BAB 27 - Persiapan Pembongkaran Rahasia

1.4K 126 6
                                    

Setelah bel keluar berbunyi sekitar dua menit yang lalu, guru Sejarah pun akhirnya meninggalkan ruangan kelas diikuti beberapa siswa yang sudah merapihkan tasnya bahkan sebelum bel berbunyi.

Kemudian di sini, menyisakan David bersama Camila yang hendak pulang bersama, kemudian Rangga yang dipaksa untuk ikut bersama Samudra dan Nadine yang penasaran dengan kegiatan Samudra sepulang sekolah, karena perempuan itu disuruh oleh Samudra untuk pulang duluan, kasarnya Samudra nggak mau pulang bareng sama Nadine.

"Lo mau ke mana sih, Dra?" tanya Nadine sambil memakai tas ranselnya. Menatap Samudra yang sedari tadi bisik-bisik dengan Rangga, tak mengacuhkan David, Camila dan Nadine.

"Urusan laki," jawab Samudra santai kemudian melepaskan dasi yang sedari pagi menggantung di lehernya. "Lo balik gih sana," perintah Samudra kemudian segera menarik tangan Rangga untuk berjalan meninggalkan ketiga orang yang masih melongo.

"Bro, gue kan laki," teriak David namun tak mendapatkan jawaban dari Samudra maupun Rangga. David mendengus kesal kemudian meatap Camil dan Nadine yang sedang menatap ke arahnya dengan bergantian.

"Seriusan gue nggak tau mereka mau ngapain, gue nggak dikasih tau," ujar David yang menyadari bahwa dua perempuan dihadapannya ini sedang menaruh rasa curiga kepadanya.

"Yakin?" Camila mengacungkan telunjuk kanannya tepat di depan hidung David membuat yang mempunyai hidung seketika memundurkan kepalanya karena terkejut dengan gerakan tiba-tiba dari Camila.

"Kalau aku tau mah ya, aku mending ikut Samudra dan biarin kamu pulang sama Nadine. Naik angkot, naik angkot dah lu, sana."

Camila cemberut kemudian menarik tangan Nadine. "Yaudah, yuk, Nad, gue balik sama lo aja."

David buru-buru meraih tangan Camila kemudian mencengkramnya. "Nggak, Mila, bercanda ih. Yuk pulang." David merangkul bahu Camila dan berjalan menuju pintu keluar mendahului Nadine.

"Biarin si Nanad balik naik angkot sendirian," ujar David tanpa menoleh ke Nadine.

Nadine yang sedang malas hanya membiarkan ucapan David dan menganggapnya sebagai angin lalu saja. Perempuan itu tetap mengikuti di belakang David dan Camila yang kini berjalan beriringan menuju parkiran motor.

Sesampainya di parkiran motor, ia melihat Rangga yang sedang mengeluarkan motor tanpa ada Samudra di belakangnya atau di depannya apalagi di sampingnya. Nadine terdiam sebentar, David dan Camila sudah hilang entah ke mana dan Nadine tak ingin tahu, biarkan saja lah dua manusia itu.

"Kalau naik ojol, gue nggak tau Rangga mau ke mana, tapi kalau naik opang, gue nggak punya duit." Nadine mengusap dagunya seolah berpikir. David sudah pergi, tidak bisa dimintai tolong lagi olehnya.

"Siang, Ka Nadine," Nadine menoleh mendengar suara dari belakangnya. Menemukan anak Basket yang tak ia kenali, sebelumnya. "Mau pulang, Kak?" tanyanya.

Nadine tahu anak laki-laki ini. Anak basket dan rumahnya tak jauh dari rumah Nadine. Ia hanya tahu muka karena Mama pernah bercerita beberapa kali tentang anak-anak teman arisannya. "Kamu siapa?"

Laki-laki itu menyodorkan tangannya, "Adam, Kak."

"Mau pulang?" tanya Nadine basa-basi. Matanya masih memperhatikan Rangga yang masih mengantri untuk keluar dari gerbang sekolah.

"Mau bareng?" tanyanya dengan senyum miring.

Nadine terdiam sebentar, menatap bola basket yang ia peluk kemudian menghela napas panjang. "Anterin gue dong, tolong," perintahnya.

Setelah berbasa-basi dengan Adam dan akhirnya mendapatkan kesepakatan untuk mengikuti Rangga pergi. "Jangan lupa id line, Kak," katanya cepat membuat Nadine mengangguk dan segera mendesah sebal karena menunggu Adam mengeluarkan motornya.

