tentang rasa

45.9K 5.1K 299
                                    

Haiii!!! Gani back!!!!

Beneran ini upload tiap hari wkwkkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beneran ini upload tiap hari wkwkkwk

Gimana? Seneng ga? Moga seneng deh yakk...

Gladis aja seneng, masa kamu enggak?!!!

Gladis aja seneng, masa kamu enggak?!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote dan komen yaaa!!!

Happy reading!!!!

:*

***

"Gani--"

"Dis, kita sebenernya pacaran nggak sih?"

"Hah?"

"..."

"..."

Gani menggigit bibir bawahnya frustrasi, tak menyangka pertanyaan tolol itu keluar dengan sangat lancar dari mulutnya. Tapi masa bodo, pikirnya lagi. Ibarat telur sudah menjadi ayam, kenapa nggak sekalian aja dijadiin opor?

Gani mengalihkan pandangannya ke mata Gladis, mencoba mencari jawaban, namun yang didapatnya hanyalah ekspresi keterkejutan di sana.

Gani lalu berbalik memunggungi Gadis itu Satu tangannya menyisir poni ke belakang, terlihat gelisah, membuat Gladis mengernyit menatap cowok itu. Tak lama, Gani kembali berbalik menatap Gladis.

"Gue... gue cuma nggak mau keduluan aja sama Tian, Rafael, Baron, Adit, Tito, dan cowok-cowok lain yang suka duduk satu meja sama lo di kantin. Gue nggak mau nyesel dua kali karena ngebiarin lo deket sama orang yang salah. Jadi biarin gue deket sama lo lagi ya. Karena gue udah capek merhatiin lo dari jauh."

Mendengar perkataan itu, sudut bibir Gladis terangkat. Meskipun Gani mengatakannya dengan nada datar dan nyaris tanpa ekspresi, tapi itu cukup untuk membuat wajah Gladis terasa panas, seakan tersengat sesuatu yang terasa menyenangkan.

Gladis lalu mengangguk dan membiarkan tangan Gani meraih tangannya, memberikan rasa hangat, yang membuat jantungnya berdegub cepat, yang membuat Gladis bahkan tak mampu berpikir dengan kalimat apa rasa senang ini dapat diutarakan.

"Tunggu dulu!" kata Gladis ketika Gani menarik tangannya ke arah mobil jazz hitam di depan pagar. Gani berhenti sesaat dan menoleh ke arah cewek di belakangnya itu.

"Kenapa?"

"Izin sama oma dulu," ucap Gladis seraya melirik rumahnya. Gani mengangguk mengerti.

"Yaudah gih," kata Gani seraya melepaskan tangan Gladis. Gladis mengernyit, lalu menepuk bahu Gani keras.

"Kamu!"

"Aku?" tanya Gani dengan wajah bingung. Gladis mengangguk.

"Iya. Kamu izin sama oma dulu gih kalau mau ngajak aku jalan."

Belum sempat Gani protes, Gladis sudah menarik paksa tangan cowok itu dan menyeretnya masuk ke dalam rumah.

Rumah Gladis tak terlampau luas, hanya terdiri dari satu ruang tamu dan ruang makan yang menjadi satu ruang, terpisahkan oleh rak berisi pajangan foto kecil-kecil, yang seolah menceritakan bagaimana gadis itu tumbuh hingga sebesar sekarang, mengitari satu foto keluarga besar mereka di kolom rak bagian bagian tengah.

"Gladis." Suara wanita terdengar dari arah lorong yang Gani tebak menyambungkan ruang tamu dengan dapur dan beberapa kamar yang berada di rumah itu.

"Oma!!!" Gladis melepaskan genggamannya pada tangan Gani dan menghambur ke arah wanita tua yang baru saja muncul dari lorong itu.

Anehnya, wanita tua itu terlihat kebingungan.

"Gladis, lihat opa di mana? Oma dari tadi nyariin kok nggak ada ya?"

Sekilas, Gani melihat perubahan drastis pada ekspresi wajah Gladis, senyum cewek itu meredup sebentar sebelum akhirnya kembali walau terkesan dipaksakan.

"Oma... kenalin dulu ini temen Gladis. Gani," kata cewek itu seraya mengisyaratkan Gani untuk mendekat dengan matanya. "Gani sini!!!"

Gani menghampiri Omanya Gladis dan mencium tangan dengan sopan.

"Gani, Oma," katanya.

Oma hanya mengangguk sebagai respon, masih terlihat kebingungan, mata wanita itu terus menjelajah ke sekeliling ruangan.

"Oma, Oma di rumah aja ya, Gladis mau pergi sebentar sama Gani. Oma jangan keluar rumah ya. Tunggu Bik Titi datang," kata Gladis lembut.

"Opa kamu ke mana sih, Dis?" tanya Oma heran.

Gladis tersenyum canggung. "Oma tunggu aja ya di kamar. Ayo, Gladis antar."

Gladis lalu mengantar omanya ke dalam kamar, menutup pintu kamar dan berjalan kembali ke arah Gani.

"Maaf ya, Gan. Oma pikun, selalu lupa kalau Opa gue udah meninggal. Oma baik kok sebenernya, cuma tadi lagi kumat aja jadi nggak peduliin ada lo di sini," kata Gladis tak enak hati.

Gani sedikit merasa tersentuh, memikirkan bagaimana cara Gladis menghadapi kesehariannya seperti tadi. Gadis itu pasti lelah, tapi kelelahan itu tak pernah nampak.

"Gak apa-apa. Ayo!" Gani kembali meraih tangan Gladis. Gladis mengangguk dan mengikuti ke mana langkah cowok itu.

Ke mana pun Gladis akan senang, asal ada Gani di sebelahnya.

***

Kira2 Gladis dan Gani mau ke mana? Tulis di sini!!!!

Jangan lupa vote dan komen!!!!

Jangan lupa follow ig kita:

Ganindra.putra
Gladisya.alunar
Putrilagilagi


Semoga kalian suka ya :*
Love you, guys :*

BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang