32. Manis

2.2K 97 14
                                    

    Malam ini, Steffi sedang duduk di depan meja belajar, dia sedang mengerjakan soal-soal matematika, besok akan ada ulangan harian. Konsentrasinya masih sangat penuh sampai ponselnya tiba-tiba berdering. Dia meliriknya sedikit, nama Iqbaal yang tertera di sana. Untuk apa cowok itu menghubunginya malam-malam begini?

    Entah apa yang dia pikirkan, tiba-tiba saja sudut bibirnya tertarik ke atas, seraya lengannya men-slide tombol hijau dilayar ponselnya.

    “Kenapa?” sapa Steffi ketus tanpa membiarkan cowok diseberang sana membuka obrolan. Hingga terdengar dengusan sebal dari cowok itu.

    “Judes amat neng”

    “To the point deh lo mau apa?”

    Nggak ada apa-apa sih, gabut aja. Gue juga mau ngabisin bonus telpon, tapi nggak tau mau nelpon siapa

    “Idih kurang kerjaan banget lo” kata Steffi dan mengerling sebal, padahal tidak ada yang tahu kan jika darahnya mendesir? Seperti ada ribuan kupu-kupu yang menghinggapi perutnya, membuatnya geli sampai tak bisa menahan bibirnya untuk tersenyum.

    “Ya kan gue bilang gue gabut,” Iqbaal mendengus sebal. “Lo lagi ngapain? Temenin gue yak”

    “Gue lagi belajar. Udah ya gue tutup, lo cari orang lain aja buat nemenin ke-gabut-an lo itu, gue sibuk” kata Steffi, dia tidak bersungguh-sungguh. Karena sejatinya, dia senang semua-mua yang bersangkutan dengan Iqbaal. Dengan pria bodoh menyebalkan itu.

    Yaudah lo belajar aja, tapi jangan dimatiin. Biarin ngabisin bonus telponnya.”

    “Serah lu” kata Steffi ketus. Setelahnya, dia hanya menyimpan dagunya pada lipatan tangan yang dia buat di atas meja. Mendengar helaan napas Iqbaal yang terasa menenangkan di telinganya. Mood belajarnya langsung hilang. Meskipun tidak bicara apa-apa, tapi tetap saja dia senang bisa telponan dengan Iqbaal, dengan lelaki yang disukainya.

    3 menit berlalu. Tidak ada suara selama itu.

    5 menit, Steffi mulai bosan. Dia gatal ingin bicara, memancing agar Iqbaal juga bersuara. Setidaknya, mendengar suara Iqbaal meskipun hanya sedikit.

    10 menit. Steffi sudah tidak tahan lagi, dia berniat mematikan sambungan telpon tersebut secara sepihak. Namun Iqbaal tiba-tiba bersuara.

    “Gue lagi suka sama seseorang Steff,” Steffi dibuat bungkam.

    “Gue tau ini bukan gaya gue banget, tapi kali ini, gue beneran suka sama dia,”

    Steffi menahan napasnya beberapa saat. Dadanya terasa sesak, apa-apaan ini?

    “Menurut lo? Gue nyatain jangan perasaan gue?”

    Steffi tidak menyahuti. Entahlah, dalam dirinya masih ada perasaan tidak percaya mendengar perkataan Iqbaal. Bukan tidak percaya mungkin, tapi tidak terima. Bagaimana bisa lelaki itu bercerita tentang perasaannya pada gadis lain di depan gadis yang menyimpan perasaan untuknya? Bodoh!

Love Story Iqbaal-Steffi [Completed]Where stories live. Discover now