63. When you can freely talk with your ex, congrats.

181 20 0
                                    

63 when you can freely talk with your ex, congrats.

Aku memang sering kemana-mana sendiri. Siang ini, aku putuskan akan berkeliling mencari kado perpisahan dengan si dokter. Bagaimanapun, dia orang yang cukup berjasa untuk jangka waktu pertemuan yang singkat. Dia malah sepertinya jauh lebih berguna dari Putri yang sudah kukenal dari awal kuliah.

Pertama, aku memutari distro sekitar kampus. Kemudian, semakin bergeser ke kota sampai akhirnya muncul di mall. Dari satu toko, ke toko lain. Apa sebaiknya aku kasih boneka?

Sorenya aku pulang disaat anak kosan sudah pada dandan. Rekor, mereka berpesta untuk kedua kalinya minggu ini. Baru saja malam kemarin, tapi keriangan mereka tak surut bahkan sedikit. Rumah Garra bukannya dekat, apa mereka bakalan kesana bawa motor?

"ntar kita dijemputin Farhan pake mobil Garra."

"trus, nginep?"

"kayaknya." Kenapa semua orang sewot padaku?

Kayla dan Vina sok tak mengubrisku biarpun nyatanya mengekoriku dari sudut matanya. Bianca dan Putri terlihat sangat berusaha mendiamkanku. Ningrum mungkin satu-satunya yang tak pernah bisa jahat. Dia memandangiku. Berusaha menyampaikan sesuatu dengan pandangan matanya tapi aku sejauh ini tetap setak peka biasanya.

Jadi, aku berguling santai di sofa bersama satu bungkus besar kadoku dan tas yang berisi pakaian tidur kalau kami menginap. Dengan cuek menunggu mereka yang bergaya maksimal. Aku Cuma memakai sweater longgar dan rok midi. Rambutku dijalin tanpa disisir. Jauh lebih dulu siap dibanding semua orang.

Saat Farhan datang, Cuma aku yang muncul.

"Putri dan Putri-Putri yang lain masih dandan. Aku tunggu di mobil ya." Anak itu tak sempat menjawab, aku sudah naik ke mobil. Duduk dideret kedua memeluk barang-barangku. Kemudian, aku tertidur.

"nyampe." Seseorang menyodok rusukku agar bangun. Sebelum mataku terbuka, aku sudah mendengar dentuman bass dari dalam rumah. Malam yang panjang.

Tenyata tadi siang mereka menghabiskan waktu untuk mendandani rumah Garra. jadi, bisa kulihat hasil usaha itu dengan disulapnya halaman belakang rumah Garra yang gemerlap dengan tumblr lamp milik Bianca dan Ningrum. Ada balon-balon yang sepertinya ditiup Farhan. Dipikir, mereka tak begitu mengenal si dokter tapi terlihat sangat total.

Yang hadir adalah orang-orang tetap. Selain kami, ada anak futsal. Well, sepertinya, acara apapun, geng futsal akan selalu hadir. Biarpun mereka tak mengenal si dokter. Yang menyambut kami begitu masuk adalah si dokter. Yang pake topi kerucut dan terlihat sesederhana biasanya. Dia memakai kaos oblong dan celana gunung selutut. Bersama kacamata dan cengiran lebarnya.

"Meme!" jeritnya mengalahkan music saat melihatku. Girang.

Dia mengulurkan tangan, mengajakku bersalaman. Tapi aku mungkin terlalu sensitive hari ini. Begitu melihatnya, aku malah melompat memberi pelukan. Teman curhatku! Satu-satunya orang yang mungkin tidak gelap mata menilaiku. Satu-satunya orang yang selalu menerima keburukan sikapku dengan sangat positif.

"seriusan nangis?" katanya saat pada akhirnya berhasil melihat wajahku. Dia melihat kekiri, Garra yang sedang bersama Chalinching. Aku menggeleng. Aku bukan menangis karena itu. Aku Cuma, tiba-tiba, merasa... belum siap kehilangan si dokter. "kamu gak bayangin aku mati kan?"

Dia menghela nafas. Melepas topi kerucut dan menarikku kesisi lain kolam. Meninggalkan riuh riang dibelakang kami. Dengan pelan dia mengajakku duduk di kursi berjemur. Berhadap-hadapan.

"katanya gak bakalan nangis."

"gak semua rencana jadi kenyataan." Dia mengangguk.

"jadi, gimana kamu hari ini?"

That time when we're together (completed)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora