Farhana

282 32 0
                                    


Setiap kali aku menghitungnya. Tidak jajan 4 hari plus uang tabunganku hanya tekumpul sebanyak 230 ribu. Uang tabunganku memang tidak banyak. Jatah bulananku juga tidak semewah teman-teman. Sampai hari ini Wicak belum memberi tahu harga gitarnya. Ini yang membuat aku kepikiran.

Pikiranku belakangan ini tidak fokus. Selalu mengingat-ngingat jumlah uangku. Siang inipun begitu. Ketika bel pulang, aku keluar kelas paling akhir. Pelan berjalan di koridor yang akan membawaku ke gerbang sekolah, sembari menghitung ubin yang aku injak. Tiba-tiba...bruk!

Kepalaku menambrak sesuatu. Keras? Lembut? Ah, aku tidak bisa mendeskripsikannya. Yang jelas tidak membuat kepalaku cedera. Aku mendongak. Aku malah melihat wajah Indraka di depan mukaku. Reflek aku mundur.

"Kamu jalan apa tidur?"

Aku diam, tertunduk.

"Sejak tadi aku berdiri disitu. Orang normal pasti bisa lihat. Kamu malah nabrak."

Kembali aku terdiam. Jariku memainkan ujung jilbabku. Indraka masih menunggu. Sekilas kudengar desahannya.

"Aku minta maaf."

Akhirnya keluar juga kalimat itu dari mulutku.

"Untuk?"

"Untuk kesalahanku menabrak kamu barusan. Dan untuk gitar yang retak aku tindih."

"Begitu?"

"Dan aku berterima kasih karena kamu ga bilang bahwa itu rusak gara-gara aku."

"Jadi?"

"Kamu mau maafin aku?"

Indraka tersenyum.

"Ada syaratnya."

"Iya, aku tahu."

"Tahu apa?"

"Syaratnya aku harus mengganti gitar itu kan?"

Pupil Indraka melebar.

"Jadi, kamu...?"

Aku tidak tahu, sepertinya Indraka marah dan tidak jadi memaafkanku.

Indraka dan FarhanaWhere stories live. Discover now