Chapter 5 - Lavender

28.2K 1.9K 82
                                    

Jangan lupa meninggalkan jejak!

edisi belum edit, kalo ada typo tandain tolong :( thankyou

***

Siang itu tampak terik, karena itu Margo bersemangat untuk pergi dan berbelanja beberapa kebutuhan rumah. Memang, dia punya pelayan dan body guard yang bisa diandalkan dan bisa disuruh-suruh setiap waktu.

Tapi, hari ini Margo merasa bersemangat. Dia bahagia karena Daniel sudah menganggap kehadirannya, meski lelaki itu tidak bilang kalau dia menyukai Margo.

Well, setidaknya satu pintu telah terbuka dan jalan untuk Margo bisa masuk ke dalam hati Daniel perlahan-lahan memungkinkan.

Wanita berambut blonde itu menelusuri tempat khusus untuk buah dan sayuran, karena ia tahu betul Daniel tidak memedulikan apa yang ia makan. Tepatnya, lelaki itu punya jadwal makan yang berantakan. Belum lagi, Margo khawatir dengan kondisi lambungnya yang selalu diisi dengan alkohol setiap malam.

Bisakah kalian bayangkan itu?

Margo tengah memilih-milih stroberi dan beberapa bungkus anggur saat troli yang ia bawa tiba-tiba saja ditumbur dari belakang dengan keras, hingga semua buah yang telah ia pilih tercecer ke mana-mana.

Terkejut, refleks Margo langsung menunduk dan mengambil semua buah itu. Dan sekilas, dia bisa melihat ada seorang wanita tengah membantunya. Kedua manusia itu berlarian memunguti buah yang tercecer, hingga tanpa sadar menjadi pusat perhatian.

Margo kembali pada trolinya ketika semua buah yang ia pilih tadi telah terkumpul kembali. Well, seharusnya dia marah pada sang penabrak bukan? Jika dalam situasi normal, Margo pasti sudah meledak-ledak dan mengumpat orang yang menabraknya dengan kata-kata kasar.

Tapi saat ini, dia tengah mengandung. Margo sangat menjauhi kata-kata kasar semenjak dia punya orang lain di dalam dirinya. Dan juga, kata dokter kandungan, bayi Margo masih terlalu mungil karena itu dia tidak boleh stres dan terbawa emosi.

"Maaf. Maafkan aku!" Wanita itu menunduk seolah penuh penyesalan. Iya, Margo membicarakan tentang wanita yang menuburuk trolinya tadi. Rambutnya merah tembaga, tubuhnya semampai dan seksi, kulitnya putih bersih, tapi Margo tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena dia tidak sedang mendongak. "Tadi aku tersandung kabel yang ada di lantai, karena itu aku nyaris terjatuh sampai pada akhirnya aku malah menabrak trolimu."

Wanita itu bergumam singkat. Sekarang, Margo bisa melihat wajahnya. Kedua matanya berwarna abu gelap, alisnya tebal dan tertata rapi, bibirnya tidak tipis atau pun tebal tapi terasa pas untuk dilihat. Ya, wanita ini termasuk dalam spesies cantik, dan tidak sampai di sana. Dari penampilannya saja, terlihat kalau dia adalah orang kaya. Perfect one! Kaya, cantik, body goals!

"Tidak apa-apa." Margo tersenyum manis sambil menggelengkan kepalanya, berusaha meyakinkan bahwa kejadian tadi bukanlah masalah yang harus dibesar-besarkan. "Lagipula kau sudah membantuku."

"Ah ... aku membantumu karena itu adalah tanggung jawabku." Wanita itu mengigit bibir bawahnya, sebelum kemudian memberanikan diri menatap mata Margo. "Aku sungguh minta maaf."

"Hey, sudah kubilang tidak apa-apa." Margo menggaruk lehernya canggung. "Kau tidak melakukan kesalahan yang besar, dan juga aku tidak terluka."

"Tapi aku tetap merasa tak enak." Wanita itu mengusap lehernya dengan gerakan lambat, lalu tiba-tiba dia tersentak dan menatap mata Margo. "Ah! Bagaimana kalau kau ku traktir makan? Itu sebanding bukan?"

Margo melongo. Baru kali ini dia menemukan orang yang begitu baik, seperti wanita di depannya. Well, sekarang sopan santun rata-rata sudah luntur. Terkadang ada orang yang salah, tapi masih bersikukuh kalau dia benar. Dan wanita ini sungguh jenis yang langka!

"Tidak perlu. Aku--"

"Kumohon!" Wanita itu langsung memotong ucapan Margo saat ia hendak menolak. "Aku hanya ingin menebus dosaku. Aku tidak suka berhutang pada orang lain."

