Chapter 16 - William's wish

22.8K 1.8K 154
                                    

But ... i can't unlove you.
- Ar-

***

Sinar matahari berusaha menembus masuk melalui gorden yang berwarna abu gelap. Tak terlalu terik, tapi cukup untuk membuat Margo tersadar dari tidurnya. Wanita bernetra hazel itu menatap langit-langit putih bersih yang tampak asing dengan alis yang bekerut.

Di mana ia?

Itu pertanyaan yang pertama kali menelusup masuk ke dalam benak Margo ketika ia membuka mata. Dengan kebingungan, ia bangun lalu celangak-celinguk, berusaha mengingat kembali apa yang terjadi kemarin sampai dia bisa berakhir di atas ranjang asing ini.

Butuh waktu agak lama bagi Margo untuk mengingat kejadian kemarin. Di mana Daniel mengecewakannya, dan William datang lalu mengubah semua keadaan. Iya, Margo juga tahu kalau dirinya kemarin tidak pulang karena berniat menemani William sampai sadar. Ya, awalnya demikian, tapi ... siapa sangka keadaan berkata lain? Karena nyatanya justru Margo yang tertidur di samping laki-laki itu.

Ya, di samping. Dia seharusnya tertidur di bibir ranjang karena kemarin William masih tertidur di atas sini.

Tapi tunggu dulu ... jika demikian, harusnya Margo bangun dengan tubuh sakit-sakitan karena terlelap dengan posisi tak nyaman, bukan? Tapi kenapa ... dia justru tertidur di atas ranjang?

Apa William ... yang memindahkannya?

"Morning." Seorang laki-laki dengan kemeja navy blue yang tampak membungkus tubuhnya sempurna dan rambut yang tertata rapi tengah berdiri di ambang pintu seraya membawa nampan berisikan susu dan ... entah apa itu, Margo tak bisa melihatnya karena posisi William lumayan jauh dari tempatnya duduk. "Nyenyak?"

"Hah? Apanya?" Margo melongo karena pertanyaan William yang tak jelas. "Oh ... maksudmu, tidurku nyenyak?"

William mengangguk, berjalan santai mendekati Margo dan meletakkan nampan tadi di meja samping ranjang, "Ya."

"Tidurku nyenyak." Margo menjawab sambil melirik ke arah nampan yang William bawa. "Tapi ... bisakah kau menjauhkan susu itu dariku? Baunya menyengat."

"Menyengat?" William mendekatkan susu itu ke hidungnya lalu mengernyit, "Aku tidak mencium apapun."

"Jauhkan saja!" Nada suara Margo meninggi saat susu itu malah mendekat ke arahnya, bukan menjauh. Wanita bernetra hazel itu menutup hidungnya dengan ekspresi wajah jijik. "Rasanya aku ingin muntah."

"Maaf. Aku akan segera kembali." William menggaruk tengkuknya bingung karena sejujurnya dia baru kali ini berurusan dengan wanita. Wanita hamil pula?!

Laki-laki itu keluar dan menemui Albert, meminta teh hijau setelah ia mencari di google seputar kehamilan. Ya, dia bukan laki-laki yang berpengalaman dan bermulut manis seperti Daniel. William bahkan jauh dari itu. Dia kaku, dia tidak bisa bercanda, dia terlalu serius. Tapi, setidaknya dia mau berusaha memahami Margo. Dia mau mencoba mendekati wanita itu. Dan jika memang ada kesempatan yang Tuhan berikan, maka William tak akan segan untuk merebut Margo dari tangan Daniel.

Karena sejujurnya, bajingan semacam Daniel tidak pantas mendapatkan wanita berhati baik seperti Margo.

William naik ke lantai atas setelah mendapatkan sarapan pagi Margo dari Albert. Laki-laki itu berjalan lambat, takut membuat teh Margo tumpah selama perjalanan. Meski sebenarnya dia tak perlu repot-repot karena dia punya pelayan, tapi William lebih suka mengantarkan makanan Margo sendiri.

Ia sampai di lantai dua dan ketika William hendak masuk ke dalam kamar, ia menemukan Margo tengah menatap ponselnya dengan ekspresi tak terbaca.

"Ini sarapanmu." William berusaha bersikap biasa saja. Dia tak ingin Margo tahu kalau dirinya yang mematikan telepon dari Daniel semalam. "Makan."

[#W2] The Bastard That I Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang