BAB 18 - Tak Gentar

1.4K 155 40
                                    

Selesai melakukan hukumannya yaitu mengumpulkan buku-buku PR yang sialnya mulai dari IPA 1 sampai IPA 6 di kumpulkan hari ini, Samudra berjalan menuju ruang guru. Ini tumpukan buku terakhirnya.

Teman-temannya tak ada yang berbaik hati membantunya. Memang dasar teman-teman jahat, tidak berperi kemanusiaan. Mulai dari buku kelas IPA 1, kemudian dilanjut IPA 2, sampai sekarang hendak pulang. Entah berapa banyak dosa yang sudah ia dapatkan dari hasil ngedumel.

Ia menghela napas panjang begitu meninggalkan ruang guru. Langkahnya berjalan menuju halaman parkir. David pamit pergi dengan Camila karena mereka baru saja berbaikan karena insiden pesan WA salah sambung beberapa hari lalu, saat Camila sedang izin ke Bandung 1 minggu. Sedangkan Nadine, jangan tanya kemana pergi saudaranya itu kalau bukan dengan kekasih orang. Ewh.

Ia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Nadine. Nadine yang dulu begitu malu-malu kepada Rayn, jadi harus menempel dengan Rayn terus menerus.

Namun tiba-tiba matanya menyipit kala melihat perempuan yang begitu ia kenali sedang berdiri di depan koridor dengan muka gelisah.

"Febby?" panggil Samudra agak ragu. Ia sebenarnya ogah menyapa Febby. Namun demi pencitraan sebagai senior tampan, ia harus melakukan ini. Hehehe.

"Kak Sam," Febby terlihat begitu senang. "Baru pulang kak?" tanyanya basa-basi.

Samudra segera mengangguk. "Kamu belum pulang?"

Febby menggelengkan kepalanya. "Aku lagi nungguin abang aku, katanya dia mau jemput sekalian pulang kampus lewat sini."

Samudra menyerengit, "Loh? Kata Rayn kamu kerja kelompok?"

Febby terlihat tersenyum kecut menatap Samudra yang kini menatapnya penuh minat. Seolah Samudra baru saja mendapatkan rahasia Febby dan siap untuk kembali menatapnya dengan enggan.

"Rayn mau pulang sama Kak Nadine, dan kalau aku bilang pulang sendiri, dia pasti tetep maksa aku cari tebengan."

Samudra mengangguk-angguk paham. Lihat? Pacar macam apa perempuan di hadapannya ini.

"Kak Sam, pulang sama siapa? Boleh bareng?"

Samudra terdiam sebentar kemudian menggeleng. "Nggak bisa, aku mau nongkrong dulu sama anak-anak. Kamu tungguin kakak kamu aja, atau kalau perlu telepon Rayn suruh jemput kamu."

Febby tersenyum kecewa kemudian mengangguk. "Makasih, Kak."

"Bilangin sama pacar kamu, jadi cowok tuh tanggung jawab dikit. Punya pacar kok ditelantarin gini,"

Samudra langsung berjalan meninggalkan Febby, menghampiri motornya kemudian segera memakai helm dan meninggalkan halaman sekolah. Tak ada perasaan khawatir pada Febby yang menunggu di sekolah. Samudra seolah benar-benar melepaskan Febby.

***

Samudra berjalan masuk ke rumahnya dengan tas digantungkan di sebelah lengannya saja. Dengan gaya tengil, ia melemparkan jaket jeans nya kepada Nadine yang duduk anteng di ruang TV.

Diam sebentar, menunggu respon saudara tirinya. Namun yang Samudra terima hanya keheningan. "Nad, kok nggak ngamuk?"

Nadine menyugar rambutnya kemudian kembali mencemili cheese steak yang kini toplesnya ada dalam genggaman tangannya. "Capek gue," jawabnya pelan.

Samudra memincingkan matanya kemudian segera mengambil duduk di samping Nadine kemudian menatap Nadine dengan serius, "Kenapa lo?" tanya Samudra cepat, penuh keingin tahuan yang menggebu.

"Rayn nembak gue,"

Samudra mengangguk, seolah siap mendengar lanjutan cerita dari Nadine. Namun detik berikutnya, matanya membulat menatap Nadine yang sedang menunduk sambil mengerucutkan bibirnya.

SAM & NAD 1Where stories live. Discover now