Firasat

137K 11.1K 499
                                    

"Lo nggak boleh pergi!" bentak Karin di depan tempat tidurnya. Mukanya memang nyeremin banget pagi ini. Selain iler di sudut bibir yang belum dihapus dan rambut yang acak-acakan, tampangnya juga nyeremin banget.

Semua berawal dari mimpi buruknya subuh tadi. Pas aku sudah mandi dan siap-siap belajar lagi, dia malah jerit-jerit terus gelagapan gitu bangun tidur. Abis itu dia langsung meluk aku. badannya basah kuyup, padahal AC nyala sampai dua puluh dercel. Aku saja sampai harus pakai kaos kaki dan sweater, eh dia malah keringetan kayak habis maraton gitu. Kan lucu!

"Napa lo?" tanyaku cuek sambil memasang pose paling enak untuk baca buku sambil bersandar di bantal.

"Ana ..." Suaranya jadi seperti rengekan. Mukanya kelihatan nelangsa banget. "Gue mimpi elo," katanya lagi. Mimpi apa dia? Mimpi aku ngerebut Tom Hardy dari dia? 

"Napa lo?" Jangan bilang aku nggak kreatif karena mengucapkan pertanyaan yang sama. Emangnya pertanyaan apa lagi yang bagus buat ngadepin situasi kayak gini coba?

Karin duduk di dekatku. Baunya ngeri banget. Tahu bau septic tank pas pertama kali dibuka? Sama aku juga nggak tahu. Tapi ... yah, kira-kira kayak gitu deh baunya.

"Lo ngompol?" desisku sambil menutup hidung.

Dia menghela napas. "Dikit."

"Sial lo!" pekikku sambil menendang pantatnya sampai jatuh dari tempat tidurku. "berani banget abis ngompol duduk di tempat tidur gue? Najis banget, Tau!" 

Bukannya jerit-jerit seperti biasanya kalau lagi kuaniaya, dia malah nangis. Wajahnya dipendam ke dalam kasurku.

"Karin, lo sakau? Lo pengin mabok? Lo kenapa, sih?"

Karin emang sudah beberapa bulan tobat dari dugem. Sejak aktif di dunia jurnalistik, Karin paham kalau dugem cuma buang tenaga dan uang. Dia sadar kalau menulis bikin dia lebih have fun dari pada dugem semalaman.

"Gue mimpiin elo, Ana. Gue mimpi jelek banget. Gue nggak tahu kudu gimana." Mukanya sudah penuh dengan airmata sekarang. "Lo jangan ke mana-mana ya besok. Lo di sini aja."

"Besok kapan? Ini sudah pagi, loh."

"Hari ini, besok, selamanya. Lo di sini aja. Gue khawatir sama lo, Ana."

"Karin, lo emang niat banget ya bikin gue nggak lulus kuliah. Kalau gue nggak ikut ujian, bisa ancur nilai gue, Karin. Hari ini matkulnya Pak Hasan Pasaribu. Mampu gue kalau nggak masuk ujian. Dia kan orangnya keras banget. Jangankan cuma gegara mimpi buruk. Dicabut nyawa aja tetap kudu masuk ujian."

"Pokoknya lo nggak boleh keluar dari pintu, Ana. Lo nggak boleh pergi dari ruangan ini."

"Terus kalo gue laper gimana?"

"Lo makan apa aja yang ada di ruangan ini. Isi kulkas penuh. Lo bisa ngunyah bantal atau tempat tidur kalau masih laper."

"Sial! Lo kira gue rayap makan tempat tidur? Lo kenapa sih?"

"Gue tadi mimpi lo nikah, Ana."

Kutepok jidatku sendiri. "Segitu hinanya kah gue sampe nikah aja jadi mimpi buruk, Kar?"

"Ana, lo nggak tahu mitos sih. Katanya kalau mimpiin orang lagi nikah berarti tu orang bakalan mati. Terus, gue mimpi lo tuh nikah sama orang yang mukanya rusak. Terus Drey dateng nembak elo."

"Tolak aja kan gue udah nikah. Mending nikah sama orang muka rusak kali daripada Drey." Semoga orang muka rusak di dalam mimpi Karin tetap ganteng. Yah, kayak Deadpool juga boleh. He's still hot, isn't him?

"Nembak, Monyong lu! Nembak yang pakai pistol." Karin melemparku dengan bantal. "Lo berdarah, Ana. Lo mati di nikahan lo sendiri."

"Kalau mimpi nikah artinya gue mau mati, mimpi berdarah artinya gue mati dua kali? Sadis amat sih mimpi lo."

Filthy Shade Of Drey (Terbit; Heksamedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang