Pertemuan (2)

58.8K 5.7K 360
                                    

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading... :*

Jangan lupa Vote dan komen ya!!!

***

Tian menatap wajah pucat yang kini terbaring di ranjang kecil di hadapannya. Sudah lima menit menunggu, dan belum ada tanda-tanda cewek itu akan sadar. Tian menghela napas kasar. Matanya menatap jam dinding yang kini sudah menunjukkan pukul enam lewat dua puluh menit, sepuluh menit lagi bel masuk akan berdering. Gimana kalau cewek ini belum sadar juga?

Lucunya, orang yang menyebabkan gadis itu tak sadar diri kini malah asik memainkan handphonenya yang sudah kembali menyala. Sesekali tersenyum menatap layar ponsel tanpa rasa bersalah.

Seakan sadar tengah Tian perhatikan, Misca menoleh ke arah cowok itu. Bola matanya berputar melihat tatapan tajam yang Tian juruskan ke arahnya.

"Yaelah. Entar juga bangun tuh cewek," ucap Misca enteng.

"Tega banget sih lo ngelakuin itu."

"Yee... siapa suruh tuh cewek nabrak gue. Nggak mau tanggung jawab lagi. Untung handphone gue nggak kenapa-kenapa." Misca membela diri seolah tak mau disalahkan sendiri.

"Cewek kok kasar gitu," ucap Tian sambil geleng-geleng.

"Masalah?" balas Misca jutek. 

"Terserah lo sih. Urusan lo juga. Tapi gue kasih tau aja nih ya, kalau sikap lo nggak berubah, nggak bakalan ada orang yang betah temenan sama lo."

Oh, please! Misca memutar bola matanya jengkel.

"Sayangnya gue nggak butuh temen."

Tian tertawa remeh mendengar perkataan Misca "Bukan lo nggak butuh temen, Misca ... tapi nggak ada juga yang mau temenan sama lo."

Kali ini Misca terdiam. Tian dapat melihat sorot mata gadis itu berubah meski tatapannya terus mengarah pada layar handphone.

Iya, emang nggak ada. Dalam hati Misca membenarkan perkataan Tian itu. Emang nggak ada dan bakalan ada.

Tian menghampiri Misca dan dengan cepat merampas paksa handphone yang sejak tadi menjadi pusat perhatian Misca. Cowok itu lalu menatap Misca penuh keingintahuan. Dan untuk pertama kalinya bola matanya bernar-benar bertemu dengan bola mata hitam pekat itu. Misca sendiri tak sadar kali ini dia benar-benar membalas tatapan Tian yamg sejak tadi ia hindari.

"Siniin handphone gue!" Misca buru-buru membuang pandangannya ke arah lain. Gadis itu berusaha merebut kembali ponsel yang kini Tian sembunyikan di balik pinggangnya.

"Gimana lo mau punya temen kalau tiap saat yang lo lirik cuma handphone terus. Dasar generasi nunduk!" Tian terkekeh. Senang rasa melihat raut wajah Misca yang semakin kesal karena ulahnya.

"Apa-apaan sih lo! Balikin handphone gue!"

Melihat Misca yang mengindahkan ucapannya dan malah sibuk merebut kembali ponsel dari tangannya, Tian menyeringai.

"Nih handphone lo...."  Dia lalu menjatuhkan handphone Milik Misca hingga menghantam lantai dengan sangat keras.

Trakkk!!

Dan benda pipih itu pun sukses membelah diri kembali menjadi dua bagian, namun kali ini sepertinya Misca harus benar-benar menjerit frustrasi karena terlihat retakan panjang serta garis-garis hitam pada layar ponselnya.

Misca membelalakkan mata. Panic attack.

"Shit!" umpatnya.

"Ups... nggak sengaja hihihi," kata Tian tanpa rasa bersalah.

Misca mengalihkan tatapan membunuhnya ke wajah puas Tian. Gadis itu lalu berdiri, menyejajarkan posisinya dan menatap Tian dengan marah, lalu...

Plakkk!

Tanpa menunggu lama, satu tangan Misca terayun menghadiahi satu tamparan keras ke pipi Tian.

"I HATE YOU!!!" Misca menjerit.  Ia berjalan keluar UKS dengan langkah cepat, meninggalkan Tian yang memasang ekspresi bingung.

"Yah ngambek. Gue kan cuma bercanda. Woy! Misca! Balik lagi sini! Temenin gue!" teriak Tian ketika Misca sudah di luar, entah didengar atau tidak.

***

Sheryl mencoba membuka matanya perlahan. Kepalanya langsung terasa berat dan pening begitu kedua matanya berhasil terbuka dengan sempurna. Ia mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Asing. Hingga tiba-tiba matanya tertubruk pada sosok bahu yang sangat dikenalinya.

"Tian...," lirih Sheryl. Tian langsung menoleh dan tampak terkejut menemukan cewek itu tengah berusaha duduk.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Tian. Sheryl membeku, memandang Tian lekat-lekat, tak percaya cowok itu kini sedang berbicara padanya.

"Hey, lo nggak apa-apa?" Tian kini duduk di kursi plastik yang ada di sebelah ranjang, mengulang pertanyaan yang hanya dibalas anggukan kecil oleh Sheryl. 

"Syukur deh." Tian menghela napas lega.

Suara pintu UKS yang tiba-tiba saja terbuka membuat Tian dan Sheryl sama-sama menolehkan kepala. Tian menatap sosok berkaca mata yang berjalan mendekat ke arahnya. Dia kenal sosok itu...

"Gani," panggilnya pelan. Tapi Gani tak mempedulikan panggilan cowok itu, walau Tian amat yakin Gani mendengarnya. Gani beralih ke Sheryl.

"Randy bilang lo tadi pingsan." Suara cowok itu terdengar khawatir, tapi lucunya wajahnya masih terlihat datar-datar saja tanpa ekspresi.

"Gue nggak apa-apa kok. Oh iya..." Sheryl mengedarkan matanya mencari sesuatu, sampai akhirnya menemukan bungkusan yang tadi dibawanya ada di bawah lantai samping ranjang tempatnya berbaring. Sheryl meraih bungkusan tersebut dan menjulurkannya kepada Gani. "Ini baju olahraga lo."

Ah iya! Saking kagetnya mendengar kabar Sheryl pingsan, Gani sampai lupa tujuan awalnya menunggu Sheryl di kantin. Semua ini gara-gara ulah Vino yang merengek dan minta buru-buru disupirin ke kampusnya pagi-pagi buta. Gani sampai kelupaan membawa baju olahraganya dan akhirnya dengan sangat terpaksa meminta tolong Sheryl membawakannya.

"Thanks ya," ucap Gani begitu bungkusan berisi baju olahraga berpindah ke tangannya. "Lo kenapa bisa pingsan?"

"Tadi--" Tian baru saja membuka suara hendak menceritakan kronologis kejadian yang menimpa Sheryl, namun Sheryl dengan cepat memotong ucapannya.

"Gue lupa sarapan tadi," ucap Sheryl seraya melirik Tian sekilas, mengisyaratkan agar cowok itu tidak melanjutkan ucapannya. Tapi Sheryl memang tidak berbohong, dia memang tidak sarapan tadi karena mengikuti saran Bebi untuk diet dan tentunya ia juga tak mau memperpanjang masalah karena jika Gani sampai tau, cowok itu pasti akan langsung melapor ke guru BK. Ketua OSIS yang amat menaati peraturan sekolah.

Di sisi lain, Gladis mengintip dari balik jendela kaca yang menembuskan pandangannya ke dalam ruang UKS. Dalam hati bertanya-tanya siapa sebenarnya cewek berkaca mata itu.

***

Dari semua cast, kalian paling suka siapa?

Dijawab yaaa :))

Semoga suka :*

Love you, guys :*

BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang