I really like you...

53.2K 5.7K 378
                                    

Ganindra Putra Andalas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ganindra Putra Andalas

Ganindra Putra Andalas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gladisya Aluna Riyadi

Haiii.. lama gak nulis di sini. Semoga masih ada yang terus mantengin lapak yang selalu gue sentuh tiap gue bosen ngetik i'm your2 ini!!!

para shiper Gani-Gladis... Selamat!! kalian akan bahagia begitu baca bab ini!!

Happy reading!!!


***


"Lo di mana? Gue sama Rafael udah nungguin lo di kantin dari tadi. Lo bilang ke toilet cuma sebentar." Suara Siska yang terdengar kesal itu keluar dari ponsel yang menempel di telinga Gladis. Gladis mempercepat langkah kakinya, takut cewek yang sedang menelponnya itu muncul tiba-tiba dan menariknya untuk ikut entah ke mana. Tapi yang pasti, akhir-akhir ini Gladis mulai bosan dengan rutinitasnya bersama Siska. Sekarang nonton sama Rafael, besok sama Baron, besoknya lagi entah dengan siapa cewek itu mengatur jadwalnya sepulang sekolah.

Kali ini Gladis merasa harus mengelak. "Gue ada urusan, next time ya, Sis."

"Lo kenapa sih dari kemaren susah banget diajak jalannya. Gue udah keburu janji sama Rafael kalau ada lo. Lo santai aja sih. Semua dibayarin rafael."

"Bukan gitu, Sis! Gue kali ini bener-bener nggak bisa nemenin Rafael nonton... Nggak, Sis. Bodo amat deh dia mau beliin gue baju sampai handphone baru sekali pun, intinya gue nggak bis--"

"Gladis kan?" Suara berat yang lantang terdengar begitu Gladis melewati kelokan koridor terakhir sebelum sampai di lobi utama sekolahnya.

Gladis tertarik untuk menoleh. Tak jauh dari tempatnya, cowok dengan setelan T-shirt hitam tengah bersandar di tembok koridor, satu tangannya masuk ke dalam celana jeans robek-robek yang meninggalkan kesan urakan yang juga nampak pada sneakers putih yang sepertinya belum ia cuci minggu ini.

Gladis menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Siapa ya?" tanyanya bingung.

Cowok itu mengeluarkan satu tangannya dari dalam saku dan menjulurkannya ke arah Gladis. Mata sayunya tersenyum ramah.

"Kenalin, gue Vino, asisten tukang bunga pengecut yang tiap pagi kerjaannya naruh bunga di loker cewek yang dia taksir, bunganya segar, diambil langsung dari kebunnya dengan pupuk paling mahal dan berkualitas tinggi."

Gladis melongo. Ini cowok mabok kali ya?

"Sekarang bos gue nunggu lo di mobil yang ada di depan lobi sekolah. Mobil warna putih, B5784RTA. Katanya kalau lo nggak dateng, dia mau berpaling aja ke cewek kaca mata yang rambutnya suka dikuncir satu itu. Ah... Siapa ya namanya.... Sher... Sher--"

Melihat sorot mata Gladis yang tadinya kosong berubah menjadi tajam, Vino tersenyum. Dia tahu jika cewek itu mengerti maksudnya.

***

"Gladis?"

Gani tercekat. Wajahnya jelas diwarnai keterkejutan diiringi dengan bola matanya yang membesar. Cowok itu lalu membuang pandangannya dari Gladis, membuat senyum di bibir Gladis sirna.

"Lagi-lagi lo buang muka," kata Gladis seraya menghela napas berat.

Gani tahu sikapnya pasti mengecewakan gadis itu.

"Gue nggak ngerti... sebenernya gimana sih perasaan lo ke gue?" Pertanyaan yang Gladis lontarkan sontak membuat Gani semakin panik. Cowok itu baru akan kembali membuang pandangan ke arah lain, namun dengan sigap Gladis menahan kepalanya.

"Lihat gue, Gan! Apa sesulit itu buat ngomong sama gue? Apa gue semenakutkan itu buat lo? Apa selama ini gue punya salah yang bahkan nggak gue sadari dan nyakitin hati lo?" Terlihat jelas kekecewaan pada wajah Gladis.

Gani menggeleng cepat, tak tahan dengan semua kesalahpahaman yang pasti sedang berkecamuk dalam pikiran Gadis itu. Gladis tak salah, tak pernah salah. Hanya saja Gani selalu tak pernah punya keberanian untuk kembali berbicara dan menatap Gladis setelah sekian lama. Ditambah keberadaan Siska dan cowok-cowok populer di sekolah yang membuat segala menjadi teramat sulit untuk Gani.

Gani tak tahu bagaimana harus menjelaskannya. Semua kalimat yang tersusun rapi dalam benaknya langsung menghilang tiap tatapan mereka bertemu, juga kegugupan yang tiba-tiba datang, membuat semua yang sudah Gani persiapkan di awal menjadi sia-sia. Hanya mawar dan secarik kertas dengan tulisan super berantakan yang bisa Gani andalkan selama ini, berharap Gladis mengerti sebesar apa ia mengagumi gadis itu, namun ternyata Gani salah. Lebih dari itu... wanita selalu menginginkan pengakuan.

"Terus kenapa? Kenapa setiap kali ngelihat gue lo selalu menghindar? Kenapa lo selalu naro mawar di--"

Gladis membisu begitu merasakan tangan Gani naik menyentuh rambutnya, lalu mengarahkan kepala Gladis ke dalam dada cowok berkacamata itu, mendekapnya erat dengan gestur lembut yang tak bisa Gladis tolak. 

Untuk sesaat, keduanya tertelan oleh keheningan, menyisakan detak jantung Gani yang bergemuruh.  

"Gue nggak tahu apa dengan cara ini gue bisa ngejawab semua pertanyaan lo. Apa dengan cara ini lo bisa tahu seberapa kacaunya gue tiap dekat sama lo. Apa detak jantung gue bisa ngejelasin gimana panik dan gugupnya gue tiap berhadapan dengan lo. Tapi gue harap lo ngerti semuanya, Dis. Ngerti sesulit apa berinteraksi dengan debaran jantung kayak gini. Bahkan sekarang... untuk bernapas pun rasanya gue kesulitan saking penuhnya perasaan yang meluap dalam dada gue."

Gladis tak menjawan, memilih diam, menikmati setiap rasa yang Gani berikan lewat debaran dadanya yang terasa semakin cepat di telinganya. Gladis sekarang mengerti... sangat mengerti....

"I like you, Gan... I really like you."

****

Gimana? dah puas belum?

semoga kalian suka

jangan lupa follow instagram kita:

putrilagilagi

ganindra.putra

gladisya.alunar

Vinobarta

Love you guys :*

see you

putrilagilagi XOXO

BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang