BAB 35 - Ujian Nasional

1.1K 100 5
                                    

Tidak terasa memang bagi siswa tingkat akhir. Tiba-tiba mereka suda akan dihadapkan ujian nasional. Padahal kemarin mereka baru saja melakukan MOPD sebagai siswa baru.

Samudra dan Nadine masih sibuk di ruang tamu dengan tumpukan buku dan kertas-kertas yang merupakan soal tryout dan beberapa adalah soal tahun lalu yang mereka print sendiri sebagai bentuk inisiatif memperlancar ujian nasional mereka.

Keduanya masih terus mengerjakannya sambil tangannya terus merogoh toples kue kering yang akhir-akhir ini menjadi lebih sering habis, membuat Mama harus sering-sering memesan kue lagi kepada langganannya yang merupakan teman dekatnya sendiri.

Jam di dinding sudah menunjukan pukul sebelas malam. Keduanya terlihat masih asik belajar. Tak ada tanda-tanda mereka akan ngantuk. Ponsel tidak terlihat sama sekali di antara mereka membuat Mama yang sedari tadi mondar-mandir berdecak kagum kepada kedua anaknya.

"Mau sampai jam berapa?" Mama duduk di sofa yang berada di antara keduanya. Keduanya kini sudah tengkurep di karpet bulu-bulu yang ada di ruang tamunya.

"Bentar lagi, Ma."

"Jangan kemaleman. Belajar terlalu keras kan juga nggak baik," pesan Mamanya. Mama sebenarnya sudah mau tidur karena Papa sudah menunggu di kamar sejak tadi, tetapi karena kedua anaknya masih begitu nyaman di ruang tamu, mau tidak mau mama harus bolak-balik menengok anak dan suaminya.

"Pada pindah ke kamar gih, tidur, lanjut besok lagi."

Samudra yang mungkin sudah kepusingan dengan fisika akhirnya melepaskan pulpen dari genggamannya menimbulkan bunyi yang cukup kencang. "Yaudah mah, bubar Nad."

Nadine bergumam, masih asik menuliskan rumus-rumus yang sesuai dengan soal yang ia kerjakan. "Bentar, nanggung." Nadine meraih penghapusnya kemudian melanjutkannya.

Samudra menoleh kepada Mama yang masih memperhatikan kemudian mengusap dengkul Mama. "Mama ke kamar duluan aja. Samudra nunggu Nadine kelar. Sam paksa Nad udahan, Ma."

Mama mengangguk kemudian tersenyum dan bangkit dari duduknya untuk menuju kamarnya. Tak lupa, tangannya menyentil telinga Nadine membuat perempuan itu terkejut. "Bandel banget kalau punya mau, tidur sana."

Nadine cengengesan kemudian mengucapkan selamat malam untuk Mamanya dan kembali memperhatikan kertas-kertasnya. Sampai sebuah tangannya menarik pulpennya dengan kasar. "Udah, cukup. Ayo tidur,"

Nadine melongo, "Tidur sendiri, ngapain ngajak-ngajak gue."

Samudra ikut mendesis, tangannya merapihkan tumpukan kertas dan beberapa buku yang merupakan pedoman mereka mengerjakan soal-soal fisika itu. "Lah, iya, bodo. Ayo buruan naik ke atas."

Melihat Nadine yang tak kunjung merapihkan kertas-kertasnya, membuat Samudra terpaksa merapihkannya sambil mulutnya terus mencibir. "Belajar mulu, tapi kagak mau beresin. Untung punya abang lo, Nad."

Nadine menutup toples kacang gorengnya. Kemudian bangkit dari duduknya, meminta tumpukan kertas yang sudah dirapihkan Samudra sebelumnya dan segera berjalan menuju ke kamarnya.

Sebelum benar-benar masuk, di depan pintu kamar Nadine, Samudra berhenti, menatap Nadine dengan senyum merekah. "Mati-matian belajar sekarang ya. Nanti seminggu sebelum UN, kita mantepin SBMPTN. Lo harus SBM dan ambil Unpad."

Nadine tak menyahutinya, perempuan itu berputar dan membuka pintu kamarnya, kemudian menutupnya, meninggalkan Samudra yang tersenyum sendu.

"Selamat malam, Nadine." Kemudian laki-laki itu berjalan meninggalkan kamar Nadine menuju kamarnya di sebelah Nadine.

Di dalam kamar, Nadine menarik napas panjang. "Selamat malam, Samudra."

Langkah kaki perempuan itu menuju ke meja belajarnya, meletakan buku dan kertasnya di sana. Kemudian pandangannya berhenti pada kartu peserta SNMPTN yang sudah ia cetak beberapa minggu yang lalu.

Nanti, dua minggu setelah UN, hasil seleksi akan diumumkan. Dua minggu setelah ini aka nada keputusan apakah Nadine akan berkuliah jauh dengan Samudra atau tidak.

Nadine membaca satu per satu pilihannya. Dalam hati, Nadine berdoa agar ia bisa terpilih di pilihan ketiga.

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati – Sistem Informasi.

Ya. Mau tidak mau. Nadine sebenarnya sudah memikirkan ini dengan matang. Dalam hati, ia juga tidak ingin berjauhan dengan Samudra. Di dekat Samudra, Nadine selalu merasa aman. Dengan bantuan Mamanya dan tentunya merahasiakan ini dari Samudra, Nadine akhirnya yakin bahwa ia bisa berkuliah di UIN Bandung.

Soal kerudung tidak masalah. Toh, dia Muslim. Ia pasti bisa berkerudung, tak ada masalah. Dan kenapa Nadine tidak bilang kepada Samudra?

Jika seperti itu, Samudra pasti memaksa dirinya untuk memilih Unpad yang menurut Nadine sendiri ia merasa tidak yakin sama sekali. Dan pasti, Samudra pasti meledekinya soal kerudung. Pasti.

Sambil mengucap doa di dalam hati, Nadine meletakan kartu peserta SNMPTN itu dan berjalan ke kamar tidurnya.

"Ya Allah, semoga dua minggu lagi, hasilnya tidak mengecewakan aku maupun Samudra."

***

SAMPAI BERTEMU DI EPILOG SAYANGq HEHEHE

Rabu, 6 Juni 2018.

SAM & NAD 1Where stories live. Discover now