Margo menimbang-nimbang sejenak. Well, dia keluar rumah tanpa sepengetahuan Daniel karena jika lelaki itu tahu maka Margo pasti dipaksa untuk pergi bersama body guard-nya. Tentu saja Margo tidak mau! Dia bukanlah orang yang penting hingga harus dikawal oleh penjaga ke mana pun dia pergi. Tapi melawan titah Daniel itu sulit, karena sejujurnya lelaki itu pandai berargumentasi dan memutar kata. Jadinya Margo harus memilih jalan keluar teraman dan tersulit, yaitu pergi tanpa bilang pada Daniel.

Dan bertemu dengan orang asing yang akan mengajaknya makan berdua sama sekali tak pernah masuk ke dalam perkiraan Margo. Ia ingin sekali menolak, karena jika Daniel tahu dia pergi dengan orang asing maka lelaki itu akan mengomel. Well, dia masih peduli pada Margo meski ia sering sibuk sendiri di kantor. Mungkin karena itu, cinta Margo pada Daniel justru terus bertumbuh seiiring berjalanya waktu, bukannya pupus karena sakit hati.

"Aku tidak akan menculikmu." Wanita itu terkekeh saat melihat ekspresi wajah Margo yang menyiratkan kebingungan. "Di sini ada security yang siap menjagamu kalau pun aku berniat jahat," sambungnya lagi.

"Eh?" Margo merasa pipinya memanas ketika wanita ini bisa menebak jalan pikirannya. Oh Tuhan, dia pasti dianggap narsis sampai-sampai ada orang yang mau menculiknya padahal jelas-jelas Margo bukanlah orang yang penting.

"B-baiklah." Margo akhirnya setuju dengan tawaran wanita ini. Toh, setelah ia pikirkan lagi, tidak ada salahnya memiliki teman baru. Lynne saat ini tengah sibuk dengan bulan madunya dan sesungguhnya Margo tak ingin menganggu temannya yang sedang sibuk membuat anak. Meski sesungguhnya Margo tahu, sudah ada janin di dalam perut Lynne.

Wanita itu tersenyum manis, "Kalau begitu, kita makan di restoran XX."

***

Margo memesan chicken cordon blue dan jus stroberi untuk menemaninya siang ini. Sedangkan wanita yang ia bilang tadi memesan salad dan air putih sebagai temannya. Well, dilihat dari tubuhnya yang bagus, wanita ini pasti menjalani diet ketat. Dan sejujurnya, Margo belum pernah melakukan diet karena sejak dulu tubuhnya kurus dan tidak bisa gemuk, meski ia makan sebanyak apa pun.

Suasana kafe tampak tenang karena masih sepi pengunjung. Ini belum jam makan siang, dan atmosfer seperti ini menurut Margo sangat menyenangkan. Lagu dari Calum Scott - You are the reason diputar, hingga membuat Margo nyaris bernyanyi karenanya. Iya, itu lagu favoritnya. Lagu dengan lirik terbaik, bagi Margo sendiri. Well, dia nyaris tenggelam dalam dunia sendiri kalau saja wanita tadi tidak membuka pembicaraan.

"Namaku Lavender, kau bisa panggil aku Lave." Lavender tersenyum manis ke arah Margo. "Aku pelukis yang dulunya tinggal di sini. Tapi 15 tahun yang lalu aku memutuskan untuk pergi demi mewujudkan mimpiku."

Margo terdiam, bingung mau merespon bagaimana. Sejujurnya dia bingung, kenapa Lave ini bisa sebegitu terbukanya dengan Margo seolah mereka adalah teman lama di saat mereka baru kenal belum satu jam?

"Tapi ... ada risiko yang harus aku ambil ketika aku ingin meraih mimpi itu." Lave menatap ke arah ubin, pandangannya menerawang entah ke mana. Margo bisa merasakan kekosongan, hampa dan penyesalan. Mungkin, wanita itu kehilangan hal yang penting demi mimpinya. Entahlah, Margo tak tahu.

"Apa?" tanya Margo. Bukannya dia kepo, tapi Lavender membuat Margo berada di posisi terjepit.

"Aku pergi ... meninggalkan lelaki yang kucintai." Lavender mendongak, lalu menatap mata Margo dengan pandangan tak terbaca. Margo sempat tertegun, karena ia tak mengerti arti dari lirikan mata Lavender.

"Karena itu sekarang aku datang kembali." Lavender melanjutkan.

Margo menaikkan alisnya, agak bingung. Tapi lagi-lagi, dia secara tidak langsung dipaksa untuk bertanya.

"Untuk apa?" tanyanya.

Lavender tersenyum, "Untuk merebut kembali, sesuatu yang seharusnya menjadi milikku."

***

Baru kali ini aku double apdet cerita ini ... semoga suka! 

doakan ideku lancarr pls :(

[#W2] The Bastard That I Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang