• Artha #23 •

232K 22.8K 1.7K
                                    

Arkan tampak sangat serius pagi itu. Keningnya mengkerut, alisnya bertautan, sedangkan tangannya dengan cekatan melakukan sesuatu yang sudah rutin ia lakukan pada tanggal yang sama. Yakni 17 September, tanggal ulang tahun dirinya dan Aland.

Setelah beberapa lama berkutat dengan apa yang ia lakukan, Arkan tersenyum dan mulai memindahkan cupcake cokelat untuk Aland dan cupcake red velvet untuk dirinya ke dalam dua wadah yang berbeda.

Ide untuk membuat cupcake setiap mereka ulang tahun sebenarnya bukan ide keduanya, melainkan Lalisa yang dulu pusing karena Aland dan Arkan tak henti-hentinya berdebat tentang memberi hadiah. Aland yang keukeuh ingin selalu memberi hadiah dan Arkan tidak boleh memberinya apa-apa, lalu Arkan yang memilih lebih baik tidak usah bertukar kado.

Perdebatan Aland dan Arkan yang tanpa henti membuat Lalisa pusing, lebih pusing daripada mengurusi Samudra yang ngambek jika ia sudah berinteraksi dengan laki-laki lain. Saat itu Lalisa segera menyela, mengatakan bahwa Aland tetap pada pendiriannya untuk memberi hadiah, dan Arkan membuatkan sesuatu setiap tanggal 17 September.

Ajaibnya, anak kembarnya itu langsung mengangguk patuh. Lalisa bahkan ingat betapa gemasnya ia saat melihat ekspresi antusias Aland dan mata bulat Arkan yang mengerjap beberapa kali.

Ada yang unik di cupcake buatan Arkan untuk Aland, ada secarik kertas yang dimasukkan ke dalam sedotan plastik di kue itu. Berupa kata-kata apa saja yang ingin diungkapkan Arkan pada kembarannya itu.

"Punya gue mana, nyet?" tanya Aland yang tiba-tiba muncul dan merangkul Arkan. Keduanya sudah memakai seragam sekolah dari tadi.

"Lo tau punya lo yang cokelat, njing."

Lalisa yang masuk ke dapur untuk mengambil minuman seketika melotot, lalu memukul kepala Aland dan Arkan dengan majalah yang ia pegang. "Kalian itu ya, kalo ngomong suka nggak disaring."

"Aland yang mulai," sahut Arkan cepat.

"Lo juga ikut-ikutan bego."

"Halah bacot."

"Dasar kembang makam."

"Dasar pocong Tanah Kusir."

"Aland, Arkan."

Keduanya menoleh ke arah Lalisa dan nyengir hampir bersamaan.

"Iya, Ma?"

Lalisa mengembuskan napas, percuma jika harus memarahi kedua anaknya yang memiliki sifat khas Samudra itu. Keras kepala.

"Selamat ulang tahun buat kalian berdua."

Aland dan Arkan kompak menggerakkan tangan dengan gestur seolah meminta. "Hadiahnya?" tanya mereka bersamaan.

"Hadiah Mama gabung sama hadiah Papa."

"Yah nggak asik," celetuk Aland. Kontan membuat Lalisa melotot.

"Jangan ngomong gitu dulu."

"Oke-oke."

Mereka bertiga pun berjalan ke ruang makan, di mana Samudra telah duduk di sana dengan ekspresi sama setiap harinya, cenderung datar. Berbagai makanan lezat sudah tersaji di meja, Arkan yang membawa dua Tupperware berisi cupcake berseri-seri ketika ada makanan kesukaannya di atas meja. Yakni mie goreng.

Memang tidak aneh, tetapi Arkan selalu dilarang Samudra untuk memakan itu dengan alasan tidak baik untuk kesehatan.

Ketika ketiganya sudah duduk, Samudra membuka mulut, bersuara. "Happy birthday."

"Thanks, Dad," balas Aland. Yang kini sudah mengunyah ayam goreng, ia sangat kelaparan. Entah mengapa.

"Thanks, Dad," timpal Arkan mengucapkan hal yang sama.

Artha (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang