Indraka

182 23 0
                                    

Semoga istiqomah upload-nya, hehehe...

happy reading ya, guys...


Aku juga tidak tahu kenapa hari ini aku datang pagi sekali ke sekolah. Niat banget nyiapin upacara bendera hari Senin? Sepertinya itu bukan aku banget. Aku cuma merasa ada yang bakal terjadi di sekolah.

Dari jauh aku melihat si Cicak senyam-senyum padaku.

"Ada apa?" tanyanku sengak. Aku curiga dengan modusnya.

"Sekarang sudah resmi ya?" serangnya. Jujur aku tidak mengerti maksudnya.

"Resmi apaan?"

"Udah ngaku aja, sebelum anak-anak lain yang bilang."

"Apaan sih?"

"Beginian aja kamu pake rahasia-rahasiaan, Ndrek. Kami ini temanmu."

"Rahasia apa sih, Cak?" aku tambah kesal.

"Jadi mau aku tegasin nih? Ga pa-pa didenger orang lain?"

"Apaan?"

Si Cicak melihat sekeliling. Belum banyak yang datang. Kami berbicara di depan kelas. Dia memang mencegatku di koridor depan kelas.

"Kamu sudah jadian sama Nana?"

"Hah?!"

"Ngaku aja deh. Kami kemarin melihat kalian di Bakso pojok. Berdua."

"Oh, itu," responku santai.

Tapi setelahnya aku kaget

"Kami?" tanyaku kembali memastikan.

"Iya, aku, Sandy dan Adis."

"Adis?"

"Iya."

Gawat...

"Dra, ini janjiku kemarin. Maaf telat 3 hari," kata Farhana sambil menyodorkan bingkisan dibungkus rapi berwarna coklat kayu. Elegan sekali warna bungkus kadonya. Entah dia mencari motif itu dimana. Motif yang jarang dijual.

"Oh, makasih ya, Na."

Aku menerimanya dengan rasa campur aduk, antara senang dan khawatir. Senang dapat kado dari Nana tapi khawatir gosip yang dibawa Cicak bakal menyebar, apalagi katanya Adis juga tahu.

"Semoga kamu suka, meski ga mahal," tambah Farhana.

"Pasti, pasti aku suka," jawabku.

Setelahnya Nana pergi.

Cicak yang dari tadi masih di sebelahku sudah mulai cengar-cengir lagi. Matanya penuh selidik.

"Ada yang aku ga tahu, Ndrek?" tanyanya.

Aku menghela nafas sebelum menjawab.

"Kemarin saat kamu melihat kami itu aku ultah, Cak. Kalian ga ada yang ingat. Siang itu pulang sekolah aku hanya melihat Nana. Aku ajak dia makan bakso. Hanya dia yang mau aku ajak merayakan ultahku, Cak."

Cicak terdiam. Sejenak kemudian dia memelukku.

"Maafkan kami, Drek. Kami lupa, atau mungkin bener-bener ga tahu."

Aku menerima pelukannya, erat.

"Kami kemarin berencana ke rumahmu karena ada tawaran dari Mas Ambang, pemilik kafe baru di jalan Senopati. Mau ngundang kita untuk pembukaan kafe-nya. Sempat mau berhenti di bakso pojok saat melihat kalian. Tapi ga jadi. Kalian asik banget, sampai tuker-tukeran mangkok," jelas Cicak setelah melepas pelukannya.

Deg!

Jadi aku bertukar mangkok dengan Farhana pun mereka tahu? Bagaimana perasaan Farhana ya?

Rasanya doaku saat ini melebihi doaku saat ulang tahun untuk Farhana.

Indraka dan FarhanaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz