Chapter 11 - Hug from stranger

21.3K 1.7K 92
                                    

Margo menatap datar ke arah masakannya yang telah dingin karena hanya didiamkan sejak satu jam yang lalu. Rasa excited  juga bahagianya telah pupus, digantikan oleh kekecewaan dan kekesalan yang luar biasa. Meski sudah sering disakiti dan mengingkari janji berkali-kali, entah bagaimana Margo masih percaya pada mulut manis Daniel, walaupun dia tahu bagaimana tabiat sesungguhnya dari lelaki itu.

Well, Margo sudah menelan rasa senangnya bulat-bulat karena ia tahu Daniel tak akan datang. Walaupun lelaki itu tak memberi kabar sama sekali, tapi entah bagaimana insting Margo mengatakan jangan berharap lagi, karena harapan itu telah pupus.

Dengan langkah gontai, Margo berdiri, hendak masuk ke dalam kamar dan meredam semua emosinya seperti biasa. Ya, sudah berapa kali dia tersakiti seperti ini? Dan selama itu, hanya beberapa waktu saja Margo bisa menangis dan melampiaskan semua emosinya. Sisanya? Dia pendam sendiri.

Dia selalu bertingkah seolah-olah tak ada kejadian apapun yang menimpanya dan tersenyum layaknya orang bodoh, meskipun hatinya hancur menjadi kepingan abu, Margo masih menahan semuanya seorang diri, dan tidak pernah menceritakan kekesalannya pada siapa pun.

Dia kuat. Ya, dia wanita yang bisa berjuang sendirian. Dan Margo yakin, suatu saat Daniel akan melirik dirinya sebagai wanita yang sesungguhnya. Ah, tidak. Bukan hanya melirik, tapi juga memilih Margo sebagai pendampingnya, untuk selama-lamanya.

Margo percaya pada harapannya, dan ia berharap semua keinginannya itu bisa benar-benar terwujud suatu hari nanti.

Ting tong .... Ting tong ....

Langkah kaki Margo terhenti tepat di depan intercom saat ia mendengar bunyi bel yang ditekan.

Aneh, dia sangat jarang kedatangan tamu karena untuk memasuki apartment ini bukanlah hal yang mudah. Dengan penjagaan yang ketat, tak sembarang orang bisa keluar dan masuk seenaknya. Apalagi, tempat ini dihuni oleh orang-orang super kaya.

Well, benar juga, jika masuk ke dalam sini bukanlah hal yang mudah lantas bagaimana Kenndrick masuk tadi? Kan lelaki itu tidak punya jabatan atau pun kekayaan yang bisa ia manfaatkan?

Dan kenapa pula Margo baru terpikir sekarang?

Ting tong .... Ting tong ....

Margo menekan salah satu tombol di bawah intercom saat bel kembali berbunyi. Di layar kecil yang berbentuk persegi itu, ada seorang pria dengan perawakan tinggi, mata abu yang terlihat dingin namun mendominasi, setelan kemeja hitam yang membungkus tubuhnya sempurna, serta kacamata bulat yang cocok dengan bentuk wajah tampan itu, hingga melengkapi semua penampilannya hari ini.

Margo sempat terpaku sejenak, terpesona. Walaupun dia sudah berbadan dua dan baru saja mengalami kekecewaan yang hebat karena Daniel, tapi tetap saja Margo bisa terpesona dengan lelaki lain. Well, bukankah hal itu adalah naluri wanita?

"Siapa?" tanya Margo sembari menekan tombol hijau pada alat itu, agar suaranya dapat terdengar di luar. Sesaat, Margo baru menyadari kalau si pria ini memegang sebuah dokumen di tangannya.

Punya Daniel kah?

"William." Lelaki bernama William itu berjalan mendekati intercom hingga jaraknya dengan kamera tersebut terkikis. Dan dari jarak sedemikian dekat ini, Margo baru sadar kalau William punya mata yang indah, seperti memakai softlens. Kemudian, William mengangkat dokumen yang ia pegang sedaritadi di depan kamera hingga wajahnya tertutup. "Daniel meninggalkan ini semalam."

"Oh." Margo menjawab refleks, bingung sekaligus ragu mau bereaksi bagaimana. Ya, ini kali pertamanya bertemu dengan teman Daniel. Ah, tapi tunggu dulu. Penipuan sekarang sedang marak, meski Margo memiliki beberapa body guard yang berjaga untuknya di sini, tapi tetap saja kan dia harus berhati-hati. Tidak ada bukti kalau orang ini benar-benar teman Daniel, meski gaya dan penampilannya sungguh memancarkan aura orang kaya.

[#W2] The Bastard That I Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang