39. Crashing a Party Like ....

228 18 2
                                    

39

Aku membuka mata. Mendapati beberapa pasang mata balas memandang jadi aku menutupnya lagi. Berbalik dan lanjut tidur. Saat aku kembali membuka mata lagi, Cuma ada obat dan segelas air yang di taruh di meja sebelah tempat tidurku dan note yang bertuliskan tangan cakar ayam Putri isinya memerintahkanku jangan lupa minum obat.

Dengan kepala yang begitu berat dan sepertinya mau pecah, aku memaksa bangun. Memandangi obat itu beberapa saat sebelum ke jam waker kecil disebelahnya. Jam 2 siang. Aku baru bangun?

Hebat sekali.

Aku Cuma benar-benar hebat.

Aku tak akan sakit Cuma karena hujan?

Dan nyatanya aku langsung demam menggigil sejak dini hari. Bianca bilang ini harga yang harus kubayar setelah melintasinya yang sedang bertengkar hebat. Aku tak ingat sama sekali apa yang kukatakan saat lewat tapi dia mengulangnya dengan sangat cermat dan memastikan kalau dia tak salah. Dia toh juga membuatnya terdengar sangat ketus.

"jangan lupa minum obat?" aku menghempaskan note itu kembali ke meja. Lucu sekali, kenapa tak menyiapkan makanan yang bisa kumakan sebelum minum obat? Kenapa membantu orang begitu setengah-setengah?

Argh. Kepalaku rasanya mau pecah dan badanku masih panas. Tapi perutku sangat lapar. Bisa kupastikan aku orang sakit dengan selera paling sehat yang pernah ada.

Keluar kamar, kosan lenggang. Sepertinya semua orang punya jadwal yang padat. Melangkah pelan ke kamar mandi, aku berusaha membuat diriku lebih manusiawi dan melawan semua rasa meriang demi bisa keluar untuk mencari makan.

Berganti terusan tak berlengan yang kemudian kutambah jaket, menyambar dompet aku keluar. Cuma untuk berhadapan dengan sinar panas matahari yang begitu menantang. Berbalik, aku keluar sambil memakai payung bergambar Frozen.

Ini disaat aku merasa benar-benar cewek keren.

Warteg yang tak jauh dari kosan tak bisa dikatakan sepi. Ini jamnya makan siang bagi anak kuliah jam 12 yang baru saja usai di jam 2. Begitu aku muncul, aku merasa semua orang bisa menebak kalau aku tak mandi.

"bungkus?"

Aku menarik kursi. "makan disini bude."

Kamar membuatku merasa semakin sakit, aku perlu udara segar. Sebentar saja dengan cekatan bu de sudah menaruh sepiring nasi lauk ayam dihadapanku bersama teh hangat. Tak menunggu lama, aku memakannya setelah mengikat rambutku yang bisa jadi bencana disaat makan kalau dibiarkan bebas.

Stamina yang kurang membuatku makan agak lambat tapi tak menutupi kalau aku makan dengan lahap. Cowok dihadapanku bersendawa tepat saat aku berdiri dengan piring kosong. Mengira aku selesai tapi aku minta tambahan nasi berserta lauk.

Nasinya sendiri masih setengah jalan. Mukanya merah karena malu. Entah untuk alasan apa. Aku yang seharusnya malu tapi dia seperti malu untukku.

Sadar aku melotot padanya, dia buru-buru menunduk. Setelah beberapa saat kembali menengok dan aku masih melotot. Dia hampir memecahkan gelas yang disenggolnya secara tak sengaja saat kaget melihat aku masih tetap memplototinya. Kemudian dia minta maaf.

Dia berusaha bicara tapi aku gagal paham maksudnya. Sambil makan aku memperhatikannya yang berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya kembali bicara. Dia minta maaf sudah mengganggu makan siangku.

"kamu minta maaf apa pengen aku minta maaf?" tanyaku pelan. Lihat? Dia terlalu gugup untuk lanjut makan dengan aku yang melotot padanya. "kamu bisa pindah kalau gak nyaman."

Dia buru-buru mengangkat tangan kanannya untuk memberi kode kalau aku tak menganggunya. Dalam proses itu, dia kembali menyenggol gelas. Tangan kanan yang dipakai makan itu melayangkan satu dua nasi kepipiku saat berusaha menangkap gelas.

That time when we're together (completed)Where stories live. Discover now