Chapter 33

93.2K 4.5K 287
                                    

Assalamualaikum, daku hadirr kembaliih. Btw, hari ini Al-qur'annya sudah dibaca belum? Dibaca dulu yak, setidaknya baca satu ayat setiap hari.

Jgn sering baca hengpon mulu, apalagi baca chat doi ato chat mantan yg ga bisa terulang lagi. Pliss lahh nyesek lurr🙀

"Jika pada akhirnya bukan aku pendaratan terakhirmu. Semoga dengan dia, kamu selalu bahagia."

Azzahra menatap kosong tembok berwarna putih di depannya, ia tak tahu harus apa saat ini selain duduk di brankar dan terus melamun.

Di ruangan ini ia sendiri, Mama mertuanya pergi 15 menit yang lalu untuk pulang dan mengambil beberapa pakaian untuknya, nanti malam Mama kembali kesini. Lagipula Mama mertuanya sudah menelepon Refan untuk segera kemari, dan apa kata lelaki tersebut? Ia sudah on the way menuju rumah sakit, namun sampai sekarang belum juga sampai.

Seorang lelaki muda berjas putih masuk ruangan diikuti perawat dibelakangnya, Azzahra masih sibuk dengan lamunan kosongnya sampai dokter muda itu harus menyadarkannya.

"Ibu Azzahra!"

"Eh sotong-sotong." Azzahra mendadak latah saking kagetnya.

"Dokter ngagetin aja sih! Salam dulu kan bisa." Protesnya sambil ngedumel.

Perawat itu menahan tawa karena ini pertama kalinya sang dokter kena protesan dari pasien.

"Ibu yang sibuk ngelamun, saya yang disalahin." Jawab dokter tersebut tak mau kalah. Dokter macam apa ini?

"Pak dokter. Gini ya, perempuan itu tak pernah salah, jika perempuan salah kembali ke peraturan pertama." Terang Zahra sambil tertawa kecil.

"Hilih."

"Suster, tolong ambilkan infus. Sepertinya Ibu ini tak sadar darahnya mulai tersedot naik." Perintah lelaki muda itu, sang perawat pun mengangguk kemudian undur diri.

Zahra melihat jarum infus ditangannya, benar saja darahnya mulai tersedot di selang karena infusnya habis. Ugh ngilu.

"Ibu Azzahra kok sendirian? Jomblo ya?" Goda dokter itu sambil menulis sesuatu di papan.

"Mon maap ya dok, saya udah laku. Emang dokter?" Menggoda dokter muda itu kesenangan sendiri untuknya. Apalagi saat melihat dokter itu kesal, ekspresinya benar-benar lucu.

"Bagaimana? Ada yang sakit, Bu?" Tanya dokter itu.

"Panggil Zahra saja dok. Saya belum pantas disebut ibu." Senyuman masam tercipta di guratan wajahnya.

Dokter yang menangani Zahra langsung mengerti maksud ucapannya dan berbicara mengalihkannya.

"Baiklah. Kalau begitu panggil saya Ade, kurasa umur kita sama." Dokter tak ada wibawanya kalau begini. Tak apalah, yang penting wanita itu dapat tersenyum.

"Ade? Ade-kakakzone ya maksutnya?" Zahra tertawa lepas, entahlah lucu aja. Kadang humornya benar-benar anjlok dan receh.

"Saya suka lihat kamu tertawa." Ujar dokter itu tak sadar.

"Eh?"

"Maksutnya daripada bersedih kan lebih baik tersenyum, tertawa gitu." Elak dokter bernama Ade.

"Jadi, ada yang sakit Zahra?" Tanya dokter itu melanjutkan.

"Ada dok. Hati saya." Jawab Zahra sambil tersenyum.

"Hati? Kamu barusan makan apa, terus sakitnya bagaimana?" Dokter itu mendadak panik.

Tawa Zahra menguar lagi. Dokter ini benar-benar polos.

Jodoh Terbaik [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang