Indraka

195 30 1
                                    

Buat kamu yang masih mau meluangkan waktu membaca karya ini, memberi vote dan comment, dari hati yang paling dalam....terima kasih...


Aku lupa kalau ada bang Agam disitu. Bukan lupa, tidak sadar tepatnya. Aku baru sadar ketika melihat wajah tegangnya Nana lebih dari biasanya. Digodain seperti itu saja dia sudah tegang di depan teman-teman, apalagi ada kakaknya. Gerakan bola matanya yang membuat aku tahu dia merasa tidak enak pada abangnya.

Malam setelah perform, aku menghubunginya lewat salah satu aplikasi messenger. Awalnya memang ga yakin dia belum tidur. Ternyata dia langsung menjawab. Mungkin dia sedang memikirkan kejadian di kafe waffle itu.

Na, bang Agam bilang apa setelah pulang?

Ga bilang apa-apa.

Dia marah?

Ga. Belum mungkin. Tadi karena sudah malam, langsung masuk kamar.

Ga ngomong sama sekali?

Sudah malam, Drak. Mamak sama abi kan lagi istirahat. Ngajak ngomong kan artinya nyari perkara malam-malam.

Oh, iya ya.

Tapi kamu ga pa-pa?

Ga tahu juga. Kamu sih...

Loh, aku kenapa?

Jangan suka gitu deh...godainnya kelewatan, Drak. Mana ada Adis lagi.

Hmmmm... kamu belum ngantuk ya?

Au ah....

Aku tertawa. Kalimat-kalimatnya lebih nyantai sekarang. Mungkin dia lagi kesal, tapi tidak langsung ngamuk seperti biasanya.

Aku ga godain kamu loh.

Maksudnya?

Ya...aku serius.

Indra...?

Sengaja ngomong depan Adis biar dia tahu kalau hatiku buat kamu, bukan buat dia.

Hening....

Lama...

Maksudku tidak ada tulisan typing lagi di layar...

Na...?

Tetap tidak ada jawaban. Tidurkah dia?

Na...sudah tidur...?

Tidak ada jawaban...

Aku sudah putus asa dan akan mematikan ponsel ketika tiba-tiba kulihat tulisan typing dibawah namanya.

Kamu... kenapa suka aku?

Deg! Dia nanya, man!

Aku yang awalnya tiduran langsung bangun dan duduk tegak dengan punggung bertumpu pada bantal.

Apakah harus ada alasan buat aku menyukai kamu?

Hening lagi....

Aku... ga boleh tahu?

Bukan ga boleh tahu. Tapi karena aku memang ga punya alasan yang spesifik untuk suka kamu. Ya suka aja. Tiba-tiba.

Tiba-tiba?

Ya, ga tiba-tiba gitu. Prosesnya sih pelan-pelan, makanya aku ga nyadar. Tiba-tiba aja suka. Ga suka kamu dekat-dekat cowok lain. Jangankan dekat-dekat, kamu kagum sama yang lain aja tiba-tiba dadaku sesak. Kamu dekat aku juga dadaku susah nafas. Soalnya jadi bahagia, hehehe...

Sent!

Ku amati, panjang sekali kalimatku.

Dia diam kembali. Tapi jelas aku sedang membayangkan, dia diam karena mencoba mencerna kalimatku atau diam tersipu. Aku tidak yakin dia diam karena tegang. Dia sendiri di kamar, ga ada orang lain, pasti semua rasa dia telan sendiri. Ga perlu melihat sekeliling.

Jangan-jangan...kalo sudah dapetin hatiku, kamu bosen. Ga ada lagi yang deketin aku. Aku kagum sama yang lain juga aku ga bakal ngomong.

Sumpah! Aku terbelalak dengan responnya. Kalimatnya aku baca berkali-kali.

Apa dia bisa melihat gelagatku bahwa aku benar-benar berusaha mendapatkannya? Dan dia menyadari bahwa sering kali cowok hilang rasa ketika perjuangannya sudah selesai? Tapi...sebentar....

Na, itu artinya kamu mau membuka hati buat aku kan?

Diam....

Aku ketik lagi.

Na, aku menunggu kamu lama...lama sekali. Tepatnya menunggu kepastian hatiku. Aku ga tahu kapan aku mulai suka kamu. Tapi kamu memang beda dengan cewek-cewek lain. Ga pernah jaim, ga gengsian, penolong, meski caranya beda. Dan sepertinya hanya aku yang tahu kamu itu bagaimana. Kamu sebenarnya mandiri, tapi apa ada yang mengerti kemandirianmu?

Diam lagi...

Na?

Aku takut dia tertidur.

Aku takut, Dra.

Kalimat terakhirnya memang pendek. Tapi entah, membuat hatiku membuncah.

Jangan takut Na, ada aku...

Kalimat ini aku record dan kukirim. Setelahnya, sunyi....

Indraka dan FarhanaWhere stories live. Discover now