Di sisi lain, Qiang bertanya di dalam hati; siapa yang membantunya. Satu-satunya orang yang dikenalnya dengan kemampuan memanah hebat hanya Jian Yong, tapi benarkah itu adik keenamnya? Qiang mengatakan dalam hati untuk tidak terlalu berharap banyak. Ada banyak orang di dunia ini yang memiliki kemampuan memanah sehebat Yong, pikirnya, mengingatkan dirinya sendiri.

"Temukan dan bunuh pemanah itu!!!" suara Qiu Heng menggema, menembus kesunyian hutan di sekitarnya. Anak-anak panah kembali melesat, kali ini dari kubunya. Beberapa prajurit yang terkena anak panah itu tergeletak di atas tanah basah, tubuh mereka mengejang sebelum akhirnya mati.

Tanah digenangi darah. Udara membawa aroma anyir. Namun, pertempuran masih jauh dari kata selesai. Pertarungan masih berlangsung begitu sengit. Busur-busur dilepaskan. Pedang saling beradu. Yaozu mulai bertanya; apa kematian para prajuritnya sepadan dengan harta yang harus mereka pertahankan?

Tidak. Nyawa prajuritnya jauh lebih berharga. Dia memilih untuk dihukum raja daripada nyawa prajuritnya harus melayang lebih dari ini. "Ambil barang yang kalian inginkan dan pergi dari sini!" serunya kemudian.

Tawa Qiu Heng menggelegar. Dia menatap sinis pada Yaozu yang berdiri di samping Qiang. Dia memiringkan kepala ke satu sisi dan menjawab santai, "Terlambat," katanya. Seringainya membuat Qiang menggenggam gagang pedangnya erat. Musuhnya ini bukan hanya menginginkan harta tapi juga kematian mereka.

Sementara itu di atas sebuah pohon, Yong mendesis karena persediaan anak panahnya sudah habis. Dengan perasaan kesal akhirnya dia turun lalu mengeluarkan pedangnya yang masih tersarung di pinggang. Dia harus mendapatkan persediaan anak panah secepatnya.

Yong memutar tubuhnya dalam satu gerakan cepat saat dua orang perampok menyerangnya dari depan dan sisi kirinya. Dia menekuk kakinya, tubuhnya membungkuk dalam untuk menghindari tusukan pedang. Dengan gerakan apik dia menyabetkan pedangnya persis pada perut salah satu penyerangnya hingga menyebabkan luka robek yang mengerikan.

Pekik kesakitan kembali mengoyak. Terdengar hingga membuat bulu kuduk merinding. Yong tidak berhenti, dalam satu gerakan lain dia menusukkan pedangnya tepat ke arah jantung penyerangnya yang tersisa lalu mencabutnya cepat. Wajahnya tidak memperlihatkan ekspresi apa pun saat ini.

Yong kembali berlari dengan menggunakan pedangnya dia berhasil menangkis dua anak panah yang terarah padanya. Pria itu berguling-guling di atas tanah saat beberapa anak panah kembali datang bertubi-tubi. Yong mendesis, dengan cepat dia mencabut beberapa anak panah yang tertancap pada tanah. Disarungkannya kembali pedangnya di pinggangnya. Yong mengangkat busurnya lalu melepas beberapa anak panah tepat ke arah datangnya anak-anak panah tadi datang.

Teriakan dari kejauhan membuatnya tersenyum. Ternyata kelompok penyerang ini memiliki prajurit pemanah. Sial. Pertempuran ini jelas berat sebelah.

Yong kembali berlari. Tidak jauh dari tempatnya berdiri dia melihat sebuah pertarungan sengit lainnya. Keningnya ditekuk dalam. Dia tidak menyangka akan menemukan seorang wanita yang bisa bertarung dengan sangat hebat. Yong bahkan berani bertaruh jika ilmu pedangnya berada di bawah wanita itu.

Langkahnya terhenti tiba-tiba. Wanita berpakaian pria itu tengah melawan Guang Li? Tapi kenapa Guang Li mengenakan pakaian seperti kelompok penyerang? Ada apa ini?

"Guang Li?!" bentak Yong. Rahangnya mengetat, marah. Dia tidak menyangka jika Guang Li akan bergabung dengan orang-orang jahat.

Niu menoleh singkat lewat bahunya. Sesaat kedua matanya terbelalak. Kenapa Jian Yong bisa ada di sini?

Di sisi lain, Yun Ru terlihat sangat kesal karena untuk kesekian kalinya ada orang yang salah mengenalinya sebagai Guang Li. Dia tidak ingin tahu siapa orang yang memiliki wajah seperti dirinya, yang jelas orang itu sudah merugikannya. Hanya karena wajah mereka serupa, wanita gila di hadapannya ini ingin menghancurkan wajahnya. Sialan.

TAMAT - Magnolia SecretsWhere stories live. Discover now