BAB 31 - Samudra Marah

1.2K 128 24
                                    

[jika lupa, diharapkan kembali ke part sebelumnya. kalau masih lupa, silahkan mundur part sebelumnya lagi. maaf. jangan lupa komentar]
***

Nadine berlari mengejar Samudra yang sudah berjalan keluar dengan pakaian yang cukup rapih. Sembari melewati ruang tamu, Nadine melirik jam dinding yang menunjukan pukul tiga sore.

"Dra!" pekik Nadine begitu ia sudah sampai di pintu utama dan melihat Samudra tengah mengenakan jaket kulitnya yang berwarna hitam. "Mau ke mana?"

Samudra mendelik. Perasaan masih kesal kepada Nadine. Bagaimana bisa perempuan itu dengan begitu mudah menolak penawaran Papa yang bahkan sebenarnya tertuju kepada Samudra, bagaimana bisa malah Nadine yang memberikan keputusan?

"Bukan urusan lo," ketus Samudra kemudian memakai helmnya.

Nadine buru-buru berlari menghampiri Samudra, tangan kanannya ia pakai untuk mencabut kunci motor Samudra. "Lo marah sama gue?" tanya Nadine dengan wajah memelas membuat Samudra ingin sekali menoyor kepala perempuan itu.

"Terus gue harus nggak marah sama lo? Papa kasih penawaran ke gue, lo yang bikin keputusan. Bego kali gue kalau nggak marah sama lo," Samudra membuka helmnya lagi kemudian mengenakan buff ala laki-laki berwarna hitam dengan sedikit corak berwarna abu-abu.

"Yah, Dra, maksud gue tuh bukan kayak gitu loh. Gue bisa jelasin kenapa lo nggak per–"

"Yang pakai itu gue, bukan lo. Gue lebih tahu keperluan gue daripada lo," sahutnya ketus. Matanya menyalang kesal dengan Nadine yang kini berdiri di teras mengenakan celana pendek setengah paha.

"Masuk sana lo, gue mau jalan!" perintah Samudra. Ini jam-jam sore, jam-jam banyaknya anak sekolah pulang dan Nadine berdiri di teras dengan santainya tak memperhatikan beberapa orang yang sudah meliriknya.

"Lo mau ke mana? Baru balik masa langsung jalan lagi?" tanya Nadine masih dengan wajah khas memelasnya.

Mereka memang pulang lebih awal dikarenakan adanya rapat guru. Mereka para kelas 3 juga sudah harus mulai belajar serius untuk menghadapi ujian bulan depan.

"Gue mau ketemu temen-temen SMP gue, mau menjelang UN," jawabnya malas. Tangannya sudah meraih helmnya lagi kemudian siap naik ke motor.

"15 menit. Tunggu, gue ikut." Nadine langsung berlari ke dalam rumahnya dan Samudra hanya mengangkat kedua bahunya. Dia tidak berminat mengajak Nadine kepertemuan teman-teman SMP nya, tetapi juga tidak ada niatan untuk meninggalkan perempuan itu.

Samudra menyalakan mesin motornya, dan tak lama Nadine nongol lagi di pintu. "Tungguin, gue ganti baju dulu."

"Bawel," sahut Samudra.

"Matiin mesinnya," pinta Nadine dengan nada jengkel karena takut ditinggal oleh Samudra yang sudah begitu rapih dan tinggal ngegas, maka hilanglah sudah kesempatan Nadine untuk ikut dengan Samudra.

"Bacot, ini dipanasin dulu, ntar mogok, Bego."

Nadine melotot, "Meskipun gue nggak bisa bawa motor, gue ngerti. Jangan dibegoin deh, tadi pagi kan motornya udah dipake ke sekolah."

"BURUAN GANTI BAJU, ANJIR. GUE TINGGAL BENERAN NIH."

Nadine terlonjak. "IYA IYA!"

Samudra mengusap kasar wajahnya sendiri kemudian menarik napas panjang. Bagaimana mimpinya kali ini, sudahkan begitu indah dengan kehadiran saudara tiri menyebalkan yang sialnya begitu ia sayangi?

Sudahkan mimpinya begitu indah, sampai Samudra berulang kali selalu mengatakan bahwa jangan sampai ini adalah mimpi. Karena sialnya, begitu Nadine makin menyebalkan, begitu besar juga rasa sayangnya semakin tumbuh. Keinginan seorang laki-laki melindungi saudara perempuannya begitu besar. Meskipun selalu mencibir, selalu menjahili, dalam hati Samudra selalu berharap, bahwa tidak akan ada laki-laki yang berniat menyakiti saudaranya.

Samudra akan menjadi yang paling depan menghadang orang-orang yang memiliki niat jahat kepada Nadine. Samudra juga akan menjadi orang pertama yang membawa Nadine kabur jika dihadang oleh preman. Hehehe.

"Yuk," Samudra menoleh mendapati Nadine dengan celana jeans putih dan atasan hoodie kelas kebanggaannya yang berwarna merah maroon dengan dua garis putih dibagian tangannya.

"Cinta banget sama kelasan," ujar Samudra pelan namun masih begitu terdengar oleh Nadine.

Nadine mendengus kemudian mengambil helm di pinggiran kursi, "Ngapain beli mahal-mahal kalau nggak dipake," jawabnya.

Tak lama, Mama keluar dari rumah dan menatap keduanya bingung. "Pamit enggak, mau jalan main jalan aja."

Nadine cengengesan kemudian menarik Samudra, memperintahkan laki-laki itu untuk ikut menghampiri Mamanya dulu. "Maaf, Ma, aku takut ditinggal sama Samudra."

Nadine menyalimi tangan Mamanya diikuti Samudra namun ditahan begitu lama di wajahnya membuat Nadine kebingungan.

"Maaf, Ma, aku takut diikutin Nadine. Jadi aku langsung kabur, dan ini aku ketangkep sama Nadine."

"SAMUDRA!" Nadine memukul kepala Samudra membuat Mama segera menoleh dan menatap Nadine marah tetapi tangannya mengusap kepala Samudra.

"Tuh, Mah, aku tuh takut helmku dipukul-pukul Nadine kalau aku boncengin dia,"

"BOHONG," pekik Nadine tidak terima. Baik Mama maupun Nadine tahu bahwa itu hanyalah banyolan khas Samudra yang tidak kunjung selesai.

"Udah sana pada jalan," perintah Mamanya membuat Nadine kembali tersenyum begitupun Samudra.

"Padahal Nadine belum kasih tahu mau pergi kemana," Nadine memeletkan lidahnya kepada Mama diiringi kikikan.

"Padahal Samudra lebih dulu kasih tau mama."

"AAAHH!" Nadine berteriak lagi, merasa bahwa orang-orang serumah sedang mempermainkannya.

***

SO SORRY GUYS. GAK NYANGKA JG SELAMA INI. DR FEBRUARI :(
JANGAN LUPA VOTE YA SAYANG2Q.

BTW, SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA YANG AKAN LANJUT DITEMANI SAMUDRA DAN NADINE :))

Rabu, 23 May 2018.

SAM & NAD 1Where stories live. Discover now