Chapter 10 - Meet her, again

Start from the beginning
                                    

Gadis itu duduk di ujung kafe yang tampak sepi, membuat Daniel tanpa sadar berjalan ke sana. Perlahan-lahan, dia bisa melihat wajah gadis itu dengan jelas. Paras yang tak pernah berubah, bahkan setelah 15 tahun berlalu.

Seketika, Danuel merasa jantungnya dipacu sepuluh kali lebih kencang. Kedua mata abu itu masih sama, bahkan cara dia memandang Daniel pun sama. Penuh cinta, meski Daniel tak yakin kalau dirinya ... benar-benar pernah ada di sana.

Dia berjalan seperti orang yang terhipnotis, dengan pikiran yang telah bercabang ke mana-mana. Di benaknya, terbesit kembali rasa marah dan sakit hati karena Amy tega ... meninggaliakan Daniel tanpa sedikit pun kejelasan.

Namun, hal itu hanya berlangsung sejenak. Karena ketika Amy mengembangkan senyumnya, Daniel merasa semua rasa sedih, patah hati, serta dendam itu menguap seketika. Ada sesuatu di dalam dirinya yang begitu bahagia, seperti ... ia merasa Amy dan dirinya telah kembali seperti dulu.

Daniel duduk di sebrang Amy dengan gelagat yang canggung. Sebelum mereka sempat saling berbicara, salah satu pelayan kafe itu datang dan membawakan menu kehadapan Daniel.

Daniel menerima buku itu dengan canggung kemudian membolak-baliknya. Sejujurnya, tatapan mata biru itu tak terfokus pada menu, melainkan ia menggunakan kesempatan ini untuk menatap Amy, tanpa sepengetahuan wanita itu.

Daniel sempat begitu asyik dengan dunianya sendiri sampai suara pelayan itu kembali terdengar, menginterupsi semua pikiran dan angan-angannya.

"Sorry, Mr. Tapi Anda memegang menunya terbalik."

Daniel membelalakan mata tatkala ia menyadari bahwa ucapan pelayan itu benar. Ia menyengir malu, lalu sesegera mungkin membenarkan posisi menu tersebut. Pada akhirnya, Daniel hanya memesan apa yang ia sering pesan, dengan wajah yang memerah.

"Satu ice americano."

Pelayan tersebut mengangguk dan pamit undur diri dengan senyum yang tertahan di wajahnya. Holy shit! Daniel sangat bodoh. Ia bahkan tak sadar sama sekali, saking seriusnya ia memperhatikan wajah Amy.

"Kau tidak berubah ... meskipun kita tidak bertemu untuk waktu yang lama." Amy bergumam singkat seraya menyeruput teh panasnya. Kebiasaan yang sama seperti dulu, minuman favorit Amy adalah teh panas.

Daniel mendongak, memberanikan diri untuk menatap mata abu itu kembali. Tanpa sadar, senyumnya mengembang lembut, "Kau juga ... sama. Kebiasaan dan warna matamu itu, tak pernah berubah, Am."

"Kau masih mengingat kebiasaanku?" Amy berucap dengan nada tinggi seolah ia terkejut. "Kupikir ... kau sudah melupakanku, Niel."

Melupakanmu? Bagaimana bisa? batin Daniel langsung bersuara.

Lelaki itu tidak mau menunjukkan pada Amy kalau selama 15 tahun ini, dia benar-benar gagal total untuk move on. Dia tak mau Amy tahu kalau ia mempermainkan hati para wanita karena rasa sakit hati yang membekas, berkat Amy. Well, Daniel hanya tak mau Amy sakit hati.

"Aku ... mengingatnya." Daniel tersenyum singkat, lalu mengusap lehernya. "Aku senang, kau kembali ke sini dan mau menemuiku."

Amy terkekeh pelan, "Hm. Kurasa kau agak sedikit berubah, dari 15 tahun yang lalu di mana kita terakhir bertemu."

"Aku? Kenapa?" Daniel memiringkan kepalanya bingung. Rasanya, tidak banyak hal yang berubah dari dirinya. Dia tetaplah Daniel yang sama. Namun semenjak kepergian gadis ini, dirinya memang sempat hancur dan terpuruk.

"Aku tak pernah melihatmu berkaca dan bergumam sendiri di depan kaca selama 15 menit lebih, hanya untuk menemui seorang wanita." Amy terkekeh kembali, yang lagi-lagi membuat Daniel merasa malu setengah mati.

Jadi dia melihat Daniel tadi? Dan shit, Daniel baru sadar kalau Amy datang lebih awal darinya. Gadis itu duduk di bagian ujung, jadi Daniel tak bisa melihatnya tadi.

"A-aku hanya ... gugup." Daniel berkata jujur dengan wajah yang benar-benar merah. Dia berusaha untuk tetap cool, karena biasanya Daniel lebih ahli dalam mengurusi wanita. Tapi dengan Amy ... dia berbeda.

"Gugup karena bertemu denganku? Wah, itu suatu kehormatan!" Amy terkekeh lagi seraya menepuk tangan Daniel pelan, menimbulkan sengatan listrik yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Iya, aku gugup karena akan bertemu dengan teman lamaku." Daniel mengulang kembali kalimatnya, memperjelas maksud dari perkataan yang ia lontarkan beberapa saat yang lalu.

Seketika, tawa Amy surut, "Teman lama?" gumamnya kecil. Sangat kecil hingga nyaris tak terdengar.

Daniel menaikkan alisnya sebelah, bingung, "Kau tadi bilang apa?"

"Tidak, lupakanlah." Amy tersenyum lagi, kemudian pelayan datang membawakan pesanan Daniel, hingga pembicaraan mereka sempat terhenti untuk sesaat. "Aku senang bisa melihatmu dengan keadaan seperti ini. Jadi ... apa kau sudah punya pasangan?"

Daniel nyaris menyemburkan kopinya ketika mendengar pertanyaan Amy. Sungguh, dia tak menyangka gadis itu akan bertanya sekarang. Itu terlalu tiba-tiba.

"Aku ...." Daniel memutar otaknya, berusaha mencari jawaban yang paling pas. Sebenarnya dia sendiri bingung, dia punya pasangan atau tidak, di saat hubungannya dengan Margo sangat tidak jelas?

"Kau tidak punya kan?" terka Amy dengan senyumnya, lagi. Entah bagaimana, Amy bisa mempengaruhi pikiran Daniel. Setiap kali gadis itu tersenyum, Daniel merasa pikirannya terbang entah ke mana.

Daniel terdiam. Masih bingung mau menjawab apa.

"Kalau kau diam ... kuanggap kau tak punya." Tangan Amy berjalan pelan, perlahan-lahan mendekati tangan Daniel. Kemudian ketika sampai, gadis itu langsung memegangnya erat, menautkan jari-jari mereka berdua.

"Aku ingin ... kembali bersamamu, Niel."

***

Pelakor vs bini sah?!

tapi di sini Margo bukan istri Daniel =')

dia di posisi yang tidak menguntungkan.

so, yang mana?

#AmyDaniel atau #MargoDaniel?

[#W2] The Bastard That I Love (COMPLETED)Where stories live. Discover now