• [Bonus] : Aland-Arkan 03 •

209K 17.1K 3.9K
                                    

Happy reading.

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Arkan hanya menatap beberapa orang yang baru saja datang ke rumahnya dengan tatapan tidak tertarik. Tangannya menggenggam sepotong ayam goreng yang belum ia makan dari tadi.

Mereka adalah keluarganya. Kalau Arkan tidak salah ingat, orang bertubuh tinggi dan berkumis tebal itu anak dari adik kakeknya. Namanya Albi.

Ya. Arkan sendiri pusing memikirkannya.

Lalu, ada pula anaknya, perempuan. Namanya Claudia. Sudah berumur 10 tahun, lebih tua dari ia dan Aland.

Yang terakhir, ada anjing kecil berwarna putih dengan bulu lebat tebal. Bahkan Arkan kesulitan melihat matanya.

Ia duduk di anak tangga paling bawah, menguap lebar dan menatap paha ayam goreng yang masih belum ia makan. "Ini basi nggak, ya?"

Masalahnya, Arkan sudah mengambil ayam goreng ini dari 15 menit yang lalu.

Pemikirannya yang terlalu polos kadang-kadang terasa tidak masuk akal.

Arkan sendirian saja, sebab Aland bergabung dengan mereka yang ada di ruang keluarga. Kembarannya itu memang paling suka berkenalan dengan orang-orang baru, lalu melakukan hal yang pantas untuk dipamerkan.

Tukang pamer, pikir Arkan.

"Kenapa di sini?" Arkan mendongak dan melihat Samudra, ayahnya yang baru saja turun dari lantai dua.

"Nggak gabung sama mereka?" Samudra berjongkok, menyejajarkan wajahnya dengan anaknya itu. "Kenapa?"

"Nggak mau, malu," jawab Arkan dan mengerjapkan matanya yang bulat itu.

Samudra merentangkan tangannya. "Kalo malu, ayo sama Papa."

Arkan menghambur dan Samudra segera menggendong anak bungsunya itu. "Ini ayam gorengnya kenapa nggak dimakan?"

"Atut basi. Tadi Alkan ambilnya udah lama."

Samudra tertawa. "Nggak basi, Arkan. Coba makan."

Meski ragu, Arkan menuruti apa yang diucapkan Samudra. "Enak," gumamnya.

Kemudian, Arkan tertawa sendiri dan memeluk Samudra. Samudra mencium pipi gembil Arkan gemas dan mempercepat langkahnya menuju tempat di mana Albi berada.

Arkan turun begitu Samudra duduk. Aland entah pergi ke mana, mungkin ke dapur.

Tidak. Ia tidak ingin terjebak dalam perbincangan orang dewasa. Membosankan.

Alhasil, ia turun dari sofa, berjalan menjauh dan menyadari kalau ada sesuatu yang mengikutinya.

Arkan berbalik, dan mendapati anjing milik Claudia berada di belakangnya. Arkan mengerutkan kening tidak suka.

"Apa?!" sentaknya.

Anjing itu memiringkan kepalanya, ia mendekati tangan kanan Arkan yang turun, masih memegang ayam goreng.

"Ih!"

Arkan memelotot. "Ini punya Alkan!"

Tapi, anjing itu tidak mengerti apa yang diucapkan Arkan. Dia mendekat lagi, membuat Arkan lagi-lagi mengomel.

"Jangan lebut punya orang! Kata Mama, itu dosa!"

Arkan menjulurkan lidahnya, menghentakkan kaki. "Udah sana!"

Anjing itu menggeram, maju selangkah. Arkan mundur, ia bingung. "Ih pelgi! Ini punya Alkan tau!"

Saat itulah, anjing itu membuka mulutnya dan hendak menggigit ayam di tangan Arkan. Kalau Arkan tidak cepat menarik tangannya, mungkin tangannya sendiri juga akan tergigit.

Refleks, Arkan lari menjauh, tetapi anjing itu juga ikut lari, mengejarnya.

"MAMAAAAAA," teriak Arkan ketakutan.

Anjing di belakang masih saja mengikutinya.

Dari ruang keluarga, Arkan berlari menuju dapur, berharap ada Lalisa di sana. Namun, di sana tidak ada siapapun.

Arkan berbalik dan anjing itu masih berlari ke arahnya. Ia mulai menangis, apalagi saat anjing itu menggonggong keras.

"Pelgi!" Alkan menangis lagi.

Anjing menyebalkan itu malah semakin mendekatinya, Arkan berteriak-teriak dan menangis.

Ia memejam, takut anjing itu akan mencoba menggigitnya seperti tadi.

Akan tetapi, ia malah mendengar hal lain alih-alih gonggongan anjing.

"Pelgi!"

Arkan membuka matanya, dan melihat Aland ada di depannya. Kembarannya itu membawa anjing dengan tangannya, lalu menyerahkannya kepada Claudia yang ternyata berada di dekat pintu dapur, sebab mendengar teriakan Arkan tadi.

Aland berbalik, mendekati Arkan. "Udah jangan nangis, anjingnya udah pelgi. Jangan atut."

Bukannya reda, tangis Arkan malah semakin menjadi. Ia duduk di atas lantai dapur. Aland geleng-geleng kepala, kembarannya ini memang benar-benar cengeng.

"Jangan nangis, Aland nggak suka." Aland memeluk Arkan.

Mata Aland menatap ayam goreng di tangan Arkan, diam-diam memakannya sedikit karena Arkan masih sibuk menangis.

"Alkan atut," aku Arkan lirih.

"Sama anjing? Tenang. Ada Aland yang bakal jagain Alkan." Aland membusungkan dadanya.

Tak lama, datang Lalisa yang mendekati keduanya. Ia berjongkok, mengusap sisa air mata di pipi Arkan. "Udah, jangan nangis. Sini. Mau apel nggak?"

"Mau!" Arkan melupakan ketakutannya.

"Aland juga!"

Lalisa terkekeh. "Ya udah. Ayo."

Dan senyum Arkan pun terbit kembali.

***
Bonus :

***Bonus :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Artha (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang