Chapter 15 - Sleeping with another man

25.4K 1.7K 99
                                    

William membuka matanya perlahan-lahan, berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan. Dia mengerjap-ngerjap, sadar bahwa dirinya berada di tempat yang familier.

Pencahayaan tampak redup, tapi dia masih bisa melihat dengan jelas. Lalu, dengan gerakan perlahan dia menoleh ke samping. Mendapati seorang wanita tengah tertidur dengan posisi yang tak nyaman di sana.

Wanita itu berambut blonde, dan postur tubuhnya tampak sangat familier. Hanya dalam hitungan detik, William berhasil mengenali siapa perempuan cantik yang menungguinya sedaritadi.

Ya, dia Margo.

William bangun dengan gerakan lembut, berusaha untuk tidak mengeluarkan suara ataupun gerakan yang bisa membangunkan Margo. Kemudian, dia melirik ke arah jam dinding.

Pukul sebelas malam. Ya Tuhan, sudah berapa lama dia tidur?

Lelaki berambut cokelat itu membuka pintu perlahan-lahan, lalu keluar dari kamar setelah memindahkan selimut yang tadi ia pakai ke tubuh Margo.

Well, sebenarnya William kasihan dengan wanita itu jika ia tertidur dengan posisi yang tak nyaman seperti tadi. Tapi di sisi lain William juga tak tega membangunkannya. Dilihat dari kantong matanya, Margo pasti kurang tidur dan banyak menunggu Daniel. Dia butuh istirahat.

Langkah kaki yang panjang itu berjalan di koridor lantai dua, tempat di mana dia tinggal setelah memutuskan untuk membangun kafe ini sendiri dan lepas tangan pada perusahaan keluarganya.

Ya, William tidak ikut campur dengan perusahaan karena sejujurnya dia tak tertarik untuk mengemban beban sedemikian rupa, dan harus berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki berbagai macam karakter. Sungguh tak cocok dengan kepribadiannya.

Meski William tahu, kalau kedua orang tuanya sangat mengharapkan dirinya untuk mewarisi perusahaan. Tapi mereka tidak pernah memaksa William.

Sesungguhnya, di dalam diri William, dia juga sadar kalau suatu hari nanti tanggung jawab itu pasti akan jatuh ke tangannya. Tak peduli seberapa kuat dia melarikan diri dan bersembunyi, perusahaan itu akan diserahkan untuknya.

Oleh karena itu setidaknya William mau menikmati waktunya yang tersisa untuk melakukan apa yang dia inginkan. Dia ingin berbuat sesuka hati, sebelum beban yang berat dijatuhkan ke atas pundaknya.

William turun ke lantai satu, tempat di mana kafenya berada. Sepi, tidak ada orang. Ah, jam sudah menunjuk pukul 11 tadi. Pasti kafe sudah tutup.

Laki-laki itu memutar tubuhnya ke arah kanan, memasuki koridor sepi dengan lampu yang dimatikan kemudian mengetuk salah satu pintu di sebelah kirinya.

Tempat itu adalah kamar Albert, pelayan setianya. Biasanya Albert tidak bisa tidur karena insomnia, oleh sebab itu William berani mengetuk pintunya tanpa takut mengganggu tidur lelaki tua itu.

"Ya?" Albert menyalakan lampu dari dalam karena sadar yang datang menghampirinya pasti William. Koridor yang awalnya gelap, seketika menjadi terang. Kemudian, laki-laki tua itu membuka pintu, menemukan atasannya berada di sana.

"Kau sudah bangun? Bagaimana keadaanmu?" Albert bertanya dengan raut wajah cemas. Well, jangan salahkan dia kalau ucapannya terdengar informal. William sendiri yang memintanya untuk bersikap santai layaknya teman.

"Aku tidak apa-apa." William menjawab dengan wajah yang datar tanpa ekspresi. Kemudian, kedua manik mata abu itu menatap netra Albert tajam. "Kau ... tidak memberitahu Margo kan?"

Terintimidasi, itu yang Albert rasakan. Jika tatapan seseorang bisa membunuh, maka pasti dia sudah tercabik-cabik sekarang.

Laki-laki tua itu menunduk lalu menggeleng cepat, "Tidak. Aku tidak bilang apa-apa."

[#W2] The Bastard That I Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang