62. Why should I?

210 16 0
                                    

62 why should I?

Ini cukup aneh. Aku tak bisa memberikan alasan yang tepat tapi perkara tisyu itu berputar dikepalaku sepanjang malam dan semakin kupikirkan, membuatku semakin ingin membunuh Garra. Dari mana mereka bisa mengambil kesimpulan kalau anak itu menyukaiku?!

Dia menyukaiku? Dia menyukaiku tapi terlihat sangat gembira di semua foto kegiatannya yang super padat bersama semua orang.

Dia menyukaiku? Dia menyukaiku tapi tak sekalipun sekedar meluangkan waktu untuk mengirim pesan?

Dia menyukaiku? Dia menyukaiku tapi kemana-mana bersama Chalichacha. Apa Chilaca? Apa Cilacap? Oke. Masa bodoh dengan nama wanita hina itu. Maksudku, hima.

"MEH!!"

"Astagfirullah! Farhan!!" reflek aku memukulnya dengan tas yang sedang kupeluk. Dia mengelak kekiri dan kekanan tapi aku mengejarnya dengan tekun. Jedi menangkap tasku baru menjadi akhir perkelahian kecil kami.

"ngapain ngelamun? Selesai ujian. Waktunya gembira. Waktunya hepi!" aku ingin mengukir kata happy dikening Farhan dengan pisau belati rasanya.

"argh! Kayaknya salah jawab semua. Gara-gara Putri nih. Nenek sihir itu bikin aku gagal belajar." Dia sepanjang malam menceramahiku tanpa henti. Tak berbelas kasih. Belum lagi gagal tidur karena kasus tisyu. Aku minum satu gelas kopi pahit demi membuka mata pagi ini.

Aku sudah mengalami hari yang sangat berat dan ini baru jam 10.

Kelas ramai dengan selesainya ujian. Semua orang terlihat sudah punya jadwal yang sangat padat. Ada yang berniat karaoke, ada yang akan pergi makan-makan atau kaum elit disudut kelas masih membahas soal ujian.

Sementara aku, tertangkap sedang termenung memandang layar gelap hape yang sudah begitu sejak berabad-abad lalu rasanya.

"malam ini kita mau makan-makan di café nya Garra. ikutan?" tawar Jedi. Dia memasukkan bukuku yang masih berserakan sementara aku masih bergantung di kursi. Masih belum sepenuhnya sadar untuk menjadi manusia bebas.

Dimana?

"siapa Garra?" apa aku kenal seseorang dengan nama Garra? Tunggu, apa Garra itu nama manusia? Kamu yakin bukan nama sejenis benda?

Farhan ngakak. Jedi ikut tertawa setelah berusaha menahannya beberapa detik.

"gimana kalau habis semester ini kita gak usah sok temanan lagi?"

"alah. Kamu gak bisa hidup tanpa kita Me. Gak usah sok kuat deh." Mereka lanjut tertawa. Aku langsung berbalik akan kabur ke sekumpulan geng rumpi dibelakang, berniat membuktikan kalau aku masih akan hidup. Tapi dia menangkap tali tas ku. Memaksaku kembali duduk.

"jadi gimana? Ikutan?"

"gak."

"udah berapa lama? Hampir sebulan apa ya? Mau berapa lama kalian berantem?" dia bilang, lebih dari 3 hari tidak bertegur sapa itu haram hukumnya. Aku bilang dia sok tahu, dia malah bilang aku tak punya agama. Sungguh, aku punya teman yang tak pernah masuk PKN waktu SMA.

Mereka masih ngotot mengajakku untuk ikut sepanjang perjalanan dari kelas ke parkiran. Kami akan pergi makan bareng satu kelas yang mungkin akan dilanjutkan dengan acara tak penting lainnya. Meski aku tetap bertahan tak mengenal Garra, mereka tak pantang mundur.

"semua anak kosan kamu ikut kok. Kamu mau sendirian dirumah?"

"kenapa emang?" dia salah. Aku sangat suka ditinggal sendirian dirumah.

Mereka putuskan kalau aku orang yang paling keras kepala di dunia saat gagal membuatku menjawab bersedia.

***

That time when we're together (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang