toko buku

36.1K 3.5K 148
                                    

Masih ingat Gani, Gladis, Sheryl, Tian dan Misca?

Semoga masih.

Ada yang nunggu kelanjutannya?

Akhirnya bisa up lagi setelah sekian lama dilanda kesibukan.

Semiga kalian suka yaaa😘😘

Happy reading!!

***

Aroma buku tercium ketika Sheryl dan Gani melangkah memasuki toko buku. Udara yang membawanya bernostalgia dengan ingatan lama. Dulu, Sheryl kecil sering menemani almarhum Ayah membeli peralatan melukis di toko ini. Berlarian di antara jejeran rak, sambil mencari buku mewarnai yang nantinya akan Ayah belikan sebagai upah menemaninya berbelanja. Diam-diam Sheryl tersenyum kecut ketika ingatan itu kembali terlintas.

Pandangan Sheryl lalu berlarian pada buku-buku yang berjejer rapi sepanjang rak. Tangan kanannya menyentuh buku apa saja yang dilewatinya, sambil mengikuti punggung Gani dalam diam.

Entah apa yang cowok itu cari. Rak buku pelajaran Gani lewati, begitu pun buku-buku filsafat yang sering kali cowok itu baca ketika senggang. Mereka melewati beberapa rak buku non fiksi sebelum akhirnya berbelok di antara rak novel, menuju bagian terpojok dari ruangan itu, dan berhenti pada komik-komik yang berjajar rapi, yang tiba-tiba saja membuat senyum di wajah Gani terbit. Kaku, tapi cocok di wajah cokelat dengan bingkai kaca mata hitam itu.

"Komik lagi? Gue kira lo ke sini mau cari buku pelajaran buat persiapan ujian semester nanti," ucap Sheryl ketika Gani membungkuk, mengambil salah satu komik dari rak terbawah.

"Ini juga namanya belajar. Cuma beda konteksnya aja." Gani lalu menyobek plastik tipis yang melapisi buku itu. Wajahnya mendekat ketika buku itu terbuka, menghirup dalam-dalam aroma buku baru yang selalu ia suka. "Lo tau nggak, Sher? Aroma buku yang baru dibuka punya efek nyaman dan menenangkan, seperti cokelat, kadang juga seperti kopi."

"Book Sniffer!" tuduh Sheryl. Dia pernah baca istilah itu di line today beberapa hari yang lalu.

"Gue?" Gani sontak mendongak, menatap Sheryl yang kini bersandar menyamping pada rak buku. "Bisa dibilang gitu sih."

Sheryl manggut-manggut, lalu terkekeh kecil.

"Kalau gue sih lebih suka aroma uang," katanya yang dibalas dengusan pendek oleh Gani. Gani menggeleng dan menatapnya dengan wajah datar sambil menghela napas.

Melihat hal itu, Sheryl memukul bahu cowok itu gemas.

"Bercanda, Gan! Astaga lo liatin gue seolah gue beneran cewek matre aja."

Tapi Gani tak bereaksi. Ia diam, masih menatap Sheryl seperti sedang tersadar akan sesuatu.

"Apa perasaan gue aja kalau dulu kita nggak seakrab ini? Padahal tiap hari ketemu di rumah." Pertanyaan itu lantas membuat tawa Sheryl terhenti.

Iya. Dia sadar akan hal itu. Dulu baginya, Gani adalah sosok yang harus ia hormati. Gani majikan, salah satu alasan yang membuatnya sangsi berinteraksi dengan Gani di luar kewajibannya melayani keluarga Andalas, di samping karena status mereka yang timpang itu.

Sampai tiba-tiba seminggu lalu Gani menawarkannya tumpangan pulang. Entah ada angin apa.

Sejak itu, rasanya semua tak secanggung dulu. Apalagi setelah banyak keterlibatan cowok itu dalam kebohongan-kebohongan yang Sheryl perbuat ke Bebi dan Maura. Entah salah atau tidak situasi semacam ini.

"Iya... tapi... makin deket sama lo malah ngebuat gue ngerasa semakin buruk," kata Sheryl tertunduk lesu. "Akhir-akhir ini gue malah ngerasa nggak tahu diri. Sering minta bantuan lo dan malah ngebuat lo kelihatan rendah di depan temen-temen gue."

Sheryl menghela napas. "Sorry ya, Gan." katanya seraya mendongak, mencoba menatap Gani, penasaran ekspresi macam apa yang sedang Gani tujukan ke arahnya.

Dan ternyata cowok itu masih menatapnya datar tanpa ekspresi.

"Gue nggak pernah ngerasa dirugikan atas itu semua, karena selama ini gue nggak peduli tentang pandangan orang terhadap diri gue. Mau mereka mikir gue miskin kek, anak pembantu kek, gue nggak keberatan atas tudingan itu walau sebenarnya semuanya nggak bener." Gani sedikit tersenyum, sebelum kembali berekpresi datar. "Lo tau nggak, Sher, kepedulian lo pada perkataan orang lain malah ngebuat lo jauh sama diri lo yang sebenarnya. Lo... jadi sosok yang bakal lo sendiri nggak kenal. Percaya deh sama gue, hal itu cuma akan ngebuat lo kesusahan aja nantinya."

Sheryl terdiam. Pikirannya penuh dengan kata-kata Gani. Cowok itu benar, semua yang Sheryl lakukan memang tak membuatnya bahagia sedikitpun, yang ada malah membuat Sheryl dihantui rasa takut jika suatu saat rahasianya akan terbongkar.

Gadis itu menelan ludah susah payah. "Gue tau itu," katanya. "Tapi apa yang bisa gue lakuin kalau keadaannya udah terlanjur begini? Gue jujur aja gitu kalau gue anak pembantu? Jujur kalau sebenarnya gue nggak punya apa-apa? Jujur kalau lo majikan gue?" Sheryl menggeleng berkali-kali, lalu mengela napas lemah. "Yang ada gue malah jadi bahan bully-an anak satu sekolah, Gan, kalau mereka sampai tau gue cuma anak pembantu--"

Brakk!

Sheryl terdiam, begitu pula Gani. Keduanya menoleh ke arah buku-buku yang berjatuhan di belakang Sheryl--yang kini sedang dipungut oleh seorang cewek berambut panjang. Gani berinisiatif menghampiri cewek itu. Cowok itu membungkuk dan perlahan memungut satu persatu buku yang berjatuhan.

Sheryl masih terdiam di tempatnya, mengamati cewek itu dalam diam. Model rambutnya kayak pernah liat, kayak... Eh?  Enggak mungkin! pikir Sheryl.

Saat cewek itu mendongak untuk kembali meletakkan buku-buku tadi ke dalam rak, ketidakmungkinan di benak Sheryl menjadi nyata. Cewek itu tersenyum ke arah Sheryl. Senyum yang mampu membuat Sheryl bergidik dan membeku di tempat tak berkutik. Jantungnya seperti baru saja dihantam bola meriam dengan mendadak, lalu meledak. Bumm!

"Hai, Sher!" sapanya angkuh, membuat seluruh tubuh Sheryl gemetar.

"Mis... Misca?"

***

Gimana?

Mungkin akan kebayang kan klo ceritanya memasuki babak yg panas.

Wkwkkw

Ada pesan buat

Gani

Sheryl

Misca

Aku?

Jangan lupa komen dan vote

Semoga suka ya :))

Jangan lupa follow instagram

Putrilagilagi
Ganindra.putra
Gladisya.alunar
Misca_adidarma
Sheryl_laina


BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang