Bad Bad Bad Day

147K 11.9K 266
                                    

Seharusnya hari ini tuh gampang banget.

Tugasku hari ini mudah banget. Yang harus kulakukan cuma naik taksi online yang sudah dipesankan Karin ke Clover Bank, duduk di dalam mobil sambil ngelatih cara senyum dan cara duduk biar nggak malu-maluin kata Karin, terus turun dari mobil dan ngelapor ke satpam minta naik ke executive floor ketemu sama sekretarisnya Pak Krisna Drey. Setelah sampai di sana, aku serahin surat yang sudah dirapiin sama Karin. Tinggal duduk sebentar, terus dipanggil, dan mulai deh wawancaranya. Cuma baca daftar pertanyaan sambil ngerekam suara Pak Drey doang. Gampang banget itu sih.

Jalankan misi terus pulang dengan selamat. Yaay... happily ever after.

Nyatanya, hidup emang nggak seindah kartun Barbie.

Awalnya dari taksi yang kunaiki. Mobil yang katanya mahal dan bergengsi untu jadi taksi online, ternyata bannya tetap saja kempes-able. Belum juga setengah jalan, ban mobilnya sudah kempes.

"Nggak bisa dibaikin, Pak?"

"Bisa, Mbak. Tapi ya nggak sebentar. Saya khawatir mbak telat kerja," kata supir mobil dengan wajah khawatir. Aku ngerti. Dia bukan khawatir aku telat kerja, tapi khawatir aku nggak bayar dan dia nggak dapet duit buat ganti ban.

Kutarik dua lembar uang ratusan ribu pemberian Karin. "Nih, Pak. Saya cari taksi yang lain aja."

Bukannya senang, wajah Pak supir itu malah tambah pucat. "Mbak, ini kebanyakan."

"Nggak apa-apa, Pak. Santai aja. Itu duit dapet dari langit, kok." Aku tersenyum, lalu meninggalkan Pak Supir yang masih melongo itu.

Heran juga sama orang-orang kayak Pak Supir itu. Dia kan orang susah. Itu mobil aku yakin banget masih nyicil. Dikasih uang lebih kok bingung? Padahal orang-orang berdasi itu kalau dikasih uang lebih bakalan diem aja, dikasih kurang bakal jerit-jerit kayak ayam mau bertelor.

Taksi argo berhenti di depanku. "Neng? Taksi?" tanya supirnya ramah.

"Iya, Pak. Ke Clover Bank pusat, ya?"

"Ke surga juga saya mau, Neng." Pak Supir kali ini sepertinya tukang ngelawak. Dari awal senyumnya ngembang terus seperti mawar baru mekar.

Aku nggak menghiraukan Pak Supir. Kunyalakan HP untuk video call Karin biar dia tahu aku harus pindah taksi argo yang lumayan apek ini.

"NGAPAIN LO PINDAH ANGKUTAN?"

"Gue naik argo, Monyong. Yang tadi bannya kempes."

"DOSA APA LO SAMPE BIKIN KEMPES BAN ORANG?!"

Sumpah ni anak keterlaluan banget. Dia jerit-jerit kayak satu-satunya manusia di bumi yang punya mulut aja.

"Lo jerit sekali lagi, gue walk out."

"Oke. Sori. Gue emosi berat. Gue stres nungguin di sini."

"Kenapa lo nggak ikut aja sih? Kan lo bisa nunggu di lobi."

"Keluar rumah dengan muka kayak Annabelle gini?"

Buat orang yang sangat menjaga wajah dan penampilan, cacar jelas mimpi buruk, apalagi cacarnya Karin tuh parah banget sampai rata gitu bintil-bintilnya. Puncaknya sepertinya hari ini, nggak ada kulit yang nggak dihiasi bintil, deh.

"Gue sudah nyaris gila di sini, An. Gue nggak mau tahu, lo kudu nyelesaikan misi hari ini baru bisa pulang dengan selamat. Gue yang yakinkan lo kejang-kejang di tangan gue kalau nggak bisa nyelesaikan misi hari ini. You get that?"

"Get ... Get," kataku kesal, lalu mencebik. Sudahlah. Kalau Karin sudah sesangar ini berarti dia memang benar-benar lagi nggak waras. Karin yang nggak waras itu bisa lari telanjang ke tengah jalan sambil mengebiri tiap cowok yang dilihatnya.

Filthy Shade Of Drey (Terbit; Heksamedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang