetapi dia tidak menyangka kalau ternyata toko itu kepunyaan mamanya Agatha. Kejutan lain yang didapatnya adalah ternyata Agatha anak dari teman mamanya. Ghali menggeleng-gelengkan kepalanya, tiba-tiba merasa pusing dengan semua kebetulan yang terjadi.

"Mama baru tahu lho kalau kamu satu sekolah sama Agatha," kata Amira, "sekelas lagi."

"Mama tahu dari mana?"

"Dari Helsa. Tadi kami sempat ngobrolin kalian, nostalgia masa lalu."

"Oh."

"Helsa itu sahabat Mama dari SMA. Kalau ketemu ya untung-untungan gini, kalau nggak pada sibuk." Amira mulai bercerita sambil memiringkan tubuhnya ke arah Ghali. "Mama udah sering ketemu sama Agatha, bahkan dari masih bayi. Kamu juga dulu sering main sama Agatha, lho."

Ghali menoleh dan menatap mamanya dengan terkejut. Beberapa saat kemudian pandangannya kembali menuju ke jalanan. Pegangannya mengerat di setir mobil. Sering main sama Agatha? tanya Ghali dalam hati.

"Iya, kamu sering main sama dia waktu masih balita," lanjut Amira, seolah-olah menjawab pertanyaan dalam hati Ghali. "Tapi waktu kalian besar, kalian jarang ketemu, jadinya nggak saling kenal, sampai ke sekarang."

"Umur tiga tahun Agatha dibawa ke Paris, di sana mereka tinggal di sana bareng Oma dan Opa-nya. Mereka balik ke Indonesia setelah papanya Agatha beres kerjaannya di sana. Waktu mereka pulang ke sini, kita lagi di Jogja, kamu masih SD. Tinggal di sini lagi pas kamu SMP, dan tiap Mama ajak temenin ketemuan sama Helsa, kamu gak mau. Jadinya kamu dan Agatha gak pernah ketemu."

Ghali hanya diam mendengarkan cerita mamanya yang panjang.

"Dulu, papa kamu juga deket sama papanya Agatha."

Ghali menggigit bibirnya, tangannya mencengkeram erat setir mobil. Mendengar perkataan mamanya barusan memaksanya membuka kembali rasa sakit yang masih terus disimpannya.

Ghali sekilas melihat ke mamanya, rasa khawatir muncul ketika menatap mamanya yang melihat ke depan, namun tatapannya tampak kosong, seperti sedang memikirkan atau mengenang sesuatu. Senyum tipis muncul di bibirnya yang terpoles merah lipstik. Ghali merasa sesak di dadanya karena melihat raut wajah sang mama yang selalu sesuram itu ketika menyebut-nyebut tentang sang papa.

***


Nungguin, nggak?

thanks for reading!

love,

sirhayani

Our YearsWhere stories live. Discover now