Setangkai mawar merah pembawa debaran itu

231K 13K 1K
                                    

Hy guys!! Katanya ceritanya kosong ya. Sekarang udah ada bacaannya blm?

***

Gladis tak terkejut menemukan setangkai mawar di lokernya. Gadis itu malah tersenyum. Mengambil bunga itu lalu menghirupnya dalam-dalam. Wanginya masih sama, harum seperti biasanya.

Sebentar lagi, orang yang memberi bunga itu pasti akan lewat di depannya. Pura-pura tak melihat, hanya sekedar memastikan Gladis senang dengan pemberiannya. Seperti biasa, selalu seperti itu.

Nah 'kan Benar dia lewat!

Gladis melemparkan senyum pada cowok jangkung berkaca mata yang lewat di depannya. Menemukan ekor mata cowok itu melirik ke arahnya walau wajah hitam manis itu tetap menghadap ke depan, memperhatikan jalan seolah tak menyadari keberadaan Gladis di sana.

"Makasih ya. Gue suka bunganya." Kata Gladis pelan sebelum berlalu meninggalkan lokernya. Entah didengar atau tidak.

Gladis melanjutkan perjalanan, memasuki kelas dengan senyum simpul di bibirnya. Tak hentinya menyiumi bunga mawar itu di sepanjang jalan. Tadi, banyak yang memperhatikan, berbisik-bisik dan menebak-nebak dari mana bunga itu berasal. Sayangnya, hanya Gladis, Tuhan dan cowok itu yang tahu.

"Masih nerima bunga pemberian dari Gani?" Tanya Siska begitu Gladis meletakan tasnya di atas meja. 

Ah, iya. Siska juga tahu.

Gladis mengangguk malu-malu. Wajahnya putihnya memerah. 

"Iya." Katanya pelan.

"Gue nggak percaya si Ratu sekolah bisa jatuh cinta sama si kutu buku."

"Kenapa?" Tanya Gladis dengan wajah tak terima. "Gani itu 'kan baik. Nggak salah dong?!"

"Tapi yang lebih dari dia banyak. Tian, si kapten basket itu contohnya. Lo sama dia, kalau disandingin tuh ibarat red wine mahal di dalam gelas beling mahal. Tapi kalau sama Gani," Siska tertawa, menghina. "kayak red wine mahal di gelas plastik."

Gladis agak tersinggung, tapi akhirnya tak dia pedulikan ucapan pahit Siska itu. Yang dia tahu, dadanya berdebar. Hatinya merosot jatuh. Senyumnya selalu ingin tersungging tiap kali berpapasan dengan Gani. Ya, seperti itu.

Gladis selalu menyukai cara Gani menyelipkan mawar. Manis sekali menyembul di salah satu halaman buku pelajarannya. Tak terlihat duri, hanya bagian indahnya. Kalau saja saat itu Gladis tidak datang lebih pagi karena jadwal piket kelas, mungkin sampai saat ini ia tak akan menemukan sosok di balik bunga mawar itu.

Gladis mendongak, menatap langit yang masih gelap sebelum melangkah memasuki koridor sekolahnya.

Pagi ini, Gladis datang lebih awal. Piket kelas dimajukan karena satu hal yang membuat gempar satu sekolahan. Katanya, Gubernur akan mengunjungi sekolahnya pagi ini. Sialnya, giliran piket Gladis jatuh pada hari yang sama.

"Pagi banget datengnya." Suara mengganggu itu datang lagi. Gladis sampai hapal betul saking seringnya suara itu muncul tiba-tiba di belakangnya.

"Masih pagi, Tian. Jangan ganggu gue dulu." Gladis mengibaskan tangannya tanpa menoleh ke arah Tian. Sampai akhirnya Tian berpindah ke depannya. Berjalan mundur menyamakan irama langkah Gladis yang berjalan ke arahnya.

"Jutek amat." Cowok itu terkekeh. Lesung pipitnya muncul hanya pada pipi kanannya saja. "Nanti makan siang bareng yuk!"

"Nanti siang jadwal makan bareng sama Tito." Jawab Gladis.

Tian menganga. "Apa?! Gue keduluan lagi?"

Gladis hanya menjawab perkataan Tian dengan kedua bahunya yang terangkat.

BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang