• Artha #30 •

330K 29.3K 3.5K
                                    

Bagi gue, lo tetep anak ayam alun-alun yang buluk.
Tapi, gue nggak tau kenapa gue bisa kesel kalo ada yang deketin lo.

Arkan Alano Navvare.

***

Arthur mengembuskan napas lega ketika bel istirahat berbunyi kencang. Seperti suara indah dari surga, yang mengangkat segala beban Arthur dari pundaknya. Bel istirahat saja sudah seperti anugerah Tuhan, apalagi bel pulang sekolah.

Buku catatan dan satu buah pulpen Arthur masukkan ke dalam tas dengan asal, ia memang memilih cara simple saja yakni membawa satu buah pulpen tanpa teman-temannya. Selain agar tidak ribet, benda-benda lain itu bisa ia pinjam dari temannya yang lain.

Meskipun kalau dipikir-pikir, pihak cowok atau siapapun yang meminjam sesuatu itu agak ironis. Ponselnya bagus, uang jajannya banyak, tetapi sekadar membeli tipe-x pun tidak mampu. Menyedihkan.

Begitu keluar dari kelas, Arthur langsung melihat Arkan yang keluar dari kelas dengan wajah datar berdama kedua temannya yang ia ketahui bernama Fariz dan Sigit. Mereka berjalan bersama hingga seseorang menghentikan langkah ketiganya.

Arthur melihat Agatha yang menghadang mereka bertiga, berbicara ke Arkan dan mereka berjalan terpisah dari Fariz dan Sigit yang cekikikan penuh arti.

Arthur mengembuskan napas berat. Apa harapannya untuk memiliki Agatha semakin tidak terjangkau olehnya?

Rasanya mereka semakin jauh, hingga ke batas yang tak bisa digapai lagi. Sekarang, Arthur jadi teringat akan suatu kalimat dan kini ia menyetujuinya.

Mengagumi dalam diam itu sakit. Hanya bisa berharap tanpa bisa menggapai, hanya bisa terdiam saat realita menampar hati.

Walaupun tahu ia akan tetap sakit hati jika mengikuti Arkan dan Agatha ke kantin, Arthur melangkahkan kaki tanpa ragu. Setidaknya, ia akan tetap bisa melihat orang yang ia sukai walaupun berujung sakit hati.

Apakah itu bisa disebut bunuh diri secara perlahan?

Saat sampai di kantin, Arthur jadi bingung harus melakukan apa. Ia membeli teh lemon, mengedarkan pandangan ke sekeliling kantin. Mengerutkan kening ketika melihat Sherin memerhatikan Arkan Agatha walaupun secara diam-diam, dia bermaksud menyendok baksonya, tetapi malah menyendok saus cabai dan berakhir dengan kelimpungan mencari air minum.

Arthur menghampiri Sherin, menyodorkan jus lemon miliknya. Ia memang belum meminum minuman itu karena sejak awal tidak berniat membeli apapun di kantin.

"Nih," ucap Arthur.

Sherin yang mukanya merah padam segera mengambil teh lemon dan meminumnya hingga habis hanya dalam beberapa teguk. Ia sangat kepedasan, sekarang pun lidahnya masih terasa terbakar.

Sherin mengipas-ngipas wajahnya. Entah mengapa, Arthur menganggap hal itu lucu, hingga ia tersenyum dan bangkit untuk membeli teh lemon lagi.

Ketika kembali, Sherin sedang mengusap pelipisnya dengan tisu karena berkeringat. Seperti sudah berlari sejauh belasan kilometer.

Artha (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang