Bab 2: Men In Black

Start from the beginning
                                    

"Gak bisa!" jelas gua menolak dengan tegas. "Kamar gua masih belom rapih..." gua mencoba beralasan.

"Oke, lu tungguin di situ.." lanjutnya tanpa mempedulikan penolakan gua.

"kleek!" telfon langsung di putus.

"Woi...gakkkk!!" teriakan gua udah terlambat.

"............" gua hanya bisa terdiam dengan posisi ponsel masih menempel di telinga.

"Sialan nih Gorila maen matiin telefon aja!" gerutu gua kesal sambil membanting ponsel ke kasur. "Ah, lagian dia gak tau gua ngekost dimana," gua pun gak terlalu memusingkannya dan memulai kembali aktivitas yang tadi tertunda.

Gua bukannya sombong karena tidak mau nongkrong lagi dengan kawan-kawan di Warchild. Tapi pergaulan di sana itu terus menarik diri gua ke pegaulan yang menyimpang. Dan gua anak yang gampang terpengaruh terhadap lingkungan sekitar, jadi gak akan bisa menolak untuk tidak melakukan hal-hal negatif. Makanya untuk menghindar gua mulai keluar pelan-pelan dari tongkrongan.

Lima belas menit berlalu. Gua masih terlarut memainkan games di Playstation.

Tok....tok....tok!!

Suara pintu kamar di gedor.

Siapa sih malem-malem begini bertamu? Ibu kost gak mungkin, terlebih lagi penghuni kost di rumah ini, karena sejak gua pindah kesini para penghuni lain gayanya pada lu-lu, gue-gue.

Oh! Ini pasti cewek jutek itu! Doi mau ngambil barang-barangnya yang di titipin di kamar gue. Dari gedoran yang bertenaga dan penuh dengan nafsu birahi sih gua rasa dia.

Buru-buru gua bangkit untuk bukain pintu kamar, karena kalau telat sedikit saja mulut itu cewek pasti komat-kamit gak karuan.

"Yaaa sebentar...." jawab gua sambil membuka pintu kamar.

Kleek!

Pintu kamar terbuka lebar.

Ternyata eh ternyata....!

Yang sangat-sangat membuat gua surprise untuk pertama kalinya sejak gua di lahirkan sampai sebesar ini. Ada pria berbadan besar dengan kulit hitam, baju hitam dan wajah menyeramkan berdiri di depan kamar, sambil membawa buntelan sarung yang di taro di pundaknya bak pendekar Jaka Tingkir yang sedang merantau keliling Jawa.

"Eh..elu Luk!!"

Rasa syok tiba-tiba melanda diri gua yang gak berdosa ini. Bukan cewek jutek itu, malah Buluk yang nongol.

Wajah Buluk terlihat suntuk! Pertanda suasana hatinya sedang kurang baik.

"Cepet amat lo nyampenya? Perasaan belom ada lima belas menit nelpon gua," tanya gua dengan heran.

"Percuma gua tiga tahun di Banten, kalo ke tempat lu aja masih lama," jawabnya dengan nada yang menyombong.

Lalu anak itu mendorong pelan tubuh gua yang menghalangi jalan di depan pintu dan langsung masuk ke kamar dengan gaya tengil. Buluk ngelempar buntelan sarungnya ke samping lemari. Dengan wajah tanpa dosanya dia rebahan di kasur.

"Enak juga, kamar lu..." matanya jelalatan melihat sekeliling kamar.

"Ngapain lu kesini?"

"Mancing!" jawabnya acuh tak acuh.

Gua menahan dongkol dengan jawaban sablengnya.

"Kok lu tahu gua ngekost di sini?"

"Bastian yang ngasih tahu alamat lo tadi sore," jawabnya enteng.

Sialan Basjack! Udah gua bilang jangan kasih tahu siapa-siapa kalo sekarang gua nge-kost, malah di bocorin dasar mulut comberan!

"Oh iya, Tok. Untuk sementara waktu gua tinggal di sini ye..gua lagi kabur dari rumah,"

Gua agak terkejut mendengarnya.

Yang bener nih si Buluk kabur dari rumah? Kok kabur dari rumah cuma bawa badan aja sih? Sabun mandi, sikat gigi, baju salinannya gak bawa? Terus mau pake baju gua gitu? Mana muat sama badannya yang kaya bodyguard itu.

"Kabur dari rumah, gimana maksudnya?" Tanya gua masih rada gak percaya.

Buluk lantas duduk sambil mendengus kasar, lalu mulai menyempilkan sebatang rokok ke bibirnya, dan membakarnya. Mulutnya klepas-klepus, mukanya tampak merah dan terlihat semakin kesal.

"Kabur ya kabur! Elu tahu gak artinya kabur dari rumah itu apa?!"

Buset emosi ini anak.

Gua mulai duduk sambil meraih rokok, lalu mulai ikut membakarnya. Gua diam sesaat sengaja membiarkan suasana hati Buluk agak tenang sedikit. Setelah itu gua mulai bertanya kembali.

"Elu minggat kenapa, Luk?"

Buluk kembali mendengus kasar.

"Gua kesel sama nyokap! Selalu banding-bandingin gua sama suaminya kakak gua, mentang-mentang dia lebih sukses, terus selalu cari muka sama nyokap! Lama-lama gua hajar juga tuh si Arif!" Katanya menyebut nama suami kakaknya.

"Terus elu kabur kesini?"

"Yaiyalah! Kemana lagi emangnya?!"

Gua diam sesaat sambil melihat buntelan sarung lusuh yang tergeletak di samping lemari pakaian.

"Terus ngapain lu bawa-bawa buntelan sarung kemari? Abis ngaji? Sholat? Apa abis maling?!"

Gua rada-rada curiga sama beruang kutub yang gelagat-gelagatnya kaga pernah gua kenal suka make sarung dan nyium sajadah.

"Oh..Itu isinya baju dan perlengkapan mandi gua," jawabnya enteng tanpa rasa dosa.

Gua melongok mendengarnya.

Pfftt...! Di sini gua berusaha menahan ketawa.

Lalu anak itu meraih buntelan satungnya dan mulai membuka. Ternyata benar, di dalam sarung itu ada celana, pakaian, sempak, sikat gigi, sabun, handuk.

Kali ini tawa gua mulai meledak tak tertahankan.

"Kenapa lu ketawa?" Tanya nya sewot.

"Elu ini goblok apa tolol sih, Luk?" Tanya gua masih sambil tertawa.

"Kenapa emang?" Muka anak itu tampak protes.

"Dasar lu kere! Mau minggat aja tempat baju lu sarung! Orang mah bawanya tas atau koper! Kaga modaaallll banget sih lu!! Lama-lama kaya jaka tingkir beneran lu, nyet! Ha..ha..ha..ha.." seru gua sambil tertawa ngakak sepuas-puasnya.

"Biarin!" Wajah Buluk semakin mengelam bercampur malu.

Kalo orang-orang normal minggat itu bawaannya tas ransel atau koper besar untuk bajunya! Minimal pakai plastik lah, kalau gak punya itu semua. Lah, si Buluk malah pake sarung untuk tempat bajunya! Apa ini gak gendeng namanya? Baru kali ini gua nemuin orang minggat gak niat model kaya Buluk!

Mulai dari situ hari-hari gua dan Buluk di mulai.....

Mungkin tepatnya kesialan-kesialan kami berawal kali yak!

KOST SEGREKWhere stories live. Discover now