13. Merepotkan

186 19 2
                                    

Kejadian tadi pagi di mana Daru melabrak ekskul jurnalistik juga menyebar seantero sekolah. Bahkan OSIS pun sampai mencari informasi mengenai hal ini. Ekskul jurnalistik memang salah. Mereka menyebarkan iformasi tidak akurat.

Saat istirahat pertama ini Daru bersama Erik dan Ozra sedang makan di kantin.

"Omong-omong, Dar, si Sany udah jarang ngasih lo bekal yah akhir-akhir ini," celetuk Erik sebelum ia menyuapkan mie ayam ke mulutnya.

Ozra yang duduk di sebelah Daru dan berhadapan dengan Erik mengangguk setuju. "Terakhir itu kasih nasi goreng, kan?"

"Heeh."

Daru memutarkan bola matanya malas. Perihal artikel tadi pagi masih membuatnya kesal. Terlebih artikel itu masih saja belum diturunkan ketika ia cek website jurnalistik tadi.

Mau kasih makan gimana. Orang dia tinggal sama gue. Gerutu Daru dalam hatinya.

"Bodo amat gue," sahut Daru, "nggak ngurusin begituan. Toh, gue aja masih bisa makan di rumah."

"Tapi lumayan, Dar, makanan gratis," kata Ozra.

"Gue belum pernah nyobain."

"Lo mana sudi makan pemberian dari Sany."

Mulut Erik yang penuh dengan mie seketika memekik tidak jelas dengan tatapan mata mengerling seolah menyuruh Daru berbalik. Daru pun menoleh ke belakang. Tepat saat itu sosok Zita bersama temannya sedang membawa mangkuk bakso lalu duduk di meja kantin bagian depan. Sesaat pandangan Zita berserobok dengan Daru. Perempuan itu langsung terlihat canggung dan kembali mengalihkan pandangannya dari Daru untuk mengobrol dengan temannya.

"Kalian berdua belom baikan juga?" tanya Erik yang ketika melihat ekspresi Zita.

Daru kembali berbalik dan melanjutkan memakan gorengan yang ia beli.

Daru mengedikkan bahunya. "Belom."

"Pantesan tadi pagi berangkat sendiri biasanya sama Zita."

"Gue memilih buat jauhin Zita dulu biar gue nggak sakit hati lagi."

"Lagian sih kalau gue jadi lo bakalan sakit hati juga. Pernyataan cinta yang udah bulukan dijawab dengan penolakan. So sad," ucap Erik.

"Orang gue baru nyatain cintanya sebulanan nggak lama-lama amat."

"Sebulan lama, Nyet. Lo suka Zita dari zaman baheula, baru berani nyataian perasaannya sebulan yang lalu, digantung, terus sekarang ditolak? Nasib lo buruk amat, Dar," Erik menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa geli. Sepintas ia jadi teringat Sany. "Nggak dideketin Sany, lo sekarang harus ditolak juga sama cemceman lo."

"Kampret lo! Temen lagi ada masalah malah diledekin."

"Gue seneng lihat lo susah soalnya."

"Sialan."

Ozra yang sedari tadi diam kini menyahut. "Lo ditolak Zita semacam karmalah."

"Maksud lo?" dahi Daru mengernyit.

"Ya, Sany kan suka sama lo, tapi lo tolak. Sekarang lo suka Zita, tapi Zita tolak. Bukannya itu karma? Ya, lo sekarang jadi ngerasain kan, gimana rasanya ditolak. Itu yang Sany rasain selama ini."

Daru terdiam sebentar. Perkataan Ozra memang benar. Ia seperti mendapatkan karma dari ulahnya terhadap Sany. Akan tetapi, apakah Tuhan begitu tega melihat hambanya yang tampan ini—walaupun tak setampan Lee Min Ho—harus selalu berurusan dengan makhluk dari Mars yang sinting itu? Daru yakin Tuhan juga pasti tidak mau memberikan cobaan yang melebihi batas kemampuannya. Maka dari situ Daru harus kembali bernegosiasi dengan-Nya dalam setiap doanya agar ia dijauh-jauhkan dari Sany.

Hey, I Love You! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang