"Kau melawan wanita?" ada nada tidak percaya yang terselip dalam suara Lei saat mengatakannya. "Sejak kapan kau melawan wanita?"

"Dia bukan wanita biasa," jawab Yunru. Ekspresinya sangat serius. "Wanita itu bertarung seperti laki-laki," sambungnya. Yunru menyipitkan kedua matanya, rasanya malu untuk mengakui jika wanita itu bisa bertarung lebih baik dari dirinya. Ah, tidak, dia tidak akan mengatakan hal itu pada Lei.

Keduanya terdiam untuk beberapa saat. Lei menghela napas. Suara desir angin membelah kesunyian yang menggantung di tempat itu.

"Tetap saja dia seorang wanita." Lei kembali bicara. Kedua matanya terpejam erat. Belakangan ini mimpi yang sama terus mendatanginya. Namun, kali ini sosok wanita itu terlihat lebih jelas. Wanita itu tersenyum begitu cantik, dan Lei bersumpah jika pelukan yang diberikan wanita itu terasa sangat nyata. Tapi di mana? Di mana dia pernah bertemu dengan wanita itu?

"Kau akan mengubah pikiranmu saat bertemu dengannya," kata Yunru, memutus lamunan singkat Lei. Pria itu menepuk-nepuk bagian belakang tubuhnya saat berdiri. Dia lalu menggelengkan kepala cepat. "Ah, tidak. Aku berharap tidak akan pernah bertemu dengannya lagi."

"Apa dia semenakutkan itu."

Yunru menoleh pada Lei lalu mengangguk kuat. "Ya, dia bahkan lebih menakutkan dari mendiang ibu kita," katanya. "Ayo kita pulang," tukasnya kemudian. Lei terlihat enggan, namun, pada akhirnya dia pun memilih untuk patuh. "Omong-omong ilmu pedangmu berkembang pesat," puji Yunru. Ia menepuk pundak Lei penuh bangga. "Aku bangga padamu, Lei."

Senyum itu menular pada Lei. "Ingat, kau berjanji akan membawaku serta di misi selanjutnya."

"Hm...," jawab Yunru, dan keduanya pun kembali berjalan dalam keheningan.

***

Di tempat lain, Liqin dan Qiang berjalan bersampingan, di belakang mereka terlihat beberapa prajurit berjalan mengekori. Qiang tidak mengatakan apa pun sejak keluar dari penginapan. Tatapannya terarah lurus pada punggung Niu yang berjalan beberapa meter di depannya bersama Yong.

 Tatapannya terarah lurus pada punggung Niu yang berjalan beberapa meter di depannya bersama Yong

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Liqin berdecak pelan. "Apa kau akan terus diam seperti ini?"

Nada ketus itu membuat Qiang menoleh ke arahnya. Ia menatap wanita itu dengan ekspresi tidak mengerti. Memangnya apa yang harus dikatakannya? Lagi pula, sejak kapan Liqin mau bercakap-cakap dengannya?

"Aku bukan patung, kenapa kau terus diam tanpa mengatakan apa pun?" tanya Liqin, masih dengan nada ketus yang sama.

Qiang baru saja akan menjawab tepat saat Yong menoleh ke belakang dan tatapan keduanya pun bersirobok. Qiang benar-benar ingin memukul kepala adik keenamnya itu saat Yong menepuk bahu Niu lalu menunjuk pada Qiang dengan ekspresi menyebalkan.

Qiang menunggu.

Ah, mungkin seharusnya dia tidak menunggu reaksi Niu karena wanita itu hanya menoleh singkat lalu kembali berjalan seolah apa yang dilihatnya bukan sesuatu yang penting. Dan kenapa Yong menyunggingkan senyum puas?

TAMAT - Magnolia SecretsWhere stories live. Discover now