Chapter 25 - Aendrov's Prince [1]

Start from the beginning
                                    

Margo membeliakkan mata, tak menyangka kalau Rose dan kawan-kawannya bisa tunduk semudah itu dengan William bahkan ketika dia tidak melakukan apa-apa.

"Lepaskan kami ... sekali ini saja lepaskan kami." Salah satu wanita ber-dress ungu berlutut sambil mengosokkan kedua tangannya, seolah dia benar-benar memohon. Tampak menyedihkan, tapi sama sekali tak bisa menyentuh hati William.

"Tolong lepaskan kami ... kami janji setelah ini tidak akan menggangu Margo lagi." Satu orang lagi menambahkan, namun Rose belum buka suara. Wanita itu sudah berlutut, tapi dia tidak tampak ketakutan seperti dua temannya yang lain.

Margo kira, Rose tidak akan ikut memohon. Namun yang terjadi kemudian membuatnya terkejut. Rose, wanita itu ... nyaris menangis!

"Lepaskan kami. Kali ini saja ... aku mohon," gumam Rose amat sangat kecil. Itu permohonan yang terdengar menyedihkan.

William menaikkan alisnya tertarik. Lucu melihat ketiga wanita aneh ini memohon di depannya setelah menyakiti Margo. Yah, mereka pikir ... William itu murah hati?

Jika iya, maka mereka salah besar. Karena sesungguhnya, hati William sudah beku, entah sejak kapan.

Namun es yang keras itu perlahan-lahan mulai mencair, karena satu orang wanita. Jadi, William bertekad di dalam hati kalau dia tidak akan membiarkan siapapun menyakiti sumber cahayanya. Ya, siapapun termasuk Daniel.

"Kami mohon ...." Ketika wanita itu memohon lagi. Seharusnya tampak menyedihkan, tapi kenapa malah begini?

William ingin tertawa sinis melihat orang-orang yang tidak tahu malu ini. Ya, sebenarnya dia masih ingin melonggarkan waktu agar dia bisa melakukan balasan yang setimpal dengan kedua tanganmya sendiri.

Tapi, William tidak akan melakukan itu. Karena bagaimana pun juga saat ini Margo membutuhkan bantuannya. Wanita itu basah kuyup, dan William tahu dia harus segera mengakhiri drama ini.

Ah, tunggu ... kenapa Margo bisa basah kuyup?

Pandangan William mengedar, dia berusaha mencari sumber air tapi kedua matanya justru terkunci pada kloset yang saat ini terbuka lebar. Ah, tunggu ... jangan bilang kalau ...?

Shit!

William segera meraba kantong jasnya, mencari benda pipih berwarna hitam metalic. Hanya butuh beberapa detik baginya untuk menekan tombol menyambungkan telepon.

Tekadnya sudah bulat. Dia tidak akan pernah memaafkan ketiga ular di depannya. Mereka bertiga pantas merasakan penderitaan, setelah segala hal yang mereka lakukan.

"Halo Dad?" William mundur beberapa langkah, namun matanya tak lepas dari ketiga wanita tadi. Dia marah. Rasanya emosinya nyaris mencapai ubun-ubun. "Aku ingin kau memutuskankan kerja sama dengan beberapa perusahaan."

Ketiga wanita itu shock mendengar perkataan William. Selama ini, perusahaan mereka bekerja sama dengan Aendrov's group sehingga bisa maju pesat dan punya banyak anak cabang.

Tapi jika William memutuskan hubungannya maka ....

"JANGAN, KAMI MOHON!!" Ketiga wanita itu menjerit sambil berjalan maju. Memegang kaki William erat-erat, namun yang ada William malah semakin berjalan menjauh. Seolah jijik dengan mereka.

Sedangkan Margo berdiam diri. Kepalanya pusing, kakinya sakit, dia juga lemas. Dia tidak mengerti kenapa wanita-wanita itu memohon sebegitu sedihnya pada William. Dan jujur saja, Margo tidak tahu kalau William punya perusahaan besar. Karena yang Margo tahu selama ini hanya tentang Wallance.

"Kau pikir memutuskan hubungan dengan perusahaan lain adalah perihal mudah?" sahut Papa William di sebrang sana. Sangat tidak setuju dengan usul anaknya.

"Dad, bantu aku kali ini saja. Aku benar-benar harus memutuskan kerja sama dengan tiga perusahaan ini." William berjalan agak menjauh agar tiga wanita tadi dan Margo tak mendengar percakapannya.

"Urus saja kafemu yang benar, son. Jangan meminta hal aneh. Ini tidak seperti dirimu, kau tahu?"

William menghela napas. Ini bukan permintaan yang mudah, apalagi keluarganya sudah berkecimpung di dunia bisnis sejak lama. Jadi untuk mendapatkan sesuatu, maka William harus rela kehilangan hal lain.

Dan demi Margo, William memutuskan untuk mengambil risiko besar. Tak akan dia biarkan, seseorang yang menyakiti orang yang ia cintai bahagia, setelah semua perbuatan yang mereka lakukan.

"Sebagai gantinya ... aku akan mengambil tanggung jawab perusahaan, Dad." William berucap mantap.

Papa William terdiam sesaat ketika mendengar anaknya berbicara soal tanggung jawab untuk pertama kalinya. Aneh, sekaligus nyata. Selama ini, ia nyaris pasrah karena kekeraskepalaan William yang enggan mengemban tugas perusahaan. Tapi kenapa ... tiba-tiba?

"Kau mau mengambil tanggung jawab son? Are you kidding me? Aku sibuk sekarang tidak ada waktu untuk bercanda denganmu."

William menarik napas berat. Ini bukan keputusan mudah, karena menyakut masa depannya. Namun kemudian William kembali menatap Margo yang tampak pucat pasi dan masih terduduk di sana.

Melihat wajah wanita itu membuat William langsung membulatkan tekad. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu mengangguk mantap sebelum melanjutkan percakapannya.

"Aku akan bekerja di perusahaan, asalkan ... kau mau memutuskan hubungan dengan tiga perusahaan yang kubenci, Dad."

****

Aendrov yang datang, bukan Wallance wkwkwkwk.

aku lg berpihak ke team williammmmmmmm!!!

[#W2] The Bastard That I Love (COMPLETED)Where stories live. Discover now