Chapter 4 - Making laf

32.9K 2K 45
                                    

Jangan lupa meninggalkan jejak!

***

Margo bangun ketika ia merasakan sensasi dingin terasa di sekujur pipinya. Karena heran, gadis berbola mata hazel itu akhirnya membuka matanya meski sesungguhnya kantuk masih menguasai diri.

"Kau bangun?"

Suara itu membuat kesadaran Margo yang awalnya masih berada di awang-awang seketika meningkat drastis, kedua bola matanya membulat sempurna.

Refleks, gadis itu hendak berdiri dari posisi tidurnya, namun gerakannya tertahan karena tangan Daniel menahan perut Margo, hingga ia kembali pada posisi awal.

"Aku sedang membersihkan make up-mu. Kudengar, kulit bisa rusak jika kau tidak menghapusnya sebelum tidur." Daniel berkata sambil menggosok lembut kulit Margo menggunakan kapas dan pembersih wajah yang ia pakai setiap harinya. "Tapi aku terkejut saat melihat riasanmu luntur, hingga matamu bagian bawah hitam semua."

Margo berangsur-angsur mendapatkan kenangannya kembali setelah mendengarkan ucapan Daniel. Ya, dia ingat tentang bagaimana Daniel membuatnya bahagia hingga terbang ke awan dan menjatuhkannya ke jurang dalam selang waktu sebentar.

Sakit memang. Tapi, memangnya Margo bisa apa?

Toh, mau dia menangis ataupun terluka, Daniel tidak akan peduli.

"Jangan menangis, apalagi hanya karena bajingan sepertiku." Daniel menghentikan kegiatannya, kemudian meletakkan kapas itu di sembarang tempat. Lelaki itu mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Margo yang masih lembab, dan menatap kedua matanya lekat. "Aku tidak pantas untuk kau tangisi."

Margo terdiam. Dari kilatan mata Daniel, Margo tahu kalau lelaki ini merasa bersalah. Ada penyesalan yang besar di sana. Namun sayang, tidak ada rasa cinta untuk Margo yang terlihat.

"Aku tidak menangis," kilah Margo spontan, hanya karena ia tidak mau Daniel merasa tak enakkan dengannya. "Tadi mataku kemasukan bongkahan batu, jadinya maskaraku luntur."

Daniel tersenyum miring, merasa lucu dengan tingkah Margo. Meskipun ia telah menyakiti wanita ini berkali-kali, tapi entah bagaimana Margo masih bisa memaafkannya. Bahkan, dia bersikap seolah tak terjadi apa-apa agar Daniel tidak merasa bersalah.

Oh Tuhan, bukankah seharusnya Daniel bersyukur punya Margo di dalam hidupnya, dibanding dengan mengusir wanita ini pergi?

Seharusnya Daniel belajar menerima Margo dan melupakan masa lalunya, meski perlahan-lahan.

Tapi ... bagaimana?

Bagaimana jika Margo akan tersakiti lagi karena ulah Daniel nanti?

Bisakah ia melupakan semua tentang Amy dan memulai lembaran hidup yang baru dengan Margo?

"Aku minta maaf karena pergi di saat aku telah berjanji padamu. Aku--"

"Tidak apa-apa." Margo memaksakan diri untuk tersenyum. "Kau sibuk dengan perusahaan. Aku seharusnya mengerti."

"Tidak. Ini salahku." Daniel membantah. "Aku membuatmu kecewa."

"Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa." Margo tersenyum lagi. Senyumannya begitu tulus, hingga Daniel merasa ada sesuatu di dalam dirinya yang robek.

Sedangkan Margo?

Tidak, dia tidak baik-baik saja.

Rasa sakit dan kecewa itu masih terasa nyata, tapi dia menahan semuanya lalu tersenyum seolah tak terjadi apa-apa agar hubungan mereka baik-baik saja.

Margo tidak mau bertengkar dengan Daniel, apalagi sampai membuat Daniel pergi dalam hidupnya. Margo tidak bisa menahan air matanya tadi hingga ia menangis seperti anak-anak. Padahal ia tahu, perjalanannya masih sangat jauh.

[#W2] The Bastard That I Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang