❄Part 23: Kebur lagi ❄

Start from the beginning
                                    

   "Di cafe Sweety ice, Nyonya bilang bayinya ingin makan es krim di sini dan meminta kami mengantarnya Tuan," jelaskan Chris sambil mengusap keringatnya dag dig dug ia menunggu sahutan sang Tuan.

   "Bayi?" gumam Ezra berpikir, hingga detik berikutnya ia mulai mengerti, "Jadi Istriku sedang mengidam ya," senyum gelinya ia tau alasan kenapa gadis itu membodohi para bodyguard nya.

   "Baiklah aku akan menyusul kesana," beritahu Ezra lalu menutup telponnya.

  "Alasan yang bagus sayang, tapi akan lebih bagus lagi jika itu sungguhan," senyum gelinya sambil beranjak dari ruangannya.

   'Ia harus menemani istrinya makan es krim bukan, secara Istri menggemaskannya itu sedang 'ngidam'.

  Ezra menghentikan mobilnya tepat di samping mobil yang di bawa Megan, para orangnya langsung menghampiri membuat kening Ezra mengeryit.

  "Kenapa kalian di sini?"

  "Nyonya menyuruh kami menunggu di luar, katanya ... bayinya tidak nyaman makan jika kami ada," sahut Chris sambil menatap was-was melihat ekspresi Tuannya, marahkah? Atau langsung menatap tajam. Pada hal tiap hari juga disuguhi tatapan dingin.

  Ezra menghembuskan nafas berjalan memasuki cafe tersebut matanya menyusuri setiap meja, mencari di mana gadis itu duduk. Mengabaikan tatap orang yang terkejut dan kagum melihatnya, merasa tidak menemukan Ezra berjalan kearah kasih.

  "Di mana gadis itu?" tanyanya tanpa perlu menyebut nama Megan, ia yakin semua orang sudah tau siapa gadisnya.

  Diana tersentak dari kekagumannya meski di suguhi tampang dingin, tetap saja kepincut, "O, anda mencari Kak Megan?"

  Ezra mengangguk setengah malas, siapa lagi coba yang dicarinya kalau bukan gadisnya.

  "Kak Megan di ruangan atas lagi sama kak Eva," beritahu Diana dengan malu-malu.

  Ezra mengangguk mengerti lalu bergegas menaiki tangga menuju ruangan yang di beritahukan, sesampainya tanpa perlu mengetuk ia langsung membuka.

  Matanya menatap tajam dengan tangan yang mencekram erat ganggang pintu, menggeram dalam hati melihat ruangan tersebut kosong tidak ada siapa-siapa.

  "Kau benar-benar nakal sayang," geram Ezra sudah tau ia gadis itu pasti sedang kabur, setengah kasar menutup pintu ia berjalan cepat turun dengan wajah penuh emosi. Membuat Orang-orang yang tapi menatapnya kagum jadi menciut melihat wajah dingin tajamnya.

  Begitu sampai di parkiran ia menatap nyalang orangnya, "Temukan dia, jika tidak kepala kalian yang akan jadi taruhannya!" ucapnya tajam sambil masuk ke dalam mobil melajukannya.

  Tanpa perlu bertanya mereka langsung mengerti bergegas masuk ke mobil dan mencari, lagi-lagi mereka kena sembur kemarahan sang Tuan karena kenakalan Nyonya mereka.

   "Aku sudah bilang jangan coba kabur dariku Sayang, tapi kau lagi-lagi mengabaikan laranganku. Benar-benar gadis nakal, " desisnya seraya memajamkan mata mencoba mengatur emosinya, melajukan lebih cepat mobilnya. Gadisnya itu pasti pergi ke tempat itu!

                          ****

  Megan menyerahkan helm pada Eva sambil memeluknya, "Terima kasih sudah mengantarku," ucapnya.

  "Aiiss,berhenti memelukku aku masih mau di pandang normal oleh orang, ok!" omel Eva mencubit pinggang Megan yang malah nyengir itu.

  "Telpon aku kalau ada apa-apa, aku kembali kecafe dulu."

  "Hati-hati, beb. " ucap Megan diangguki Eva yang kembali melajukan sepeda motornya.

  Megan berbalik menatap gang kecil menghembuskan nafasnya, sebenarnya ia tidak mau kembali kemari. Tapi, cuma di sini ia bisa meminta bantuan. Sambil berjalan ia memasuki gang tersebut cukup jauh hingga sampai di pinggir kali, lalu berbelok sebelah kiri ia sudah sampai di tujuannya. Sedikit ragu karena ia tidak pernah lagi kembali ke sini, palingan kakak-kakaknya yang mengunjunginya di kos.

  Berjalan menghampiri sebuah rumah bercat merah muda, ada banyak berubah sepertinya baru selesai di renovasi di beberapa bagian.
Ia diam menatap bangun yang memberinya tempat berteduh sejak kecil, sebuah rumah yang memiliki sejuta kenangan indah sekaligus kenangan pahit.

  Potongan-potongan kenangan itu selalu muncul jika ia kembali ke sini, rasa bahagia, senang, sedih sampai sakit. Ia menyukai rasa bahagia tapi ia membenci rasa sakit, hanya satu alasan kenapa ia kembali ke sini.

  Kakinya melangkah menaiki pelataran rumah tersebut berdiri tepat di depan pintu bercat hijau tersebut, ia akan memastikan sendiri apa benar mereka memberikan izin pria itu menikahinya, ia harus tau alasan apa?

   Tangannya sudah menyentuh kenop pintu tinggal memutarnya maka ia akan mendapatkan jawaban. Tapi, beberapa suara dari dalam rumah membuatnya mengurungkan niat, ia hapal betul siapa-siapa pemilik suara tersebut. Meneguk salivanya ia lebih memilih tetap diam, mendengarkan adalah hal lebih ia pilih dari pada melihat langsung.

  Mereka berdebat, mereka saling bicara tidak mau mengalah, mereka mengatakan hal-hal yang menjadi jawaban atas pertanyaannya. Tangannya mencekram erat kenop pintu tersebut, menggigit pipi dalamnya. Ia tidak suka terisak, tapi ia tidak bisa menhentikan saat bulir cristal jatuh di pipinya.

     Ia benci menangis!

  Tidak ada alasan lagi berdiri di situ, ia butuh tempat untuk sendiri, butuh waktu menganggap ucapan itu hanya lulucon. Berbalik adalah pilihannya melangkah meninggalkan tempat tersebut, tidak perlu bertanya lagi karena ia sudah mendapatkan jawabnnya dari perdebatan mereka.

  "Apa aku tidak pantas memilih kebahagianku sendiri? Sebegitu tidak berharganya aku hingga uang pun mampu membeli seorang Megan, apa aku harus tertawa?"

  *** Bersambung ****

     😆 Terima kasih sudah mampir membaca, dan juga yang ngasih 😘  dukungan dan semangat untuk cerita ini.

    Sampai ketemu di part berikutnya ya😘

    Kuala Kapuas 2018

    🌸Story by Miki S & Ara Ze💙

The Heart HunterWhere stories live. Discover now