BAB 30 - Permintaan Maaf

1.5K 143 30
                                    

Samudra masih menopang dagunya. Akibat Dani yang hari ini tidak masuk sekolah di karena kan sakit, Samudra bisa dengan sembarang menduduki bangku Dani, memilih mengabaikan gerombolan teman-temannya yang sedang berada di sudut kelas dan bermain kartu uno. Sedangkan Samudra memilih untuk mengamati sekitar kelasnya, berteriak jika tiba-tiba ada guru yang mendekati kelasnya dan melaporkan kepada teman-temannya agar segera menyembunyikan.

Tiba-tiba matanya menangkap Nadine yang sedang duduk di halaman UKS bersama Camila dan Rangga, apa lagi kalau bukan untuk menikmati Wifi gratis?

Samudra tidak habis pikir dengan Nadine yang tak ada puasnya menonton drama korea. Ingatlah, mereka sudah kelas 3 SMA dan akan melakukan ujian nasional kemudian menjalani test masuk perguruan tinggi. Kenapa internet itu tidak di pakai untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Zenius, misalnya?

Dan, yeah. Samudra baru merasa dirinya tidak bermanfaat. Bukannya menonton tutorial menjawab soal fisika, Samudra lebih memilih menonton Nadine yang sibuk dengan ponselnya.

Samudra buru-buru menghela napas panjang sebelum ia kehabisan napas.

Kemudian setelah itu, matanya malah melotot kala mendapati Nadine yang tengah mengobrol dengan Febby. Tanpa pikir panjang, Samudra memilih untuk berjalan keluar kelas dan menghampiri Nadine dengan gerakan pelan. Berharap tidak dilihat namun tetap dapat mendengar pembicaraan keduanya.

Lain dengan Samudra yang masih terus merasa penasaran, Rangga di samping Nadine tengah memperhatikan Febby dengan kedua alis terangkat. Camila baru saja pamit ke toilet.

"Ka Nad," panggil Febby dengan senyum tipis yang terukir secara canggung.

Nadine buru-buru berdiri diikuti Rangga kemudian menatap Febby dengan saksama. "Kenapa Feb?"

Febby terlihat tengah memainkan jemarinya. Canggung, pasti. Beberapa kali mata Febby melirik ke Rangga yang masih asik menatapi wajah Nadine yang masih saja tersenyum untuk Febby.

"Nad," Rangga menyenggol lengan Nadine sontak membuat Nadine mendekatkan kepalanya ke arah Rangga. "Jangan suruh gue pergi," lanjutnya. Karena Rangga dapat melihat gerak-gerik Febby, bahwa perempuan itu berniat untuk mengusir dirinya secara tak langsung. Ya, Rangga sepeka itu.

"Kamu kenapa?" tanya Nadine lembut.

Febby masih memainkan jemarinya bahkan mulai menggigiti bibir bagian dalamnya. Benar-benar canggung. Tidak ada teman-temannya disekelilingnya. Ia sendiri dan harus menghadapi ini. Meminta maaf kepada Nadine.

"Aku mau minta maaf atas nama Rayn," ujar Febby kemudian.

"EH?"

Bukan-bukan, bukan Nadine yang berteriak saking terkejutnya, melainkan laki-laki di samping Nadine yang memekik sambil melotot. "Jadinya salah lo atau Rayn?" pancing Rangga membuat Febby laki-laki kikuk.

"Rayn, Kak. Karena udah mainin perasaan ka Nad," jawabnya pelan. Suaranya bahkan terbata-bata membuat Nadine tersenyum miris melihat Rangga yang tiba-tiba saja berlagak seperti Samudra.

"Lo disuruh Rayn? Atau gimana?" Rangga tiba-tiba kembali nyolot membuat laki-laki yang sedari tadi mengintip terpaksa harus keluar dari persembunyian dan menghampiri Rangga dan Nadine.

"Aku minta maad untuk Rayn dan juga untuk aku yang gak berusaha nahan Rayn, Kak." Febby sama sekali tidak mau menatap Rangga. Matanya fokus pada wajah manis Nadine yang kini sudah tersenyum kepadanya, meningkatkan kembali rasa percaya diri Febby yang sempat hilang akibat bentakan dari Rangga.

"Iya, Feb, santai aja." Nadine menyahuti dengan senyum mengembang, bahkan tangannya menepuk pelan pundak Febby sebagai tanda damai, meskipun sebelumnya memang tidak ada permasalahan antara keduanya, hanya Rayn lah yang memiliki masalah.

Setelah sedikit berbasa-basi, Febby sudah siap untuk meninggalkan Nadine, Rangga dan juga Samudra yang tiba-tiba saja hadir sampai suara Samudra menahan lagkah kaki Febby yang sudah hendak melangkah.

"Kenapa kak Sam?"

"Kalau ketemu Rayn, suruh menghadap ke gue. Minta maaf sama Nadine,"

Febby mengangguk kemudian segera meninggalkan ketiga kakak kelasnya itu, setelah Febby berbelok, Samudra mendapatkan jitakan pada kepala bagian belakangnya.

"Lo siapa berani nyuruh-nyuruh Febby?" sungut Rangga cepat.

***

"Kamu kenapa, Sam?" Mendengar pertanyaan Papa sontak membuat Nadine menolehkan kepalanya ke arah Samudra yang duduk percis di sampingnya. Matanya memincing memperhatikan Samudra yang masih mengunyah makanannya dengan tenang dan tidak mengubris perkataan Papa.

Nadine mengkerutkan keningnya. Ada apa dengan Samudra?

"Samudra nggak enak badan, Pa. Dari semalem badannya panas." Mamanya menyahut kala menyelesaikan kunyahan terakhirnya.

Jawaban Mama berhasil mengembalikan pandangan Nadine kepada Samudra. Pantas saja suasana rumahnya kala sarapan ini mendadak jadi sangat sepi, tidak seperti biasanya. Nadine manggut-manggut tak berniat memancing keramaian.

"Nggak usah sekolah aja, Sam," ujar Papa kemudian. Samudra menggelengkan kepalanya seolah menolak perkataan Papanya.

"Nggak, Pa, Samudra udah gapapa, cuma tinggal pusingnya dikit."

Nadine mendadak jadi diam juga, tidak ingin membuat Samudra terpancing keisengannya, ia memilih untuk diam daripada Samudra membalas keisengannya dan berakhir dengan ia yang tiba-tiba pingsan. Siapa yang tahu kan?

"Gue nggak mau nanti kenapa-napa di jalan," ujar Nadine tiba-tiba.

Samudra otomatis menoleh, Nadine memejamkan matanya, menyesali kebodohan mulutnya yang tiba-tiba berbicara. Padahal ia sudah bilang tidak ingin memancing Samudra mulai mengeluarkan bacotnya.

"Yaudah sih, berangkat aja sana naik angkot," sewot Samudra diiringi desahan nafas pasrah Nadine.

"Samudra udah nggak papa, Nad, nggak akan kenapa-napa di jalan," sambung Mama dan dijawab dengan anggukan Nadine.

Suasana kembali hening sampai sekitar 3 menit, membuat Nadine akhirnya menyelesaikan acara makannya begitu pun dengan Samudra, Mama dan Papa. Nadine buru-buru menumpuk bekas piring dan membawanya ke dapur.

Tersisalah Samudra dan Papa, yang muda menikmati susunya dan yang tua menikmati teh nya. "Sam," panggil Papa tiba-tiba.

Samudra melirik namun masih dengan susu yang ia sesap sedari tadi. Lirikan matanya sudah menjadi tanda bahwa Samudra memperhatikan Papa nya yang akan berbicara dan Papa pun mulai berbicara.

"Kamu udah butuh mobil belum?"

Uhuk.

Seperti sebuah spontanitas, Samudra terbatuk karena keselek susu. Tiba-tiba saja. Samudra meletakan gelasnya kemudian mengelap ujung bibirnya dengan gerakan cepat. "Apa, Pah?"

"Mobil," ulang Papa.

Samudra melongo sebentar, ia jadi mengingat percakapannya di grup line dua hari yang lalu kala Juno baru saja pamer bahwa dia dibelikan mobil oleh Ayahnya yang merupakan pemilih perusahaan yang tidak Samudra ketahui bergerak di bidang apa. Yang pasti Juno memanas-manasi temannya. Dan Samudra yakin, bukan ia saja yang merasa panas, David dan Rangga pun bahkan ikut keluar dari grup saking sebalnya dengan Juno.

Dan apa ini? Tiba-tiba Papanya menawarkannya sebuah mobil?

"Butuh mobil?" Senyum Samudra merekah. Pusing di kepalanya tiba-tiba saja hilang, berganti dengan baying-bayang mobil di otaknya.

"Enggak, Pa, Samudra nggak butuh mobil. Pakai motor aja," ujar Nadine tiba-tiba yang baru hadir dari dapur. Tangannya langsung menarik lengan Samudra, "Ayo, Berangkat."

Samudra tiba-tiba menepis tangan Nadine dengan gerakan yang sangat kasar bahkan tangan Nadine terpentok meja makan menghasilkan suara yang begitu keras. "Apaan sih?" pekiknya.

"Samudra mau mobil, Pa."

***

Jum'at, 23 Februari 2018

SAM & NAD 1Where stories live. Discover now