Bagian empatbelas

10.4K 480 7
                                    

Hari ini Juni bangun lebih pagi dari biasanya. Biasanya ia bangun jam lima lewat sedangkan sekarang masih menunjukkan pukul setengah lima, kalaupun itu dibangunkan oleh Januari. Kalo gak dibangunin mungkin ia akan kebablasan tidur dan telat datang kesekolah.

Namun ia bangun lebih awal bukan karna dibangunkan oleh Januari. Justru Januari sekarang tidak ingin sekolah karna tubuhnya masih lemas dan beberapa lukanya masih belum pulih.

Padahal sudah Juni bujuk agar ia mau kerumah sakit, tapi Januari enggan dengan alasan ini hanya luka ringan dan ia hanya butuh istirahat.

Karna itu ia bangun lebih pagi, untuk melihat keadaan kakaknya sekaligus mempersiapkan segala kebutuhan sebelum pergi sekolah sendiri. Karna biasanya Januari lah yang membantunya jika apa yang dibutuhkan Juni sebelum berangkat sekolah.

Dan disisi lain, ia juga memikirkan perkataan Senio kemarin. Apakah benar jika Senio akan menjemputnya untuk berangkat bersama? Ia tidak yakin jika Senii akan menepati yang dikatakannya.

Tidak mungkin jika Senio datang kerumahnya pagi-pagi. Biasanya sekolahpun ia selalu telat dan hukuman sudah menjadi sarapan paginya disekolah.

Ah tidak peduli, mau Senio datang atau tidak itu bukan urusannya. Kalaupun memang benar datang, lumayan ongkos naik angkot bisa jadi ongkos jajan dikantin. Ngirit uang selama Januari masih sakit. Keuntungan yang hakiki jangan disia-sia kan.

Setelah ia sudah mandi dan berpakaian, ia langsung keluar kamar dan menuju ruang makan untuk sarapan. Seraya melihat arloji yang melingkar ditangannya memastikan sekarang waktu masih menunjukkan jam enam kurang lima.

Juni langsung duduk disalah satu kursi meja makan. Seketika ia mengerucutkan bibirnya melihat kursi makan yang kosong semua. Hanya ia sendiri.

"Ini neng sarapannya," ucap bi Acih seraya menyusun beberapa roti tawar yang sudah dipotong-potong dan menaruh beberapa kaleng selai berbeda rasa, dan satu gelas susu putih.

"Bi, bang Januar udah bangun belum?" tanyanya seraya mengambil satu potong roti tawar dan mengoleskan dibagian tengah dengan selai rasa pisang.

"Belum neng, tadi bibi udah nge-cek ke kamarnya tapi Aa Januar nya belum bangun."

"Terus semalem dia udah makan belum?"

"Belum kayaknya neng, soalnya semalem makanan yang ada di meja masih utuh. Kan biasanya kalo Aa makan, pasti makanan dimeja tinggal sedikitnya lagi."

Juni mendecak, "yaudah deh bi, aku mau bangunin dia dulu suruh makan."

"Iya neng silahkan, tapi kalo aa marah gimana?"

"Udah tenang aja bi, dia gak bakal marah kalo dibangunin sama aku."

Bi Acih mengangguk tanda mengerti. Sedangkan Juni langsung mengambil roti tawar dan mengoleskan selai rasa kacang kesukaan Januari kemudian melipatnya jadi dua dan menaruhnya dipiring kecil, tak lupa segelas susu putih. Segera ia bangkit dan berjalan menuju kamar Januari di atas.

Juni memutar knop pintu kamar Januari perlahan karna takut gelas dan piring yang ada ditangannya terjatuh dan tak ingin juga mengagetkan Januari.

Ia melangkah masuk lalu melihat kearah Januari yang tengah tertidur pulas dengan selimut yang menyelimutinya.

Juni duduk disisi kasur kemudian menaruh piring dan gelas di atas nakas. Ia melihat kearah Januari yang sangat begitu tenang. Berbeda dengan Januari yang sedang tidak tidur, yang selalu menjailinya, dan cerewet terhadapnya.

"Bang bangun, abang belum makan ya dari semalem?" tanya Juni seraya mengguncangkan tubuh Januari pelan.

Januari mengerang pelan kemudian kembali terlelap.

My Senior (Senior Series 1)Where stories live. Discover now