***

"Nanti lo keluar duluan aja, ya, gue jemput Febby dulu ke kelasnya." Sambil berjalan keluar kelas, Samudra berbisik kepada Rangga dan di jawab anggukan oleh Rangga.

"Gue nggak perlu nganterin Nadine balik dulu? BIar lebih memastikan bahwa Nadine sudah selamat sampai rumah dan nggak aka nada kemungkinan tahu rencana kita," Samudra diam sebentar mendengar saran dari Rangga.

"Nggak usah lah. Kalau rencana gitu, gue yang anter Nadine dan lo jemput Febby. Lebih aman," Rangga mengangguk-angguk mendengar jawaban dari Samudra dan segera berbelok menuju parkiran.

Sedangkan Samudra sendiri kini beridri di depan pintu kelas Febby, menatap perempuan manis itu yang masih asik mengobrol dengan teman-teman perempuannya. Kalau saja Febby tidak berurusan dengan Rayn dan Rayn tidak menarik Nadine dalam urusan mereka, mungkin Samudra masih rela mengejar Febby meskipun perempuan itu sudah punya kekasih.

"Kak," sapa Febby tiba-tiba membuat Samudra terkejut. Perasaan matanya tidak lepas menatap Febby, bagaimana bisa tiba-tiba sosok yang ia pandangi sudah berpindah secepat kilat ke hadapannya. Pasti Samudra ngelamun.

"Yuk?" Samudra mengangguk melihat Febby berjalan di depannya, mempertontonkan rambut panjangnya yang terurai membuat senyum Samudra kembali terlukis di wajahnya.

Sesampainya di parkiran, ia melihat Nadine yang duduk di bonceng oleh seorang laki-laki sambil memeluki bola basket, beberapa kali Nadine menengok ke kanan. Samudra memincingkan matanya.

Rangga? Samudra mendapati Rangga di sisi kanan Nadine. Rangga. Nadine. Rangga. Nadine. Wah gawat.

Samudra mengeluarkan ponselnya, mengetikan sesuatu di ponselnya dengan terburu-buru sambil matanya sesekali melirik Nadine dan Rangga, tetapi laki-laki itu sudah berjalan bersatu dengan motor dan mobil lain di jalan raya.

Samudra Alamsyah: Bro, pindah ke Coffcafe ajaa. Nadine ngikutin lo di belakang, awasin.

Samudra tidak peduli kapan Rangga akan membuka pesannya itu, yang jelas ia yakin kalau Rangga pasti bisa membuat Nadine tak mengikutinya atau bahkan mengetahui rencananya.

"Kak Sam, ih," pekik Febby di depan tiba-tiba.

Samudra mengangkat kepalanya, meletakan ponselnya di saku celana kemudian menghampiri Febby. "Kenapa?"

"Ngapain bengong di belakang? Aku daritadi ngomong sendiri kayak orang gila," ujarnya sambil manyun. Namun, manyunnya Febby tak lagi membuat Samudra gemas.

Lain dengan Samudra dan Febby yang masih asik berjalan bersama menuju ke parkiran. Rangga kini tengah berhenti di pombensin untuk mengecek ponsel yang tadi sempat bergetar di saku kemejanya yang tertutup oleh jaket.

Matanya sontak melirik ke kaca spion kala membaca pesan dari Samudra. Dan benar saja, motor Yamaha itu terparkir tidak jauh darinya. Bagaimana cara biar dia nggak ngikut ya.

Rangga akhirnya tersenyum seolah paham, kemudian segera kembali melajukan motornya, memasuki salah satu gerai es krim yang cukup terkenal. Berhenti untuk mengambil tiket, sedangkan motor yang ditumpangi Nadine berhenti di depannya, tidak masuk ke dalam. Rangga tersenyum puas kala Nadine turun dari motor dan berjalan menuju ke dalam.

Begitu sampai di dalam sana, Nadine terlihat celingukan mencari Rangga yang tak kunjung ia dapatkan. Sampai tiba-tiba sebuah pukulan di bahu ia rasakan. "Kan gue bilang, kalau lebih dari lima menit gue gak balik baru lo boleh masuk," kata Nadine masih sambil celingukan.

Adam terlihat mendengus sebal. "Orang yang lo ikutin udah keluar lagi."

Nadine melotot kemudian menarik kerah Adam secara spontan. "Demi apa lo? Rangga sialan." Nadine menyeret Adam dengan cara menarik kerahnya membuat Adam tercekek dan memegangi lehernya sendiri.

"Kak, sakit,"

***

Kamis, 8 Februari 2018.

SAM & NAD 1Where stories live. Discover now